10. Dua Tisu

48 3 0
                                    

Hari ini adalah hari libur, atau biasa orang-orang sebut dengan weekend. Sebenarnya tak ada libur di pekerjaanku, karena yang namanya toko pasti saja ada atau bahkan banyak yang berkunjung, apalagi ini weekend, 'kan? Biasanya selalu banyak anak-anak muda yang keluar masuk toko roti ini. Ada yang bersama temannya, pacarnya, atau sendirian untuk besantap santai atau sembari mengobrol. Tapi aku memilih untuk tetap pergi membantu Mbak Novi. Yap! Aku sebetulnya mau ambil cuti selama dua hari karena ada urusan, tapi karena Mbak Novi memintaku untuk membantunya hari ini, aku tak mungkin juga menolak permintaannya.

Sesampainya di toko, aku pergi ke loker. Aku simpan tasku dan melepaskan jaketku kemudian kusimpan di samping tas. Aku langsung berbenah di kasir, lalu menggantikan kata close menjadi open di pintu kaca utama toko ini. Sewaktu aku berbalik badan, seseorang sudah ada tepat di belakangku dengan senyumnya yang lebar.

"Pagi, Runa," sapanya dengan senyum yang masih lebar seperti sebelumnya. "Eh, pagi Kak Jio," jawabku yang membalas senyumnya. "Pagi-pagi lihat pelangi, benar-benar momen yang langka!" Ucapnya sambil menyilangkan kedua tangannya dan ditumpukkan di depan dadanya dan menatapku dengan matanya yang berbinar. Pria jangkung ini berganti ekspresi yang tadinya senyum lebar, kini ia senyum kuda. Giginya putih. "Pelangi? Mana kak? Aku gak lihat," balasku sambil celingak-celinguk melihat keluar melalui pintu kaca. "Senyummu, Aruna," Balasnya yang masih asik menatapku. Aku hanya tertunduk. Kemudian Kak Jio meninggalkanku, sepertinya ia malu. Tapi percayalah, di saat seperti ini aku yang lebih malu. Apa maksud dari kata-katanya? Mengapa senyumku di analogikan sebagai pelangi?

🎬🎬🎬

"Run, kamu tau nggak sama cewek yang di sana?" Tanya mbak Novi sembari melihat ke arah wanita cantik dengan rambut sebahu, sipit, berkulit putih mulus, dan langsing.

"Enggak mbak, memangnya kenapa?" Jawabku polos.

"Dia itu namanya Mbak Anne, Anneke Zovelyn Mieze." Terang Mba Novi yang pandangannya belum lepas dari Mbak Anne.

"Oh iya iya, cantik ya Mbak," Balasku yang ikut-ikutan memperhatikan Mbak Anne.

"Dia itu mahasiswi di Universitas Srikandi Utama, Universitas paling populer di kota ini," terangnya.

"Mmm iya Mbak, pantas saja hehe,"

Mbak Novi lalu melanjutkan kembali pekerjaannya, "Run, aku ke toilet dulu ya," pamitnya.

Lalu tak lama setelah Mbak Novi ke toilet, wanita cantik yang bernama Anneke itu mendekat ke arah kasir, sepertinya ia mau bayar. Mbak Anne mendekat sambil tersenyum kecil dan berkata, "Mbak, saya mau bayar, meja 17," ucapnya sambil mengeluarkan dompet dari dalam tasnya.

"Oh iya Mbak, sebentar saya hitung ya," jawabku dengan senyum ramah.

"Totalnya dua ratus ribu, Mbak," lanjutku setelah selesai menghitung.

"Ini Mbak," jawabnya sembari memberikan dua lembar uang berwarna merah.

Aku pun mengambilnya dan mengucapkan terima kasih dengan senyum ramah andalanku.

Kemudian Mbak Novi kembali dan mendapati bahwa pelanggan favoritnya telah pergi. "Yaaah Aruna, Mbak Anne udah pulang?" Katanya sambil memanjangkan bibirnya ke depan. "Yaaah, iya Mbak Novi haha," balasku dengan tawa kecil.

🎬🎬🎬

Waktu istirahat telah tiba, aku memilih duduk di kursi depan menikmati strawberry cake dan sebotol yogurt kesukaanku sambil membaca buku yang kudapat dari seseorang beberapa waktu lalu. Aku senyum-senyum sendiri saat membaca bagian romantis dari novel tersebut. "Semoga aku diberikan jodoh yang seperti dia, aamiin," ucapku di dalam hati. Aku memejamkan mata beberapa detik untuk merasakan bagaimana rasanya menjadi wanita yang berbahagia memiliki pendamping hidup yang pengertian humoris. "Krek!" Suara seseorang menyimpan benda keras di meja yang kugunakan sekarang. Karena penasaran aku segera membuka mataku, dan ternyata, dia lagi. Aku heran, mengapa orang ini selalu menemuiku di tengah-tengah kesantaianku? Menyebalkan!

Aruna [ REVISI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang