(1)

25 3 0
                                    

Prolog

8 April 2010

Jika ada hari paling buruk sedunia, maka inilah harinya. Dimana semua yang aku kira akan menjadi kebahagiaan hakiki harus hancur lebur karena badai yang berdebur kencang. Iya, badai dari dia yang tanpa izin hadir di antara keluarga bahagia yang aku punya.

“Katakan! Sejak kapan?! Ayo katakan!” Teriak mamah dengan penuh amarah menyiratkan kekecewaan yang teramat dalam.

“Sudahlah. Apa yang kamu katakan itu tidak benar, kamu hanya tersulut curigamu selama beberapa tahun terakhir.” Sahutnya.

“Bohong! Kau pikir dengan aku yang selalu diam di rumah aku tidak tau apa yang kamu lakukan di luar sana hah?! Katakan!” Kemarahan mamah semakin sesak dan mendesak memaksa keluar hari itu juga.

“Ini yang membuat aku malas untuk pulang ke rumah. Kau selalu saja menuduhku ini dan itu tanpa alasan yang jelas. Aku sama sekali tidak mengerti dengan pikiranmu itu!” Bentak bapakku. Demi Tuhan, ini pertama kalinya aku mendengar bentakkan meluap dari bibirnya.

Aku menangis terisak di balik dinding ruang tamu waktu itu. Mereka bertengkar seakan tidak ada orang lain di rumah ini. Aku menatap nanar kedua malaikatku. Apa yang aku pikirkan? Aku hanya berpikir bahwa mereka sedang berakting, meniru adegan drama picisan.

“Aku tahu, kau memang masih muda meski pernikahan kita sudah berlalu 4 windu. Tapi bukan berarti kau bisa seenakmu mencari kebahagiaan lain di luar rumah! Apa kurang perhatian yang selama ini aku berikan?”

“Sudahlah. Apa kau tidak merasa sakit tenggorokan berteriak seperti ini? Ini sudah malam. Berhenti mengajakku bertengkar.”

“Siapa jalang itu?! Siapa?!”

“Diam! Aku lelah jika harus bertengkar denganmu semalaman!”

Tangisku semakin pecah di sudut sana. Bahkan segukan demi segukan lolos dari kerongkongan. Dan aku merasakan tangan di bahuku. Iya, kakak perempuanku mencoba menghalauku melihat badai malam itu.

“Sudah malam, ayo tidur. Kau tidak akan mengerti pertengkaran orang dewasa. Biar teteh yang menghentikan mereka.” Bujuk kakakku seraya menuntunku ke dalam kamarnya. Akupun menurut.

LOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang