Part 15

10.7K 588 13
                                    

Keesokannya, Kanaya datang ke kantornya Steven, dengan membawa rantang makanan untuk makan siang lelaki itu seperti biasanya. Entah kenapa, sekarang Kanaya tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya sejak kemarin, sejak Steven mengantarkannya pulang, yang konyolnya membuat Kanaya terus tersenyum sampai ibu panti keheranan dengan tingkah lakunya.

Begitupun dengan saat ini, bibirnya terus saja merekah, seolah bayangan Steven menyatakan perasaannya kemarin itu selalu membuatnya bahagia. Tapi setidaknya Kanaya masih waras untuk menyadari hal-hal di sekitarnya, termasuk seorang satpam yang biasa disapanya.

"Pagi, Pak Satpam." Kanaya melambaikan tangannya ke arah lelaki berkulit hitam itu dengan senyum ceria di bibirnya, namun justru ditatap malas oleh sang satpam.

"Ini sudah siang, Non," jawabnya terdengar lelah yang langsung dicengiri oleh Kanaya yang baru saja sadar kebodohannya.

"Oh iya, Pak. Saya lupa, maaf."

"Ya sudah lah," jawab sang satpam dengan nada yang sama.

"Kalau begitu, Naya ke ruangannya Pak Steven dulu, Pak."

"Iya." Satpam itu hanya mengangguk, merasa cukup heran dengan hubungan apa yang sebenarnya Kanaya jalin dengan bosnya itu. Walau pada akhirnya, si satpam itu mencoba mengacuhkannya, tak mau terus memikirkannya.

Di sisi lain, entah kenapa sekarang Kanaya justru dibuat berdebar-debar karena untuk yang pertama kalinya, Kanaya datang ke kantornya Steven dengan status yang lebih dekat lagi dengan lelaki itu. Bisa dikatakan mereka sudah berpacaran resmi, membuat Kanaya dibuat malu sendiri terlihat dari pipinya yang memerah, sangking gugupnya.

Dengan perasaan yang masih gusar, Kanaya menghembuskan nafas beratnya lalu mengetuk pintu ruangan Steven dan menunggu tanggapan dari empunya. Dan itu benar, karena tidak lama dari itu, suara Steven untuk menyuruhnya masuk itu terdengar hingga di tempat Kanaya, yang lagi-lagi membuat Kanaya menghembuskan nafas gusarnya, mencoba menenangkan pikirannya yang mulai kacau.

"Hai, Om." Kanaya menyapa hangat ke arah lelaki yang masih fokus dengan laptopnya. Sedangkan Steven yang baru menoleh itu seketika tersenyum merekah, melihat kedatangan Kanaya yang sangat diharapkannya.

"Sini kamu!" pintanya yang langsung diangguki patuh oleh Kanaya.

"Om, makan siang yuk!" Kanaya menunjukan rantang makanannya ditemani senyum manis dari bibirnya, yang hanya bisa ditatap bersalah oleh Steven.

"Saya masih sibuk. Kemarin kan saya pulang siang, jadi sekarang banyak pekerjaan." Steven menjawab bersalah sembari kembali fokus dengan pekerjaannya, yang hanya ditatap sendu oleh Kanaya yang memang harus mengerti pekerjaan Steven yang cukup menyita waktu.

"Kalau begitu, Naya ke sofa dulu ya," ujarnya sembari menunjuk ke arah sofa yang masih berada di ruangan Steven.

"Tunggu!" pinta Steven sembari menarik lengan Kanaya hingga tubuh empunya berada di pangkuannya, membuat Kanaya yang sempat syok itu seketika meringkukan tubuhnya, kala tangan kekar Steven merengkuhnya begitu posesif.

"Om ...." Kanaya mencoba melepaskan diri, yang langsung ditahan oleh Steven sendiri.

"Temani saya dulu, sebentar lagi juga saya selesai mengerjakan ini," jawab Steven santai sembari masih fokus dengan layar monitornya, tanpa memperdulikan bagaimana Kanaya begitu kaku dengan posisi mereka saat ini.

"Tapi kan Naya bisa duduk di tempat lain, Om?" jawab Kanaya kaku, merasa bingung harus bagaimana lagi menghadapi Steven, karena pada dasarnya posisi mereka saat ini membuat Kanaya benar-benar merasa tak nyaman.

"Jangan cerewet!" jawab Steven dingin yang lagi-lagi tanpa mau mengalihkan pandangannya dari layar monitor. Membuat Kanaya hanya bisa pasrah, terlihat dari caranya menghembuskan nafas beratnya.

Om, nikah yuk! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang