"Kakak kok ngomonya gitu? Padahal kakak seharusnya bisa menerka kenapa aku sedih, dan ini terlalu mendadak," jelasku sambil menyeka air mataku dengan tisu pemberiannya.
"Yasudah, aku cuma mau bilang itu. Aku pamit ya, doakan semoga aku di sana baik-baik saja, aku akan sesekali pulang. Kita bisa bertemu. Jangan lupakan Allah, solat dan ngajimu. Jangan berhenti melangkah dalam berhijrah ya! Semangatmu harus menyala seperti senja, sesuai dengan namamu, Aruna Langit Rinjani!" Ucapnya sembari mengambil tas dan beranjak dari hadapanku.
Aku terus bertanya-tanya setelah kepergiannya, perpisahan macam apa ini? Mengapa tak ada yang berkesan? Apa dia sudah berubah? Apa dia sudah menyerah? Apakah aku yang menjadi alasannya berpindah? Kurasa tak apa raganya berpindah, tetapi Ya Allah, jangan biarkan hatinya berpindah. Dia lelaki yang baik. Dan dia yang membuatku menjadi seperti ini.
#Flashback
Saat bel pulang sekolah berbunyi, sontak para siswa dan siswi langsung keluar dengan semangatnya. Seorang gadis berkacamata dengan balutan rok abu, baju putih, kerudung putih dan flat shoes hitam, sedang terududuk sendirian di loby sekolah. Yap! Itu aku. Aku sedang menunggu seseorang, yaitu pacarku. Namanya Mahesa Patidusa. Aku sekarang kelas dua, satu angkatan dengannya, hanya saja kita beda jurusan.
"Jani!" Panggilnya dari kejauhan dan mendekatiku lalu duduk di sampingku. "Ayok pulang," ajaknya. "Ayok!" Sahutku dengan senyum sumringah. Bahagia sekali rasanya punya pacar yang setiap hari bebarengan sampai teman-temanku iri melihat kedekatanku dengan Mahesa. "Esa, aku mau eskrim," pintaku manja dan memegang-megang tangannya, kutatap matanya dan memasang ekspresi andalanku untuk meluluhkan hatinya. "Iya sayang nanti kita beli di jalan ya, yuk naik!"
Aku pun naik sambil memeluknya dari belakang. Percaya atau tidak, nyaman sekali rasanya jika memeluk orang yang kita sayang. Itulah yang aku rasakan sebelum sadar bahwa dosa kian menumpuk dalam diriku. Mahesa memberhentikan motornya di sebuah mini market, kami pun masuk dan membeli 3 eskrim, untukku, Mahesa, dan Zovan. Adikku tak kalah menyukai eskrim. Kalau aku beli eskrim, Zovan pun pasti membelinya. "Aku mau yang matcha, Zovan suka yang coklat, kamu yang mana?" Tanyaku pada Mahesa. "Apa aja, aku suka apa yang kamu suka, kok," jawabnya polos dengan sedikit senyum. Ah, ya ampun senyumnya manis sekali. Aku menyukainya, bukan hanya karena dia baik, pintar, dan setia, tapi dia juga selalu menyukai apa yang aku suka, dia mempunyai senyum yang manis dengan lesung pipit yang jelas terlihat walau tersenyum sedikit, mata sipitnya membuat Mahesa terlihat lebih menarik meski kulitnya sawo matang. Pokonya, aku menyukai Mahesa karena dia adalah Mahesa.
Kami mempunyai keahlian yang sama, yaitu bela diri. Mahesa mengikuti dua jenis beladiri, yaitu pencak silat dan boxer. Sedangkan aku hanya pencak silat. Aku cukup di kenal di sekolah, karena aku adalah salah satu pengurus osis. Bulan ini sedang tidak ada kegiatan, jadi aku memilih pulang lebih awal, dan pastinya agar ada quality time bersama Mahesa.
Hingga pada suatu waktu, aku memergoki Mahesa tengah bersama dengan perempuan lain, aku tak banyak bicara, aku hanya memblokir kontak dan semua sosmednya. Beberapa hari aku dan Mahesa tidak berkomunikasi, aku jarang ke kantin karena takut bertemu dengan Mahesa, aku hanya nitip makanan saja sama Yola dan Angka, karena memang merekalah yang paling mengerti dengan keadaanku saat itu. Setiap pulang sekolah, aku memilih berkumpul dengan rekan osis untuk merencanakan kegiatan-kegiatan bulanan yang akan datang sambil mengobrol ringan, Yola dan Angka tidak ikut osis. Yola mengikuti ekstrakulikuler pramuka, dan Angka ikut ekstrakulikuler kesenian.
Mahesa tak kunjung mencariku, padahal selama beberapa hari ini, sebenarnya aku merasa cemas, bagaimana dia bisa membiarkanku sendiri seperti ini? Iya aku tahu masih ada Yola dan Angka dan rekan-rekan osisku, hanya saja berbeda rasanya jika Mahesa tidak ada, seperti ada yang hilang, seperti ada yang tidak lengkap dalam hidupku.
Sampai di akhir semester kelas sebelas, hubungan kami resmi berakhir. Berat sekali untukku melepaskannya, ada satu hal yang membuatku tak rela ia memilih mengakhiri hubungan kami. Untuk waktu satu tahun lebih bersamanya, tentu bukanlah waktu yang sebentar. Terlebih Mahesa adalah lelaki yang mengajariku arti sebuah kesetiaan, keceriaan, dan cinta. Tetapi di akhir hubungan, semuanya berantakan. Tak ada lagi setia, ceria, apalagi cinta. Aku kian membencinya, namun hati masih saja mencintainya.
Aku tak bisa melakukan apa-apa kecuali sabar dan ikhlas. Aku belajar rela apapun keputusannya, bahkan beberapa hari setelah putus, Mahesa memiliki kekasih baru. Hal itu membuatku semakin rapuh. Memikirkannya memiliki pasangan baru, sedangkan aku disini masih terpuruk mencoba bangkit sendirian. Hari demi hari kuteguhkan hati untuk terus melangkah tanpanya, tanpa Mahesa Patidusa.
Hingga pada suatu hari, aku bertemu dengan satu pria, bernama Fadli Adli Muhammad Latief. Lelaki baik, yang mengajariku berbagai ilmu agama, hingga saat ini aku masih asyik dengan kesendirianku, aku tak membutuhkan seorang pacar, aku membutuhkan satu, yaitu Allah Subahanahu Wa Ta'ala.
"Jani, kalau mau, kamu harus hijrah, mulailah menutup aurat dengan baik. Bukan karena ingin dikagumi sebagai wanita shaleha, ataupun menarik akhi-akhi saleh, tapi karena Allah. Pastikan semua yang kamu lakukan karena Allah dan semata-mata untuk mencari ridha Allah," ucapnya dulu. Itu tak akan pernah kulupa, beberapa bulan mengenalnya membuatku merasakan kembali apa itu cinta. Namun kali ini berbeda. Kak Fadli yang amat baik ini membuat dan mengajarkanku untuk lebih baik. Berkali-kali kubersyukur atas kehadirannya dalam hidupku.
#flashback end
🎬🎬🎬
"Kehilangannya kali ini membuatku merasakan kembali apa itu perpisahan. Aku memang sedih, tapi tak ada pilihan lain selain mengikhlaskannya pergi. Aku berharap dia kembali untuk menepati janjinya. Karena sekuat apapun aku, tetap saja, aku tak bisa mengalahkan rasa rindu. Tuhan dan waktu tahu itu."
-Rina Widiasari-
Salam Daffodil
LuneelSampai jumpa di bagian berikutnya ❤ jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen ❤
Ja, matane🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Aruna [ REVISI ]
RomansaAwal mula aku menyadari, bahwa cinta dapat tergantung di antara langit dan bumi. Padahal aku adalah langit, tapi dalam cerita ini, aku sebagai bumi. Ingin kenal dengan Aruna Langit Rinjani yang menjadi bumi? Mari masuk ke dalam dunianya yang bukan...