Dan aku melihat di sana ada seorang perempuan yang sedang menatap Ranti dengan tatapan penuh kebencian. Tentu saja perempuan itu bukan manusia. Kalian tahu kan pembicaraanku mengarah ke mana?Aku kembali mengarahkan pandanganku kepada Ranti yang masih menatap ke arah perempuan itu dengan wajah ketakutan.
"Kamu tidak usah takut, Ran! Ada aku di sini. Dan tenang saja aku akan mencari tahu apa yang di inginkan perempuan itu dari kamu," ucapku berusaha untuk menenangkannya.
Dalam hitungan detik dia mengarahkan pandangannya kepadaku. "Kak Jack bisa melihatnya juga?"
"Tentu saja aku bisa melihatnya. Apa kamu tidak tahu tentang anugerah yang aku punya?"
"Tidak tahu, Kak. Jadi, Kak Jack punya indra ke-6?" Lah kirain aku semua orang yang ada di sekolah sudah tahu mengenai kemampuanku, ternyata belum.
"Iya, bisa dibilang seperti itu. Aku rasa kamu sedang berada dalam masalah yang cukup besar, Ran, karena aku melihat jika perempuan itu seperti sangat tidak suka kepadamu."
"Aku juga tidak mengerti, Kak, salah aku aku apa. Aku juga tidak mengenal perempuan itu," jelasnya.
Saat aku lihat ternyata perempuan itu sudah tidak ada.
"Kita cari tahu nanti. Sebentar lagi bel masuk berbunyi. Kita harus sampai di sekolah tepat waktu."
Aku dan Ranti pun melanjutkan perjalanan menuju sekolah dengan langkah yang bisa dibilang sangat cepat atau mungkin setengah berlari.
"Nanti saat jam istirahat, temui aku di kantin ya, Ran!"
"Baik, Kak."
•••
Saat aku sampai di kelas, aku tidak melihat Jovania. Mungkin dia masih di perpustakaan.
"Pagi, Jack," sapa Anisa teman sekelasku.
Aku tersenyum. "Pagi, Nisa."
Anisa langsung berjalan menuju mejanya. Begitu pun denganku.
Aku sudah duduk di kursi. Lalu aku bongkar isi tas ranselku untuk menyiapkan peralatan tulis dan buku pelajaran hari ini. Sambil menunggu gurunya datang aku membaca-baca buku pelajaran yang akan dimulai sekitar 15 menit lagi. PAI, itu adalah mata pelajaran pertama yang akan berlangsung di kelasku hari ini.
Saat aku selesai membaca dan membuka halaman yang belum tergores dengan tinta sama sekali, aku terperanjat kaget. Saat melihat ada sebuah tulisan dengan tinta merah di atas buku catatanku.
"Jangan ikut campur, atau kau akan mati juga!!"
Itu adalah tulisan yang tertera dengan jelas di atas buku catatan PAI ku. Wait! Ini bukan tinta merah tapi darah. Apa ini ulah perempuan yang mengganggu Ranti itu, ya?
Bisa saja. Mungkin dia tidak suka jika aku membantu Ranti untuk terlepas darinya."Aku tidak takut kepadamu. Jika kamu berani kepadaku. Ayo, tunjukkan wajahmu di depanku," ucapku dengan penuh penekanan.
Dia masih belum menunjukkan wajahnya di depanku.
"Aku tidak bermaksud untuk ikut campur. Aku hanya ingin menyelesaikan masalah yang terjadi di antara kamu dan Ranti. Pasti semua ini ada permasalahannya, kan? Dan aku akan mencari tahu permasalahannya ada di mana. Aku rasa ada kesalahpahaman di sini," ucapku sekali lagi.
"Ini bukan urusanmu. Berhentilah! Atau kau akan menanggung akibatnya," jawabnya tepat di depan wajahku, mungkin jaraknya hanya 2 cm. Wajahnya yang dipenuhi dengan darah berhasil membuatku merasa ngeri, mual, dan kaget. Setelah itu, dia langsung menghilang entah ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHISPER (COMPLETED)
Teen Fiction"Bisikan-bisikan itu yang selalu aku dengar ditelingaku setiap hari. Baik siang maupun malam. Namun, aku tidak pernah merasa terganggu. Karena, aku senang bisa membantu mereka, selama aku mampu melakukannya." -Jacken...