Keesokannya, Kanaya kembali ke kantornya Steven seperti kemarin, tepatnya saat jam makan siang. Namun langkahnya kali ini harus terhenti, karena satpam yang disapanya kemarin justru menghadangnya dengan ekspresi garangnya. Membuat Kanaya terdiam ketakutan, dengan berusaha menelan salivanya penuh susah payah.
"Si-siang, Pak." Kanaya menyapa kaku, namun tak membuat ekspresi sang satpam berubah teduh. Kalau sudah seperti ini, Kanaya sangat yakin bila dirinya akan kembali diusir seperti kemarin, tapi bedanya kali ini Kanaya tidak akan bisa menemui Steven di ruangannya lagi.
"Mau ke mana kamu?" tanya satpam tersebut dengan nada sangar, membuat Kanaya ingin sekali mencakar apapun yang berada di dekatnya, sangking gelisahnya ia saat ini.
"Mau ke ruangannya Pak Steven, Pak?" cicit Kanaya lirih sembari menunjuk ke arah dalam kantor.
"Enggak boleh," jawabnya tegas dengan mata yang terus saja tertuju ke arah Kanaya, seolah mampu menusuknya hanya dengan menggunakan tatapannya.
"Ke-kenapa, Pak?" tanya Kanaya pura-pura tidak tahu, padahal ia sangat jelas mendengar bagaimana Steven mengatakan akan memecat satpam kantornya itu bila membiarkannya kembali masuk di ruangannya.
"Gara-gara kamu, saya hampir dipecat sama Pak Steven, tahu enggak kamu?" ujar pria berkulit hitam itu dengan nada sengit, yang hanya ditanggapi cengiran oleh Kanaya.
"Maaf, Pak."
"Sekarang, lebih baik kamu pergi saja dari sini. Karena kehadiran kamu itu malah jadi bencana buat saya." Satpam itu menunjuk ke arah gerbang yang lagi-lagi menggunakan ekspresi garang, membuat Kanaya serasa ingin menghilang sekarang, sangking takutnya ia kali ini, meski rasanya ia sangat menyayangkan bila makanannya harus terbuang sia-sia.
"Iya, Pak. Saya akan pergi, tapi saya mohon untuk berikan makanan ini ke Om Steven ya. Terus bilang ke dia, jangan telat makan." Kanaya memberikan rantang tersebut ke arah sang satpam, yang langsung diterima baik oleh lelaki tersebut.
"Iya," jawabnya singkat.
"Nanti kalau sudah selesai makannya, bilang juga ke Pak Steven untuk kasih rantangnya ke Bapak lagi ya! Besok saya akan ke sini lagi, bawa makanan baru lagi dan saya titipkan lagi ke Bapak ya," ujar Kanaya terdengar ragu-ragu membuat satpam tersebut hanya bisa tersenyum kecut mendengar seluruh pesannya.
"Kamu ini banyak banget pesenannya. Enggak sekalian aja kamu tulis surat, nanti saya berikan ke Pak Steven sekalian."
"Wah ide bagus itu, Pak. Tapi sayangnya saya enggak bawa buku sama pulpen. Besok deh, saya kasih suratnya ke Pak Steven."
"Ya sama aja dong, saya juga yang bakal sampaikan pesan kamu yang tadi itu." Si satpam menjawab kesal, yang ditanggapi cengiran oleh Kanaya.
"Iya, Pak. Maaf ya," jawabnya dengan nada bersalah.
"Hm, ya sudah, kamu pergi saja dari sini, dari pada saya nanti dimarahi lagi. Kalau untuk makanan ini, saya akan berikan langsung ke Pak Stevennya. Jadi kamu tenang saja ya," ujar satpam tersebut yang langsung diangguki semangat oleh Kanaya.
"Iya, Pak. Terima kasih ya," jawabnya sopan sembari tersenyum hangat.
"Iya," jawab satpam tersebut sembari berjalan ke arah dalam kantor, meninggalkan Kanaya yang saat ini sangat berharap bila Steven mau memakan masakannya kembali.
"Semoga saja, Om Steven nanti mau makan masakanku lagi. Dan semoga juga, Om Steven mau menemui aku lagi." Kanaya berujar dalam hati, sembari menatap punggung sang satpam yang mulai menghilang.
Tidak bisa bertemu dengan Steven lagi, rasanya Kanaya kembali pesimis dan putus asa. Bagaimana mungkin lelaki itu akan mencintainya? Bila Kanaya sendiri tidak bisa bertemu dengan sosoknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om, nikah yuk! (TAMAT)
Romantik"Om, nikah yuk!" "Anak kecil kaya kamu itu seharusnya kuliah, supaya masa depanmu cerah. Ini malah mau mengajak menikah." "Buat apa kuliah, Om? Kalau cita-cita Naya enggak harus pakai gelar sarjana?" "Memangnya cita-cita kamu apa?" "Menikah sama Om...