14. Menuju Kebenaran

24 20 3
                                    

"Lo marah sama gue?" Itulah yang ditanyakan Monika setelah duduk dikursinya.

Gabriella menoleh. Ingin bertanya tapi susah. Akhirnya dia hanya diam tak menjawab pertanyaan dari Monika.

"Kalo lo marah sama gue. Coba lo ngomong salah gue dimana? Gue gak mau lo jauhin gue Gabri. Lo sahabat gue". Monika sudah tak bisa membendung air matanya lagi.

2 hari sudah dia didiami oleh sahabatnya ini. Tanpa tau alasannya.

Katakan Gabriella egois. Ya! Gabriella sangat egois saat ini. Dia menatap Monika lalu memeluknya erat. Tidak seharusnya dia seperti ini sampai sahabatnya itu menangis.

"Gue minta maaf!" Ucapnya.

"Gue yang minta maaf kalo gue ada salah ella". Baru saja ingin memeluk. Tetapi Gabriella langsung menepis tangan Monika begitu saja. "Lo gak mau peluka sama gue?". Tanyanya.

"Berapa kali gue bilang kalo gue gak suka di panggil ella!"

"Iya sorry sorry. Abisnya gue bingung mau panggil lo apa. Sejak pertama kali kita kenal mau gue panggil Karin tapi itu nama nyokap lo. Mau panggil Arkana itu nama Bokap lo dan itu juga nama cowok. Mau panggil Gabri kepanjangan. Jadi yaudah gue panggil Ella aja". Jawab Monika panjang lebar dan Gabriella sudah malas mendengarnya.

Ponsel Gabriella bergetar menandakan ada pesan masuk dia membuka melihat benda pipih itu dan melihat siapa yang mengirimi nya pesan. Ternyata dari Deva. Tanpa menunggu waktu lama dia membuka Roomchat nya bersama Deva.

"Cepet keluar gue tunggu di parkiran. Ayah kecelakaan!"

Gabriella diam seketika setelah membaca pesan dari Deva. Tanpa menunggu waktu lama dia berdiri kemudian pergi meninggalkan Monika yang masih penasaran siapa yang mengirimi nya pesan hingga Gabriella seperti sangat terpukul seperti itu.

Gabriella berlari sekuat tenaga hingga dia penabrak teman-teman nya yang sedang berjalan pun dia hiraukan dia hanya berkata 'maaf' ketika menabrak mereka semua.

Sesampainya di parkiran sekolah dia langsung melihat mobil Deva. Tanpa menunggu waktu lama dia masuk dan Deva dengan cepat melajukan mobilnya.

***

Gadis itu menatap nanar pintu didepannya. Pintu berwarna abu-abu itu seakan membawa kesedihan yang mendalam.

Gabriella membuka pintu ruangan ayahnya dirawat. Kesan pertama yang dia rasakan didalam ruangan yang didominasi warna putih itu adalah bau obat-obatan.

Dia berjalan mendekati bangkar sang ayah dengan di ikuti Deva di belakangnya.

Dia langsung memeluk bundanya.

"Kenapa bisa gini sih bun?" Tanyanya dengan air mata yang tidak pernah luntur dari mata jernih itu.

Baru saja membuka mulut berniat menjawab pertanyaan sang putri, Karin melihat tangan kanan suaminya bergerak.

***

Reno membuka matanya perlahan. Berusaha menetralkan cahaya yang masuk kedalam kornea matanya.

Yang pertama kali dia lihat adalah sang istri dan kedua anaknya.

"Pergi kamu Gabri!" Ucapan pertama Reno membuat Gabriella bingung.

"Hah! Maksud ayah?" Tanyanta bingung.

"Ayah bilang pergi ya pergi! Ayah sudah tak ingin melihat kamu!" Ucap Reno penuh penekanan.

"Mas!" Melihat sang suami yang sudah tidak bisa mengotrol emosinya. Karin angkat bicara.

"Diam kamu! Dia sudah besar. Sudah seharusnya dia tahu!" Kata Reno

"Ayo Gabri kita keluar". Ajak Karin pada Gabriella. "Dan abang jagain ayah ya!". Perintahnya pada Deva.

Deva hanya mengangguk. Karin melangkahkan kakinya serapa menggandeng tangan Gabriella secara halus.

~♡~

Kelanjutannya bakal ada di part selanjutnya. Aku emang sengaja bikin setiap part nya gak terlalu panjang supaya kalian gak bosen gitu. Itu sih niat aku gak tau kalo kalian hehe.

Oke bye see you!

Jangan lupa vote dan komen😉

Happy Reading😍

GabriellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang