Menggapai Bahagia

3.3K 124 3
                                    

Satu minggu setelah Hinata siuman, dia diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Naruto jadi jarang mengunjunginya karena merasa malu jika harus bertamu ke mansion Hyuga. Hanya beberapa kali dan saat itu Hiasi pasti ikut bergabung dengan Hinata dan Naruto. Naruto masih mengingat betul ucapan Hiasi tentang melamar putrinya, dia ragu. Apakah orang seperti Naruto cocok dengan putri bangsawan seperti Hinata. Hatinya agak goyah, namun teman - temanya selalu mendukungnya. Hingga pada suatu malam di musim semi, Naruto datang bersama Kakashi dan Iruka ke mansion Hyuga untuk melamar Hinata. Dia terlihat begitu tampan dengan setelan Kimono dan rambut yang dipotong lebih pendek. Agak berbelit ketika menghadapi para tetua Hyuga.. namun, beruntung dia membawa Kakashi yang bisa menangani setiap situasinya.
Perbincangan yang paling mendebarkan.. dan hasilnya, lamaran Naruto diterima. Dia merasa amat sangat bahagia. Naruto membungkuk kepada para tetua Hyuga, menatap dalam-dalam Hinata yang tak henti-hentinya merona. Yah, malam itu sangat membahagiakan bagi Naruto.
.
.
.
"Braaaaaak"
Suara sebuah pohon tumbang begitu terdengar jelas. Hinata tampak terengah mengatur nafasnya.
"Bagaimana kau melakukanya? Pukulan udara mu bisa sampai sejauh itu" ujar Neji.
"Entahlah kak, hanya saja rasanya aku semakin kuat" sahut Hinata.
Neji memandangi pohon yang tumbang itu dengan byakugan. Jaraknya sangat jauh, bagaimana Hinata bisa melakukanya Hakke Kusso sejauh itu? Jika itu manusia, pasti dia langsung mati. Neji hanya bisa membatin.
Hinata duduk sambil meminum air yang dia bawa. Latihan kali ini sungguh melelahkan.ya, Hinata harus sering latihan agar tubuhnya terbiasa dengan chakra baru itu.
"Hinata, aku jarang sekali melihat Naruto." Tanya Neji sambil menggigit onigiri.
" dia ada misi.."
"Aku lihat, misinya tak pernah berhenti"
"Iya, rokudaime_sama memberi dia misi yang begitu banyak dan terus menerus"
"Pantas saja. "
"Aku merindukanya"
"Ooiii Hinata, dia sedang mengumpulkan uang. "
"Ya , untuk pernikahan itu Naruto bilang akan menggunakan uangnya sendiri".
"Kau benar, padahal menurutku, sebagai seorang pahlawan dunia dia seharusnya tak perlu terlalu memikirkan hal itu"
"Naruto memang pantang menyerah. Dia selalu seperti itu sejak dulu."
.
.
Neji tersenyum memandangi adiknya yang menunduk. Pandanganya menatap tanah dengan senyuman terukir dibibirnya. Naah.. siapa menyangka, adik kecilnya akan segera menikah. Menikah dengan pujaan hatinya yang dia cintai sejak dia masih kecil. Neji merasa sangat beruntung karena pria itu Naruto. Neji sangat mengenal Naruto. Sosok yang tak pernah menarik ucapanya sendiri.
"Ah. Kak Neji. Sepulang dari sini aku akan mampir ke suatu tempat sebentar". Ucapan Hinata sedikit membuat Neji terkejut.
"Mau kemana?"
"Hanya mengunjungi tempat favorit"
"Baiklah" Neji tersenyum. Dia paham betul yang dimaksud dengan tempat favorit. Ya. Tempat itu adalah makam Hyuga Hikari. Ibu mereka.
.
.
.
Hinata berjalan sendirian memecah jalanan konoha disenja hari. Beberapa orang menyapanya. Tak sedikit pula ya g meledeknya karena akan segera menikah.
"Oi.. Hinata chan" panggil seorang gadis yabg rambutnya di cepol dua.
"Ah, Tenten san. Apa kabar?"
"Seharusnya aku yang bertanya itu padamu. Aku dengar sesuatu yang buruk terjadi padamu"
"Ah, anoo. Itu sudah berlalu Tentan san. Aku tidak apa-apa sekarang"
"Benarkah? Bagaimana dengan Neji kun?"
"Ya, kak Neji juga tidak apa-apa. Kami semua dalam keadaan baik."

"Yukatta... maafkan aku Hinata chan. Seharusnya aku menemanimu. Jika tidak karena kecerobohan Lee, misi q pasti akan cepat selesai."
"Sudahlah Tenten san. Semua sudah kembali seperti sebelumnya bahkan lebih baik. Itu semua karena Naruto kun dan yg lainya yang sudah menolongku."
"Benarkah rumor yang ku dengar? Kalau Naruto melamarmu"
Hinata terkejut dengan pertanyaan Tenten. Dia tak mampu menjawab. Terlalu malu untuk mengatakan iya. Dia hanya tersenyum sambil merona hebat diwajahnya.
"Jadi benar?" Tanya Tenten.
Hinata kembali tersenyum tanpa menjawab.
"Kyaaaaaa Hinata chan.. sukurlah. Aku bahagia sekali. Naruto itu bodoh. Tapi aku yakin, dia pria yang baik." Ujar Tenten dengan mata berbinar.
Hinata kembali tersenyum wajahnya sudah semerah tomat. Dia terlalu bahagia dan gugup. Mata nya menatap Tenten dengan penuh binar.
"Lalu Tenten san ?"
"Aku kenapa?"
"Bagaimana dengan mu?"
"Apanya?"
"Apa rencana selanjutnya dengan Neji nii-san"
"Heee?"
"Kemarin aku menemukan fotomu di...."
"Aah Hinata chan.. aku.. ti.tiii...tiiidak mengerti a..a..pa.. yang kau bicarakan."
Tenten mendadak gugup. Dia bahkan sampai tergagap menjawab pertanyaan  Hinata. Senyum Hinata melebar. Dia semakin yakin jika memang terjadi sesuatu antara Tenten dan kakaknya .
"Aah, Tenten san.. aku akan sangat bahagia jika kau.."
"Anoo. Hinata chan.. aku ba..baru.. i ingat.. aku ada janji dengan ino.."
"Kau berusaha menghindariku, Tenten nii" wajah hinata tersentum makin lebar.
Tenten benar-benar gugup dan memilih untuk pergi dari situ dan mengucapkan selamat tinggal pada hinata.
Sepeninggal Tenten.. Hinata kembali meneruskan perjalananya. Dia sempat mampir ke toko bunga yamanaka dan membeli seikat bunga lily dan bunga matahari.
Suasana pemakaman konoha terlihat begitu jingga. Dia berdiri di depan sebuah nisan bertuliskan Hyuga Hikari.
"Apa kabar ibu.."
Hinata mulai bermonolog. Dia berjongkok mengusap nisan itu dan meletakan bunga yang tadi dia beli.
"Ibu, banyak hal buruk terjadi padaku dan pada Hyuga. Jika ibu disini, apa yang akan ibu lakukan? Aku bahkan hampir saja mati. Tapi jika aku mati, aku sangat bersyukur. Karena aku akan segera bertemu dengan mu."
Hinata sedikit membenarkan posisi berdirinya.
"Ibu, aku sangat mencintai Naruto..ibu tau kan ? Aku selalu bercerita denganmu sejak aku berumur 5 tahun. Si anak lelaki jinchuriki kyubi..ah ibu, kenapa aku bisa jatuh cinta? Padahal aku baru 5 tahun saat itu"
"Dan beberapa waktu lalu, Naruto melamarku. Aku menerima. Ayah dan yang lainya juga begitu. Ibu, aku akan menikah dengan orang yang aku cintai. Tapi...."
Hinata duduk di samping Nisan ibu nya.  Pandanganya terpaku pada nisan tersebut. Seolah dia sedang berbicara langsung dengan orang yang namanya terukir di nisan tersebut.
"Ibu... benarkah Naruto mencintaiku? Dia selalu tampak ceria dengan Haruno  san.. dia selalu ceria dengan teman-temanya. Sedangkan aku, setiap kali aku dekat dengan Naruto.. yang bisa aku lakukan adalah gugup dan jatuh pingsan."

Hinata terkekeh ketika mengatakan hal itu. Tanpa dia sadari, sepasang mata biru saphire sedang mengamatinya dari atas pohon. Dia berusaha meredam chakra nya supaya Hinata tidak merasakan kehadiranya.

"Apakah benar Naruto mencintai gadis seperti ku? Ibu.. bagaimana jika di...."
Tiba-tiba ucapan Hinata terpotong karena seseorang melompat dari atas pohon.
"Dia kenapa? Hinata?"
"Naruto kun?? Sejak kapan kau.."
"Sejak kau berbicara pada ibu mu tentang aku.. kau mengadukan ku pada ibu mu hey?

Sekilas Hinata tampak terpesona dengan tatapan Naruto. Mata biru sebiru lautan itu selalu tampak meneduhkan.

"Kau meragukan ku, Hinata."
"Ti..ti..dak.. bu..kan.. begi...tu"
Naruto menunduk untuk bisa melihat wajah Hinata yang bergetar. Dia pun menyamaakan tinggi nya dengan Hinata. Seolah berbicara pada anak kecil. Karena tinggi Hinata memang hanya sebatas dada Naruto.

"Dengar Hime...seumur hidupku. Sejak aku melihatmu dikerjai oleh segerombolan anak nakal di musim salju itu. Ketika aku melihat gadis kecil dengan mata seindah rembulan yang menangis, sejak itu.. aku merasa seluruh hatiku tercuri oleh mu. Setiap hari.. sampai kita di akademi. Melihat mu terluka ketika pertarungan.. melihat kau  bisa begitu akrab dengan kiba dan shino, tapi selalu berlari ketika melihatku. Kau begitu mudah bergaul dengan lelaki lain, tapi tidak dengan ku. Seharusnya aku yang meragukanmu.."
"Naruto ku... bu..bu..kan..beg"
"Aku mencintaimu.. melihatmu yang berusaha melindungi ku dari Pain, membuat aku semakin yakin bahwa aku benar benar mencintaimu. Ketika melihat Pain melukai mu, itu pertama kalinya aku membuat kesepakatan dengan Kurama untuk memakai kekuatan kyubi yang tersegel. Itu pertama kalinya bagiku ingin menjadi sangat kuat untuk melindungi mu"
.
.
Mendengar ucapan panjang lebar Naruto, Hinata hanya bisa memandangnya dengan mata berkaca-kaca..dia begitu terharu dengan ucapan Naruto.
.
.
"Hinata, saat perang shinobi berlangsung, aku tak bisa melepas pandanganku dari mu. Ingin rasanya aku menyuruh bunshin ku untuk menggendongmu menjauh dari area peperangan. Aku sungguh tak ingin melihat kau terluka. Kau yang terluka saat itu,tapi masih terus bersemangat untuk bertarung .. aaaah.. rasanya aku ingin menjerit.. menyuruh mu sembunyi dan pergi dari area peperangan"

Tangan hinata terulur menangkup pipi Naruto. Naruto membalas menggenggam tangan tersebut.

"Saat Toneri brengsek itu bilang akan menikahimu... demi Kami sama.. rasanya aku ingin menghancurkan bulan saat itu."

Naruto berlutut di depan Hinata, tanganya menggenggam erat tangan Hinata.

"Hinata.. aku mencintaimu.... demi apapun.. aku mencintaimu.. di depan makan ibumu aku bersumpah. Aku mencintaimu. Jika aku melanggar ucapanku, kau bisa mengutukku, membunuh ku.. atau apapun yang ingin kau lakukan padaku. Dan aku.. tidak akan pernah menarik kata kata ku"
Tatapan naruto dan Hinata saling mengunci. Dengan seutas senyum dibibir mereka, mereka mengucapkan kalimat yang sama...

"Itulah, jalan ninjaku"

naruhina "on the moon" (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang