40

1.6K 221 5
                                    

jangan lupa vote dan komen

Yuna duduk di kursi kayu yang ada di rooftop gedung rumah sakit itu. Niatnya ingin menenangkan diri, tapi dia malah menangis.

"Cengeng banget sih, Yun"

Tapi, kalimatnya itu bukannya malah menangkannya, gadis itu malah semakin menangis.

"Yuna, lo gak boleh cengeng. Lo adek kak Lia bukan sih?!"

Yuna teringat dengan harapan yang di berikan Lia satu tahun yang lalu. Harapan kalau kakaknya itu bisa sadar sewaktu-waktu, sekarang tidak ada harapan lagi.

Jiyeon bahkan sampai pingsan dan gak sadar berhari-hari pada saat malam kejadian. Kalau ada yang bertanya kemana Sakura, gadis itu sudah meninggal beberapa bulan yang lalu.

Berbulan-bulan menjadi buronan polisi membuatnya depresi dan memilih melompat dari kamar hotel tempatnya menginap.

"Gue bilang, kalo lo butuh bahu bisa dateng ke gue Yun"

Yuna tidak menyahut. Dia menundukkan kepalanya. Menyembunyikan air matanya dari pria itu.

Tapi, sesaat kemudian bahunya di tarik dan membuat gadis itu berada dalam pelukan pria itu. Hangat. Yuna mengeratkan pelukannya pada sosok yang lebih tinggi darinya itu.

"Sung, gue gatau harus gimana lagi. Harapan udah gaada, gue udah gaada beban lagi. Tapi, kenapa gue malah nangis"

"Sst, udah. Lo bisa cerita apapun ke gue. Gue masih ada buat lo, Yun"

"Bunda nangis semalaman di kamar, papa juga nangis diam-diam di dalam ruang inap. Gue harus gimana?"

"Dengerin gue"

Jisung menarik bahu Yuna. Membuat gadis itu menatap Jisung dengan hidung memerah dan mata yang sembab.

"Lo gak boleh nangis, samperin mereka. Bilang ke mereka, kalo semuanya udah baik-baik aja"

Jisung menghapus air mata yang mengalir di pipi Yuna. Kemudian memeluk gadis itu lagi.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🖇PARKIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang