"Hmmm, aku mau ngasih mukenah buat Umi," ucapnya dengan wajah sendunya.
"Jika kamu mau ngasih mukenah ke Umi kamu, kamu kan bisa membelinya, kenapa kamu bersedih seperti ini?" tanyaku dengan wajah kepoku. Tapi tetap tampan. Hehehe!
"Iya aku bisa saja membeli mukenahnya untuk Umi, tapi aku ingin memberikan mukenah kepada Umi dengan mukenah yang aku buat sendiri, dengan tanganku sendiri, Jack."
Betapa baiknya dia Ya Allah, tolong panjangkanlah umurnya! Jack, mohon!
"Kamu memang anak yang sangat baik, Zi. Pasti Umi dan Abi mu sangat bangga bisa mempunyai putri yang baik dan solehah sepertimu," pujiku sambil tersenyum ke arahnya.
Entahlah, aku merasa senang saja jika aku sedang tersenyum kepadanya. Hatiku seketika merasa hangat, apa ini yang dinamakan rasa cinta? Tapi, apakah ini tidak terlalu cepat? Aku bisa mencintai Azizah kurang dari dua hari saja? Wah, gila sih. Aku kira hanya mie saja yang instan, ternyata cinta juga bisa instan. Wkwkwwk! Aku jadi bucin gini, ya? Iuwwww. :v jadi ilfil sama diri sendiri kan, jadinya. Tapi tak apa, yang penting dan yang paling penting adalah aku tampan, titik.
"Jika itu maumu, kenapa kamu tidak membuatnya saja, Zi?" lanjutku yang diakhiri sebuah pertanyaan untuknya.
Dia menatapku sebentar lalu dia menunduk, melihat buku yang tadi sempat dia baca. "Aku juga maunya begitu, Jack. Tapi, masalahnya aku tidak menjahit. Jadi, bagaimana aku bisa membuat mekenah untuk Umi jika aku sendiri saja tidak bisa menjahit," jawabnya. Nadanya sedikit pasrah.
"Sudah, Zi, jangan bersedih seperti ini. Apa kamu tahu jika Bundaku mempunyai butik?"
Dia mengalihkan pandangannya dari buku kepadaku lagi. "Iya, aku tahu, Jack. Memangnya kenapa?"
"Nanti pulang sekolah kita ke butik Bunda, ya. Aku akan meminta tolong kepada Bunda untuk mengajarimu menjahit di sana. Aku yakin, pasti Bunda akan menyuruh salah satu karyawannya untuk mengajarimu menjahit, sampai kamu bisa."
Dengan senyuman yang mengembang di wajahnya dan matanya yang berbinar dia bertanya, "kamu serius, Jack?"
"Iya serius atuh masa iya aku bohong sama kamu. Jadi kamu jangan sedih lagi, ya!"
Dia mengangguk sambil terus tersenyum. "Terima kasih, Jack. Aku semakin menyayangimu."
"Sama-sama, Zi. Aku juga." Aku mengelus kepalanya sambil tersenyum. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kepadaku jika tiba-tiba saja Azizah pergi meninggalkanku.
"Apa kepalamu masih sakit?" tanyanya yang menyadarkanku dari alam bawah sadarku.
"Hmmm, udah ngga, sih. Bisakah kamu membantuku untuk melepas perban sialan ini?"
"Hahah, tentu saja. Aku bantu lepasin, ya!" Dia tertawa kecil, tawanya terdengar sangat indah dan lucu di telingaku. Aku hanya menganggukkan kepalaku.
Azizah mulai melepaskan perban yang bertengger di kepalaku ini.
"Nah, sudah lepas."
"Terima kasih, Zi. Sekarang kepalaku sudah tidak terlalu berat."
"Sama-sama. Lukanya cukup dalam juga ya, Jack," katanya setelah memerhatikan bekas luka yang ada di kepalaku.
"Dalam juga ngga sedalam sumur, kan? Jadi, santai saja," balasku santai.
Dia terkekeh. "Dasar kamu ini!" Dia menoyor pelan tanganku. Aku cuman bisa cengengesan.
Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Apa Azizah tahu jika tanganku pernah patah dan aku juga pernah kena luka tusukan di perutku sampai aku tidak masuk 1 minggu dan tidak mengikuti try out pertama. Aku rasa dia tidak tahu, mengetahui dia juga tidak mengikuti try out pertama. Aku rasa, aku tidak perlu menceritakan tentang hal itu kepada Azizah. Lagipula udah lewat juga. Untuk apa kita membahas hal yang sudah terjadi, lebih baik kita membahas hal yang akan terjadi saja. Iya, kan? Iya, dong? :v
KAMU SEDANG MEMBACA
WHISPER (COMPLETED)
Fiksi Remaja"Bisikan-bisikan itu yang selalu aku dengar ditelingaku setiap hari. Baik siang maupun malam. Namun, aku tidak pernah merasa terganggu. Karena, aku senang bisa membantu mereka, selama aku mampu melakukannya." -Jacken...