Keesokannya, seperti biasa Kanaya membawa rantang makan siang untuk Steven lagi. Berbeda dengan hari sebelumnya, yang Kanaya harus ke ruangan Steven untuk memberikan makan siang lelaki ini. Kini Kanaya justru melihat sosok Steven yang tersenyum hangat di depan pintu kantor, membuat Kanaya tak percaya bila lelaki itu bisa berada di sana, entah sedang ingin melakukan apa.
"Om Steven?" panggilnya bersemangat lalu berlari ke arah lelaki itu.
"Om Steven kok bisa ada di sini?" tanyanya setelah sampai di hadapan Steven tepat.
"Memangnya kenapa?" tanya lelaki itu terdengar tak habis pikir, yang justru berhasil mengukir senyuman di bibir Kanaya.
"Kan biasanya Om Steven ada di ruangannya, kok sekarang ada di depan pintu? Tumben." Seolah belum puas mendengar jawaban Steven, Kanaya kembali bertanya dengan nada yang sama, membuat Steven menatap lelah ke arahnya.
"Ini kan kantor saya, jadi terserah saya mau ke mana." Steven menjawab seadanya yang hanya diangguki oleh Kanaya.
"Om enggak lagi menunggu Kak Aulia kan?" tanya Kanaya yang entah tiba-tiba terdengar kecewa.
"Enggak tuh. Memangnya kenapa?" tanya Steven sok acuh, yang anehnya justru membuat Kanaya tersenyum merekah mendengarnya.
"Berarti Om Steven lagi menunggu Naya," ujar gadis itu bersemangat, membuat Steven tersenyum tipis melihat tingkah lakunya.
"Percaya diri banget ya kamu?" jawab Steven dengan masih mempertahankan senyum manisnya.
"Iya dong, Om. Kalau enggak percaya diri, Naya mana mau mengejar-ngejar cintanya Om Steven yang jelas-jelas enggak suka sama Naya."
"Itu sih, namanya juga kamu enggak punya malu," jawab Steven dengan tertawa kecil, membuat Kanaya tersenyum hambar dan menatap datar ke arahnya.
"Hm, jahat." Kanaya mengalihkan pandangannya, merasa kesal dengan jawaban Steven yang seenaknya. Walau hatinya tak sepenuhnya marah, Kanaya justru berakting merajuk, berharap Steven mau peduli dengannya.
"Kamu marah? Saya kan cuma bercanda," tanya Steven terdengar tak percaya, meski bibirnya masih saja tersenyum melihat tingkah laku Kanaya yang aneh. Sedangkan Kanaya justru terdiam, tanpa mau menatap ke arah Steven yang terus menatap ke arahnya.
"Iya," jawab Kanaya singkat.
"Ya sudah, saya minta maaf ya." Steven berujar pasrah, merasa harus mengalah dengan Kanaya yang memang belum sepenuhnya dewasa.
"Enggak mau," jawab Kanaya dengan nada yang sama, yang kali ini ditanggapi keheranan oleh Steven yang tidak biasanya melihat Kanaya begitu merajuk hingga sampai seperti itu.
"Terus saya harus bagaimana?" tanya Steven dengan nada lelah, merasa sudah sangat pasrah dengan apa yang akan Kanaya inginkan.
"Traktir Naya es krim," jawab gadis itu terdengar memohon sembari menatap sendu ke arah Steven yang berdecap malas mendengar permintaannya.
"Harus banget ya traktir kamu es krim?" tanya Steven terdengar malas, yang langsung diangguki oleh Kanaya.
"Iya dong, Om. Naya lagi mau makan es krim nih," jawabnya sembari merengkuh lengan Steven, selayaknya anak yang memelas demi bisa dituruti oleh orang tuanya.
"Terus makan siang saya bagaimana?" sindir Steven sembari melirik ke arah rantang yang Kanaya pegang, yang langsung ditatap tak percaya oleh empunya.
"Oh iya. Om Steven kan belum makan ya?" gumamnya bingung sembari menggaruk puncak kepalanya yang tak gatal, yang diam-diam ditanggapi senyuman oleh Steven.
"Ya sudah, Om makan siang dulu. Tapi nanti Naya traktir es krim ya?" ujar gadis itu kembali merajuk yang membuat Steven gemas ingin mencubit pipinya sangking lucunya Kanaya saat memelas seperti saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Om, nikah yuk! (TAMAT)
Romansa"Om, nikah yuk!" "Anak kecil kaya kamu itu seharusnya kuliah, supaya masa depanmu cerah. Ini malah mau mengajak menikah." "Buat apa kuliah, Om? Kalau cita-cita Naya enggak harus pakai gelar sarjana?" "Memangnya cita-cita kamu apa?" "Menikah sama Om...