Satu hari sebelum Ujian Nasional. Aku, Jova, Alfan, dan Zakia mengadakan makan sore di kafe favorit kita berempat. Sambil berbincang-bincang tentang hal apa saja yang akan kita lakukan setelah lulus SMA, termasuk membahas tentang kuliah kita berempat.
"So, besok adalah pertempuran terakhir kita menghadapi soal-soal sialan itu," Zakia membuka pembicaraan setelah menelan kentang gorengnya.
"Yes. And i can't wait for tomorrow," sahut Jova antusias.
"Aku malah ngga mau buru-buru besok," lanjut Alfan, wajahnya terlihat murung.
"Lho, kenapa? Apa kamu tidak mau lulus SMA dan tidak ingin mengejar cita-citamu, Al?" Aku yang tadi fokus mendengarkan pun bertanya seperti itu kepada Alfan.
Alfan menggeleng. " Tentu saja tidak, Jack. Aku ingin lulus dan ingin mengejar cita-citaku. Namun, aku belum sanggup saja harus berpisah dengan teman-teman."
Zakia tersenyum saat Alfan berkata seperti itu, lalu dia merangkul bahu Alfan. "Al Sayang, dengarkan aku. Setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Tapi perpisahan bukan akhir dari segalanya, tidak ada namanya mantan teman atau pun mantan guru, Al. Kan setelah kita lulus nanti kita masih akan bertemu, karena apa? Pasti akan selalu ada reuni. Jadi, jangan khawatir seperti itu." Aku dan Jova tercengang mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Zakia.
Apakah Zakia dalam keadaan sadar saat dia berkata seperti itu? Ya, tentu saja Zakia dalam keadaan sadar, Jack. Apa kau tidak lihat kedua matanya terbuka lebar seperti itu? Kau ini bagaimana, sih! :v
Alfan mengangguk, wajah murungnya kini sudah berganti menjadi cerah kembali, karena Alfan sudah mengukir senyuman di wajahnya lagi. "Iya, Kizon. Aku tahu itu. Tapi tetap saja itu akan menjadi moment yang sangat mengharukan, doakan saja semoga aku tidak menangis di acara perpisahan nanti," jawab Alfan. Zakia hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, lalu dia fokus lagi dengan makanannya.
"Percuma saja, Al. Walaupun kita mendoakanmu agar kamu tidak menangis di acara perpisahan, pasti kamu akan tetap menangis. Kan, kamu GGB," lanjut Jova yang membuat semua mata tertuju kepadanya.
"GGB?" tanyaku, Jova, dan Alfan bersamaan.
"Iya, GGB," ulang Jova.
"Apa itu?" Aku menaikkan sebelah alisku.
"Ganteng-ganteng baperan, hahaha!" Jawab Jova, lalu tertawa puas.
Aku dan Zakia pun tidak kuat untuk menahan tawa, dan akhirnya tawaku, Zakia dan Jova pun pecah. "Hahahah!"
Sedangkan Alfan terlihat sangat kesal. "Tak apa ganteng-ganteng baperan mah, asal jangan ganteng-ganteng brengsek aja!"
"Nah setuju tuh, Al. Hi five!" Aku mengajak Alfan untuk ber hi five ria.
Namun, nampaknya Alfan masih kesal jadi. "Ah, kau ini, Jack. Tadi menertawakanku, sekarang mengajakku tos, kau ini labil sekali," dengusnya kesal.
"Elah, gitu aja ngambek. Kan tadi Jova hanya bercanda saja, Al. Ternyata selain baperan kamu juga pundungan ya, Al."
"Sabodo teuing, nu penting mah urang kasep," jawab Alfan dengan bahasa Sunda yang artinya, bodo amat, yang penting aku tampan.
Aku dan Jova hanya bisa terkekeh mendengarnya. Sedangkan Zakia langsung tersenyum sambil mencubit gemas hidung Alfan yang lumayan mancung itu. "Iya, deh, iya. Pacarku yang satu ini memang tampan bahkan lebih tampan daripada si Abang Bakso yang mangkal di depan sekolah."
"Awwww, Zon, sakit, ish. Nanti tampanku hilang lagi," dengus Alfan semakin kesal.
"Lebay." Sekarang Zakia malah menoyor kepala Alfan.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHISPER (COMPLETED)
Teen Fiction"Bisikan-bisikan itu yang selalu aku dengar ditelingaku setiap hari. Baik siang maupun malam. Namun, aku tidak pernah merasa terganggu. Karena, aku senang bisa membantu mereka, selama aku mampu melakukannya." -Jacken...