#11 (ALVANIA)

75 15 0
                                    

BAGIAN SEBELAS

Aku ingin kita bersama. Bukan semakin menjauh layaknya drama. Berpisah bukanlah hal yang mudah. Walaupun melupakan jelas masih tidak bisa.

°°°

Malam menghancurkan semuanya. Semua hilang, meski ada satu orang yang kembali padanya.

Malam memang jahat, tidak akan pernah membiarkan seseorang hidup bahagia, walaupun itu hanya sekali seumur hidup.

Kebanyakan orang tak akan tau jahatnya malam, mereka menghadirkan orang lain yang dari dulu di dambakan.

Malam itu juga vania pergi ke kafe dekat rumahnya. Sepasang mata sedang menatap tajam tajam ke arah pasangannya masing masing.

Vania teringat jelas wajah alvaro. Dia sebenarnya tak ingin membuat alvaro hancur, tapi keadaan yang membuat mereka semakin hancur.

Vania memesan satu porsi spaghetti kesukaannya dan guava juice favoritnya dulu.

Duduk di sebelah kaca yang memperlihatkan indahnya jalan jalan kota di malam hari, meyakinkan vania untuk menempati meja itu.

Tapi ada seorang pemuda yang menghampiri vania, pemuda itu tersenyum manis.

Senyuman yang vania kenal, senyuman yang vania ingin lihat dari dulu.

Dia kembali. Dia datang lagi

Senyumnya bak malaikat, membuat sepasang mata vania tak berpaling untuk melihatnya.

"Vania.. Hallo.."

Vania masih melamun. Tangan pemuda itu mengibas pelan di depan mata vania.

Pemuda itu berusaha membuyarkan lamunannya.

Vania kaget. Dan langsung tersadar, matanya mengerjap beberapa kali, dan vania memalingkan mukanya untuk menutupi wajahnya yang sekarang merah padam

Dalam hati, vania sangat senang akan kehadiran pemuda satu ini.

"Kamu sama sekali nggak berubah yah.. Masih suka jadi kepiting rebus"

Pemuda itu menggelakkan tawanya. Dia berusaha mengejek vania.

Vania yang di ejek seperti itu langsung menggembungkan pipinya dan melipat tangannya di dada.

Lagi lagi pipi vania dipencet oleh seseorang, tapi bukan alvaro. Melainkan devan.

Vania yang merasa perbedaan sentuhan dari devan yang mengingatkan tentang alvaro membuat vania menepis tangan devan.

"Ma.. Maaf kak. Maksudku.. Bukannya ak.."

"Gak papa, kamu pasti udah gak biasa dipegang sama aku, maaf udah pegang pegang kamu"

Segampang itu devan memotong pembicaraan vania, dengan kalimat kalimat yang membuat vania merasa bersalah sendiri.

Membahas masa lalu, sedikit mengecewakan karena sudah pasti devan akan mengingatkan vania memori ingatan yang sengaja vania lupakan lalu dia menciptakan kembali ingatan itu hanya untuk sekedar mengingatkan lalu pergi.

ALVANIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang