Protect You #3

51 7 37
                                    

Aku dan Azizah tidak mengikuti pelajaran setelah jam istirahat usai, karena Bu Irma bilang Try out susulannya dilangsungkan saja, biar tenang katanya. Iyah, tenang sih, tenang, Bu. Cuman masalahnya kepala Saya dan Azizah jadi puyeng, nih. Tapi, tak apa. Lagipula ini untuk masa depan kita juga, kan? Eh, wait, masa depan bukan nikah ya, maksudnya. Karena aku hanya akan menikahi satu perempuan di dunia ini, dan perempuan itu adalah Jovania. Hahah! Tapi, sttt! Jangan bilang-bilang sama dia, ya. Biarlah yang tahu tentang hal ini hanya aku, Allah, dan kalian saja. Lha, kok, jadi ke sini, sih. Mohon maaf, ya, mungkin kepalaku jadi error gara-gara harus mengerjakan 4 mata pelajaran sekaligus. Jadi, tolong dimaklumi, ya.

Saat ini aku dan Azizah sedang mengisi soal pelajaran yang terakhir yaitu bahasa Indonesia.

"Ibu tahu kalian berdua adalah murid teladan di kelas kalian, tapi Ibu sarankan kalian mengerjakan soalnya dengan tenang karena waktunya masih banyak. 40 menit lagi, jadi manfaatkan waktunya dengan baik. Agar kalian mendapatkan nilai yang memuaskan," ucap Bu Irma yang bertugas sebagai pengawasku dan Azizah saat mengerjakan try out.

"Baik, Bu," jawabku dan Azizah bersamaan tanpa mengalihkan pandangan kita dari kertas yang berisi butir-butir soal bahasa Indonesia ini.

"Bagus," balas Bu Irma yang langsung duduk tepat di hadapanku dan Azizah.

Tersisa waktu 20 menit lagi, tapi aku dan Azizah sudah selesai mengerjakan soalnya. Bahkan kita sudah memeriksa hasil jawaban kita dua kali.

"Kalian sudah yakin tidak akan memeriksanya lagi?" tanya Bu Irma sambil merapikan lembar jawaban kerjaku dan Azizah.

"Iya, Bu. Lagipula Saya sudah pusing melihat huruf-huruf  yang berada di sana," jawabku sambil bercanda. Iya, karena Bu Irma adalah Bunda keduaku. Jadi, aku sudah tidak merasa canggung lagi untuk mengajak dia bercanda.

"Haha! Kamu ini ada saja jawabannya, Jack. Ya sudah kalo begitu kalian kembali ke kelas kalian!"

"Iya, Bu. Kalo begitu, kita permisi dulu. Assalamualaikum," ucap Jova mewakiliku.

"Waalaikumsalam."

Aku dan Azizah pun keluar dari ruang Guru.

Aku lihat wajah Azizah semakin pucat.

"Oh, iya, Zah. Kamu belum menjawab pertanyaanku yang tadi. Katanya kamu tidak baik-baik saja? Jadi, kamu kenapa? Apa kamu sakit?" tanyaku yang sedang berjalan di samping Azizah karena kelas kita kebetulan bersebelahan.

"Sepertinya tidak enak jika aku menjawabnya di sini, di sini terlalu banyak mata dan telinga. Kalo kamu memang benar-benar ingin tahu, temui saja aku di taman yang tidak jauh dari rumahku. Kamu masih ingat rumahku kan, Jack?"

Iya, aku pernah ke rumah Azizah saat kelas 10 untuk mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh Kakak kelas, karena waktu itu aku dan Azizah satu kelompok saat sedang masa orientasi siswa atau kalian sering menyebutnya dengan MOS.

"Baik kalo begitu. Tentu saja aku masih ingat, Zah. Ingat, umurku saja belum genap 18 tahun jadi ingatanku masih sangat kuat."

"Hahaha!" Azizah tertawa, tertawa yang terkesan dipaksakan. "Bagus kalo kamu masih ingat. Temui aku di taman setelah adzan ashar. Aku mohon jangan bawa siapa pun ke sana termasuk Jova," lanjutnya.

Aku semakin yakin jika ada hal yang sangat besar yang sedang Azizah tutupi. Makanya  dia sampai melarangku untuk mengajak Jova.

"Kenapa aku ngga boleh ngajak Jova, Zah? Kan, dia sahabat aku."

"Aku mohon, Jack. Hanya itu permintaanku, apa itu berat untukmu? Jika, iya. Ya sudah tidak usah jadi saja."

"Oke, oke. Aku tidak akan mengajak siapa pun. Aku tahu Azizah kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Dan jika kamu perlu bantuanku. Dengan senang hati aku akan membantumu."

WHISPER (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang