Pelajaran IPA pun selesai saatnya semua siswa istirahat. Semua orang sudah keluar kelas kecuali aku, Jova, dan Alfan. Aku lihat Alfan masih menulis materi tentang ekosistem yang di tulis oleh Bu Siti tadi di papan tulis.
Aku dan Jova menghampirinya.
"Fan, mau ke kantin bareng, ngga?" tanyaku
kepada Alfan yang sedang sibuk bergulat dengan buku dan bolpoinnya."Ngga. Kalian duluan saja, kalian lihat sendiri, kan, aku belum selesai mencatat materinya," jawabnya ramah sambil menatap kearahku dan Jova untuk beberapa saat.
"Kalo soal itu mah gampang, nanti kamu bisa meminjam bukuku atau bukunya Jack," lanjut Jova.
"Ngga usah. Lagian sebentar lagi juga selesai, kok," tolaknya.
Aku perhatikan tangan kanan Alfan, sepertinya ada yang aneh dengan tangan Alfan itu. pergerakannya sangat lamban, seperti kesakitan. Aku memutuskan untuk memegang tangan kanan Alfan, Alfan nampak terkejut dan dia seperti menahan rasa sakit. Aku mendapat sedikit penglihatan tentang tangan kanan Alfan itu.
"Maaf, Fan. Apa itu sakit?" tanyaku.
"Iya, sakit. Karena ini aku jadi tidak bisa menulis cepat," jawabnya.
"Aku lihat ada luka memar di tanganmu. Kenapa, Fan? Sudah kubilang jika kamu sedang mempunyai masalah, kamu bisa cerita sama aku, sama Jova juga. Siapa tahu kita bisa membantumu," Ucapku.
"Tidak ada apa-apa, Jack. Luka memar ini aku dapat karena aku terjatuh di kamar mandi tadi, kamu tahu, kan, jika tadi aku bangunnya kesiangan jadi aku masuk ke kamar mandinya dengan terburu-buru. dan Brugh! Aku terjatuh, tanganku menghantam lantai dan jadi memar seperti ini," jelas Alfan. Aku sangat tahu jika dia sedang berbohong tapi aku tidak ingin mendesaknya untuk berbicara jujur.
"Makanya lain kali kamu harus lebih hati-hati, fan, walaupun sedang terburu-buru sekalipun. Supaya kamu tidak terjatuh lagi," nasihat Jova kepada Alfan.
Alfan mengangguk. "Iya, Va. makasih."
"iya." Jova tersenyum.
Alfan lanjut mencatat lagi. Mungkin dia tinggal mencatat beberapa kalimat lagi dan dia akan menyelesaikan materinya. Dan, yah, dia pun akhirnya selesai mencatatnya.
"Alhamdulilah akhirnya selesai juga," ucapnya lalu menghela nafas lega.
"Jadi ke kantin ngga? kan, mencatatnya sudah," tanya Jova.
"Ngga, deh. Kayaknya aku mau ke perpustakaan saja."
"Oh, gitu, ya. Kalo gitu aku sama Jack ke kantin dulu, ya. Byee!"
"Byee."
Jova dan aku langsung pergi ke kantin, sementara Alfan pergi ke perpustakaan.
-Kantin-
Sambil menikmati makan siang, aku memutuskan untuk menceritakan kepada
Jova tentang penglihatan yang aku dapat mengenai Alfan tadi.Aku meneguk air mineralku terlebih dahulu sebelum membuka pembicaraan.
"Va, sebenarnya apa yang dikatakan Alfan tadi itu bohong."
"Yang mana, Jack?"
"Yang tentang tangannya yang memar itu. Sebenarnya Alfan tidak terjatuh di kamar mandi. Tapi, tangannya memar seperti itu karena dia dipukul oleh ayahnya dengan ikat pinggang. Aku tidak tahu kenapa, yang jelas ayahnya terlihat sangat marah kepadanya. Aku juga melihat yang menabrakku di rumah sakit kemarin itu memang Alfan. Dia terburu-buru saat mengambil resep obat, entah itu untuk ibunya atau ayahnya aku belum tahu," jelasku. Jova terlihat kaget mendengar penjelasan dariku itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHISPER (COMPLETED)
Teen Fiction"Bisikan-bisikan itu yang selalu aku dengar ditelingaku setiap hari. Baik siang maupun malam. Namun, aku tidak pernah merasa terganggu. Karena, aku senang bisa membantu mereka, selama aku mampu melakukannya." -Jacken...