20

20.7K 2K 317
                                    

Terimakasih atas dukungannya sampai sejauh ini,
Terimakasih untuk bintang dan para pembaca yang memberikan komentarnya tanpa pamrih,
Terimakasih untuk para siders yang eehhh... makin kesini makin banyak,
Terkadang saya berfikir untuk tidak meneruskan, tetapi saya tidak bisa membuat kecewa orang-orang yang memberikan semangat dan dukungan kepada saya.

Cerita Jaeyong akan terpisah ya, tidak untuk aku masukkan disini, mungkin hanya sebagian kecilnya saja.

Jadi selamat membaca :)

-

-

-

Bukan perkara mudah ketika kau berada diantara dua pilihan yang tidak menguntungkan dirimu. Sejauh ini Jaemin hanya memikirkan bagaimana ia bisa membuat semua orang tidak tersakiti atau lebih baiknya tidak ada satu orangpun yang harus berkorban. Tidak Taeyong ataupun dirinya.

Meneruskan apa yang kini berada dalam benaknya benar-benar membuatnya gelisah. Meninggalkan Jeno tidak ada dalam daftar keinginannya, lalu membiarkan Taeyong mengorbankan diri juga tidak ada dalam daftar kehidupan Jaemin, mereka baru saja bertemu dan Jaemin sudah menyulitkan Taeyong.

Mendesah lelah, ia beranjak berdiri menjauhi meja nakas, berjalan mendekati balkon kamar Jeno dan menghirup udara pagi disana. Semua orang sudah sangat sibuk sejak pukul empat pagi, bergerak kesana kemari memeriksa apa yang kurang dan apa yang harus di perbaiki.

Beberapa jam lagi ia akan mengucap janji sehidup sematinya dengan Jeno di depan Tuhan, upacara pernikahannya di laksanakan di sebuah gereja di tengah kota, dan resepsinya akan di gelar tepat di kediaman Jeno, media di perbolehkan meliput proses ikrar janji mereka tetapi untuk resepsi mereka tidak di perbolehkan memasuki wilayah Mansion keluarga Lee.

Jaemin tentu saja merasa gugup, ini hanya akan terjadi satu kali dalam hidupnya dan Jaemin tidak bisa membuat semuanya menjadi kacau karena kecerobohannya, otaknya benar-benar bekerja keras beberapa hari terakhir dan bersyukur Jeno tidak mengetahui kegelisahannya.

Suara pintu terbuka mengalihkan atensi Jaemin, ia berbalik dan mendapati Taeyong yang berdiri di tengah pintu dengan nampan isi sarapan miliknya. Tersenyum tipis Jaemin datang menghampiri.

"Ada apa dengan wajahmu itu? Kau gugup?"

"Lebih dari sekedar kata gugup Hyung."

Jaemin menerima uluran Taeyong yang memberikan segelas susu untuknya. Jaemin meminumnya dengan pelan setelah menerima suapan roti dari Taeyong. Mereka duduk di tepian tempat tidur.

"Aku juga merasakan hal yang sama saat menghadapi upacara pernikahanku." Cerita Taeyong.

"Tidak ada siapapun disana, hanya Paman Hankyung yang berada disana, beberapa keluarga besar dari Jaehyun, Ibu Haechan tidak tahu apapun, aku hanya perlu seorang wali dan Minwoo bukan pilihan untuk ku jadikan seorang yang akan mengantarku pada Jaehyun."

Jaemin mendengarkan, memerhatikan bagaimana Taeyong tersenyum saat menceritakan bagaimana pengalaman pernikahannya dulu. Tidak ada raut penyesalan seperti apa yang Jaemin khawatirkan, tidak ada raut terpaksa juga tidak ada kesedihan disana.

"Apa Hyung mencintai Jaehyun? "

"Huh?" Taeyong sejenak kehilangan fokusnya. Pertanyaan Jaemin membuatnya sedikit terkejut.

Membalas tatapan bertanya Jaemin, Taeyong meraih telapak tangannya.

"Mungkin pada awalnya tidak. Aku tidak tahu bagaimana perasaanku saat ini, tetapi pernikahan tanpa cinta itu mungkin akan mustahil terjadi."

Dear Nana [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang