Setelah mendengar penjelasan Steven yang terdengar serius itu, Kanaya langsung tersenyum merekah, merasa memiliki semangat juang kembali untuk mendapatkan hati Steven yang ia cintai. Matanya berbinar, menatap kagum ke arah Steven yang turut menatapnya. Membuat lelaki itu keheranan dengan tingkah laku Kanaya, yang tiba-tiba tersenyum setelah mendengar penjelasannya.
"Kenapa lagi?" tanya Steven terdengar lelah, membuat Kanaya mengembalikan ekspresinya lalu menatap ke arah Steven dengan sorot mata bertanya.
"Apanya, Om?"
"Kenapa senyam-senyum kaya begitu? Sudah mau gila?" tanya Steven terdengar mengejek, membuat Kanaya cemberut mendengarnya.
"Jahat banget sih, Om, bilang Naya mau gila. Nanti kalau Naya benaran gila, siapa yang akan jadi jodohnya Om Steven nanti? Yang ada, Om Steven enggak nikah-nikah sampai jadi kakek-kakek." Mendengar nada konyol dari bibir Kanaya yang seolah sudah kembali ke asli tabiatnya, rasanya Steven cukup dibuat menyesal karena Kanaya kembali berbicara ngawur, walau di hati Steven merasa sangat bersyukur karena dirinya bisa melihat keceriaan Kanaya seperti kemarin-kemarin.
"Ngelantur lagi ngomongnya, saya cubit pipi kamu nih," ancam Steven yang justru ditanggapi senyuman oleh Kanaya.
"Cubit aja, Om! Kali aja, Om Steven bisa suka sama Naya." Bukannya menghindar, Kanaya justru memajukan wajahnya ke arah Steven, membuat lelaki itu sempat terkejut dengan jarak wajah di antara mereka. Meskipun itu tak lama, karena Steven segera mendorong kening Kanaya hingga tubuh gadis itu menjauh darinya.
"Jauh-jauh sana," jawabnya acuh sembari kembali mengambil wadah makanannya. Tanpa mau memperdulikan bagaimana Kanaya mencebikkan bibirnya, merasa kesal dengan sikap Steven yang selalu sama.
"Kenapa sih, Om?"
"Saya mau makan lagi," jawab Steven sembari menunjukan wadah makanannya, lalu kembali melahap isinya. Membuat Kanaya tersenyum, merasa sangat dihargai usahanya.
"Ya sudah, Om makan yang banyak ya. Sebentar lagi, Naya juga mau pulang ke panti, banyak pekerjaan di sana."
"Iya," jawab Steven acuh, meski di dalam hati ia tidak ingin kehilangan masa ini begitu cepat. Dan entah kenapa sekarang, Steven yang justru dibuat kehilangan akan sosok Kanaya yang akan pergi lagi di sisinya, padahal Steven sudah berusaha bekerja keras untuk menyelesaikan semua pekerjaannya demi bisa bertemu dengan Kanaya dan menghabiskan waktunya bersama gadis itu, tapi waktu untuk bersama sepertinya tak bisa seperti yang Steven inginkan karena kesibukan gadis itu, terlebih lagi karena dirinya yang terlalu pengecut untuk meminta Kanaya agar mau bertahan lebih lama lagi di sisinya sekarang.
"Kanaya," panggil Steven setelah menghentikan aktivitas makannya.
"Iya, Om. Kenapa?" jawab Kanaya sembari menatap ke arah Steven yang tertunduk.
"Kapan kamu enggak sibuk?" Pertanyaan Steven yang sebenarnya membuat empunya jijik untuk menanyakan hal itu, tapi Steven juga tidak bisa memungkiri hatinya yang juga ingin bersama Kanaya sedikit lebih lama.
"Wah, kapan ya, Om? Soalnya Naya setiap hari memang sibuk, karena Naya harus mengurusi adik-adik Naya di panti, yang jumlahnya aja ada ratusan loh, Om. Ke sini aja, Naya enggak bisa lama-lama karena Ibu panti pasti kerepotan mengurusi mereka. Terus jam lima sore sampai jam sebelas malam, Naya juga harus kerja di pusat pembelanjaan, jadi Naya enggak ada waktu untuk enggak sibuk," jawab Kanaya diiringi tawa kecilnya, yang diam-diam ditatap kagum oleh Steven, karena gadis itu bukan gadis manja seperti pada penampilannya. Di mata Steven, Kanaya adalah sosok gadis yang kuat, mandiri, dan bersemangat seperti tipe perempuan yang Steven sukai, tapi sayangnya Kanaya sangat muda bila disandingkan dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Om, nikah yuk! (TAMAT)
Romance"Om, nikah yuk!" "Anak kecil kaya kamu itu seharusnya kuliah, supaya masa depanmu cerah. Ini malah mau mengajak menikah." "Buat apa kuliah, Om? Kalau cita-cita Naya enggak harus pakai gelar sarjana?" "Memangnya cita-cita kamu apa?" "Menikah sama Om...