Bukalah Matamu

3K 120 10
                                    

Sudah lebih dari seminggu Hinata terbaring lemah. Tsunade terus berupaya supaya dia bisa menyembuhkan Hinata. Dia bahkan mengerahkan beberapa ninja medis senior untuk membantunya. Tak heran, terkadang Tsunade terduduk lemas karena terlalu lemah. Sakura selalu memperhatikan dan membantu Tsunade. Dia bahkan tidak mempedulikan Sasuke yang sedang ada di Konoha. Biasanya, setiap kali Sasuke pulang, dia selalu menyempatkan waktu untuk seharian bersama Sasuke.
Pagi ini mentari begitu cerah menyinari Konoha. Dengan begitu semangat Naruto berlari ke arah rumah sakit dengan pakaian terbaiknya. Ya.. setiap pagi, itulah yang dilakukan Naruto. Derdandan rapi dan berlari ke rumah sakit sambil membawa seikat bunga. Dengan wajah sumringah, dia selalu setia menunggu Hinata membuka mata. Hanya saja. Harapan itu belum terkabul sampai saat ini. Dan Hinata masih saja tertidur. Tertidur begitu Naruto menyikapi kondisi Hinata.

Naruto Pov.
Aku membuka pintu kamar itu dengan sangat pelahan. Ada bau obat dan suara pendeteksi detak jantung. Seperti biasa, suara dari alat itu berbunyi dengan ritme pelan dan lemah. Artinya jantung Hinata masih lemah. Bahkan kemarin siang alat itu berbunyi piiiiiip panjang dan dilayarnya terpampang garis lurus. Saat itu aku berteriak sekuat tenaga dan beberapa tenaga medis termasuk Nenek Tsunade langsung memberikan pertolongan pada Hinata. Aku seakan akan mati ketika melihat hal tersebut. Dan aku tak mendengar alat itu berbunyi aneh-aneh lagi setelah ini.
Aku menatap wajah Hinata.. tampak tenang namun juga tampak menderita.
"Ohaiyo.. Hinata"
Kemudian aku menarik kursi mendekat ke arahnya.
"Bagaimana harimu? Tidak kah kau lelah menghabiskan waktumu untuk tiduran dirumah sakit? Baunya tidak enak. Dan terlalu sunyi. Dan lagi, kau belum makan semenjak kejadian itu. Harusnya malam itu kau mau makan ramen denganku, bukanya lari dan bertemu boneka sialan itu"
Ku letakan seikat bunga lavender di vas kecil di atas meja.
"Kali ini aku membawa lavender. Hanya saja, aku tak tau bagaimana cara merangkai bunga pada vas. Mungkin tatanannya jelek. Kau ahli dibidang ini kan ?"
Aku meraih tangan Hinata dan menggenggamnya..
"Apakah kau akan selalu merangkai bunga di rumah mu kelak? Aah.. maksudku, rumah kita.. aah tidak.. maksudku.... aku..aku ingin hidul bersamamu."
Tenggorokanku mulai berat dan dadaku mulai sesak.
"Aku mencintaimu Hinata.. saat kau mencoba bertarung dengan pain, saat itu juga aku merasa cintaku padamu semakin besar. Melihatmu yang selalu merona ketika bicara denganku, secara egois aku memutuskan bahwa kau juga mencintaiku"
.
.
.
"Aku terlalu yakin, bahwa kita sudah bersama sejak kecil. Dan berpikir kita akan terus bersama sampai kita tua nanti. Sampai aku terlalu bodoh dan berpikir menunda menyampaikan perasaanku padamu."
.
.
.
"Aku tak pernah berpikir kita akan berpisah..dan semua nya akan berjalan seperti biasa.. mengalir..sampai kita sadar kita saling mencintai meskipun tidak saling mengungkapkan"
.
.
Aku sedikit menyeka airmata ku.. perlahan aku pun membelai wajah Hianata.
.
.
"Kenapa aku begitu bodoh Hinata? Aku selalu menbuatmu menunggu. Karena kebodohanku ini aku membuatmu merana"
.
.
"Maafkan aku.. aku mencintaimu"

Naruto pov end.

Pintu ruangan terbuka perlahan. Seorang lelaki paruh baya berdiri disitu sambil mendengarkan ucapan Naruto.
Dia berjalan perlahan. Menghampiri naruto yang masih duduk sambil memegangi tangan hinata.
"Uzumaki san.."
"Ah.. Hiashi sama .. maaf aku.. aku..aku hanya.." Naruto sedikit tergagap ketika tiba-tiba Hiashi muncul di belakangnya.Naruto takut sekarang. Karena dia tak bisa menyelamatkan putrinya..dia terlalu gugup, sehingga Naruto hanya bisa menunduk. Ini bukanlah seorang pahlawan Konoha seperti biasanya. Naruto benar-benar bingung harus bagaimana ketika melihat seorang ayah yang putrinya gagal ia selamatkan. Naruto bahkan sering menghadapi musuh yang berbahaya dan mengancam keselamatanya. Tapi di hadapan Hiasi, Naruto merasa seorang pecundang yang tak berguna.
" seharusnya kau bisa merasakan kehadiranku, Uzumaki san. Tidak perlu se kaget itu."
"Maaf.. maafkan aku Hiasi sama.. aku hanya sedang tidak fokus"
Hiasi mendekat kearah naruto. Mata rembulanya menatap lembut wajah Naruto yang menunduk.
"Kau tidak perlu minta maaf.... justru aku. Aku yang berterimakasih padamu karena sudah membawa kembali putri berharga ku."
Naruto terdiam. Dia semakin malu karena membawa Hinata dengan kondisi seperti itu.
"Uzumaki..ah. maksudku, Naruto.. sebenarnya malam itu orang yang bernama Toneri datang kerumah kami. Dia memceritakan semua tujuan semua perbuatanya. Termasuk keinginannya untuk menikahi Hinata. Saat itu aku benar-benar bersyukur Hinata tidak ada dirumah. Toneri terus saja mengajak membuat kesepakatan. Tapi aku dan Neji terus saja menolak. Tidak mungkin juga membiarkan Toneri melangsungkan rencana busuknya. Dan karena itu, Toneri menjadi geram. Dan memutuskan untuk menghabisi klan Hyuga. Beruntung semua yang ada di rumahku bisa melawan boneka-boneka itu, meskipun akibatnya mereka semua terluka."
Naruto masih terdiam mendengarkan cerita Hiasi.
"Ini semua salahku, Naruto ."
Mata Hiashi terlihat berkaca-kaca. Sedikit heran dibatin Naruto. Ini bukan sosok Hiashi yanh sebelumnya. Sosok ini terlihat begitu rapuh memandangi wajah putrinya yang tidak bergerak.
"Tidak Hiashi sama, ini bukan salah anda.. lagian Toneri itu terlalu buruk untuk Hinata kan ?" Naruto mencoba mencairkan suasana dengan sedikit melucu. Namun candaanya terhenti ketika Hiashi menatap tajam kearah Naruto. Hal itu membuat Naruto gugup.
"Eh.. etto.. maksudku.. annoo. Bukan seperti itu caranya melamar seorang gadis di depan anaknya.. yaa. Yaa benar begitu." Ujar Naruto memcoba mengalihkan fokus pembicaraan.
Hiashi malah semakin tajam menatap Naruto.
"Tunjukan" ujarnya
"Eh?" Sahut naruto.
"Tunjukan padaku, bagaimana melamar seorang gadis."
"Apa?"
"Kau mencintai putriku"
Mata naruto membelalak mendengar ucapan Hiashi. Pupil matanya mengecil menatap lurus kearah Hiashi.
"Hiashi sama.. aku.. aku..aku .."
"Mencintai Hinata."
Naruto sangat terkejut karena Hiashi memotong bicaranya dan berbicara seperti itu. Dia benar benar tidak tau harus bagaimana berekspresi didepan pimpinan tertinggi klan Hyuga tersebut.
Hiashi tersenyum lembut kearah Naruto yang masih terkejut.
"Aku tau, Hinata juga mencintaimu. Bahkan sejak dia kecil."
Naruto menundukan wajah dan menatap sedih wajah Hinata yang masih terlelap.
"Untuk pertama kali, aku benar-benar mempercayai seseorang. Dan itu, kau. Uzumaki Naruto. Aku percaya, Hinata akan bahagia bersamamu."
Ucapan Hiashi sontak membuat Naruto begitu bahagia dan terharu. Ribuan bunga melayang di sekitarnya, wajahnya menyunggingkan senyum tipis yang begitu tulus. Mata saphire itu menatap lembut manik ametys Hiashi. Entah.. dia tak mampu berkata-kata. Dan Hiashi memahami itu. Hiashi menepuk pelan bahu Naruto.
"Arigatou.. Hiashi sama". Naruto menunduk hormat di depan ketua Hyuga itu.
.
.
.
"Naruto kun"
Naruto begitu terkejut saat mendengar suara yang begitu dia rindukan. Dia menunduk mendekatkan wajahnya ke tepi ranjang Hinata.
"Hinata...."

Perlahan, Hinata membuka matanya.

naruhina "on the moon" (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang