Part 12

9.6K 549 29
                                    

Di perjalanan ke rumah orang tua Steven, sedari tadi yang Kanaya lakukan justru hanya terdiam, dengan menatap ke arah luar lewat jendela mobil. Entah apa yang sebenarnya sedang Kanaya pikirkan sekarang, rasanya Steven dibuat penasaran dengan tingkah lakunya yang tidak biasanya bungkam seperti saat ini. Membuat Steven khawatir, bila gadis itu sedang memikirkan hal buruk tentangnya, bila mengingat keinginannya untuk mengenalkan Kanaya pada orang tuanya. Mungkin saja, Kanaya justru berpikir bila dia akan dicelakai atau semacamnya oleh Steven sendiri, membuat Steven buru-buru ingin menanyakan keadaan gadis itu.

"Kanaya," panggilnya yang langsung ditoleh oleh pemilik namanya.

"Iya, Om. Ada apa?"

"Kamu kenapa? Kok diam aja dari tadi? Apa ada yang kamu khawatirkan?" tanya Steven sembari fokus menyetir, dengan sesekali melirik ke arah wajah Kanaya.

"Enggak kok, Om. Naya diam itu cuma mau menikmati perjalanan ini, karena untuk yang pertama kalinya kita bisa semobil lagi." Kanaya menjawab sendu sembari mengalihkan pandangannya kembali ke arah luar. Sedangkan Steven justru mengerutkan keningnya, merasa ada yang ganjal dengan ucapan Kanaya kali ini.

"Semobil lagi? Memangnya sebelum ini, kita pernah semobil? Tapi kapan?" tanya Steven tak habis pikir, yang langsung ditatap kaku oleh Kanaya.

"Ma-maksudnya Naya, eh itu, di mimpinya Naya. Dulu Naya pernah mimpi semobil sama Om Steven, eh sekarang malah jadi kenyataan. Keren kan, Om?" jawab Kanaya kaku, diiringi senyum canggung dari bibirnya.

"Ada-ada saja sih kamu," jawab Steven keheranan yang hanya ditanggapi cengiran oleh Kanaya yang akhirnya bisa menghembuskan nafas leganya, karena Steven mau mempercayai kebohongannya.

Di dalam hati, Kanaya benar-benar merasa bodoh, karena bisa keceplosan tentang masa lalu mereka yang pernah semobil. Walau pada akhirnya Kanaya bisa bernafas lega, karena Steven tidak semakin mencurigainya, tapi sebisanya Kanaya harus berusaha menjaga identitasnya, yang akan Kanaya bongkar setelah Steven bisa mencintainya. Kanaya hanya takut, kalau Steven tahu dirinya adalah anak kecil yang dia tolong delapan tahun yang lalu, Steven justru tidak mau mendekatinya dalam artian mencintainya.

"Sebentar lagi kita sampai di rumah orang tua saya, kamu jangan buat mereka jengkel ya, seperti kamu melakukannya ke saya." Steven mewanti-wanti dengan nada kesal bila mengingat kelakuan Kanaya yang terkadang sering membuatnya jengkel. Sedangkan Kanaya yang mendengar itu hanya mengangguk mengerti, diiringi senyum manis dari bibirnya.

"Iya dong, Om. Naya kan mau ambil hati calon mertua, supaya kita bisa direstui sama mereka." Kanaya menjawab ngawur, yang justru ditatap tak percaya oleh Steven yang cukup lelah dengan tingkah lakunya.

"Baru saja saya bilang, eh sekarang kamu malah buat saya jengkel." Steven berujar tak habis pikir yang dicengiri kembali oleh Kanaya.

"Maaf, Om." Kanaya menjawab bersalah, yang hanya digelengi maklum oleh Steven.

Keduanya kembali terdiam melakukan aktivitas masing-masing, hingga saat mobil yang Steven kendarai berhenti di depan rumah mewah nan megah, membuat Kanaya yang melihatnya seketika melemah, merasa tak percaya bila keluarga Steven begitu kaya.

Di saat seperti ini, Kanaya justru dibuat bungkam, merasa tak yakin dengan rencananya yang akan membuat Steven jatuh cinta padanya, dengan begitu mereka bisa menikah. Jujur saja, setelah melihat semua ini, Kanaya merasa tak pantas bila disandingkan dengan Steven, karena ia hanya seorang gadis panti asuhan, yang tak memiliki keluarga, apalagi seperti orang tua Steven yang kaya.

"Ini rumah orang tua saya," ujar Steven sembari menunjuk ke arah rumah tersebut yang hanya ditoleh kaku oleh Kanaya.

"Ini rumah orang tuanya Om Steven?" tanya Kanaya terdengar tak memiliki semangat, sedangkan Steven langsung mengangguk untuk mengiyakan.

Om, nikah yuk! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang