"Yesha! Itu yang di luar bukannya suami kamu?" Silfy masuk ke ruangan Yesha dengan antusias."Iya, emang kenapa?" jawab Yesha malas. Lalu menatap layar laptop kembali.
"Kenapa nggak kamu temui. Dia nyariin kamu, kan?"
"Ogah. Dia ke sini beli baju. Sama seperti pelanggan kita yang lain."
"What! Beli baju di butik istrinya sendiri? Buat kamu? Hahaa ... lucu banget sih suami kamu, Sha. Bilang aja mau ketemuan, pake alesan beli baju segala." Silfy tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Yesha.
"Bukan buat aku, Sil. Buat seseorang, katanya. Dia beli baju muslim lengkap dengan jilbabnya," jawab Yesha sewot.
"Orang lain? Oo ... maksud kamu ibunya? Atau saudara perempuannya?" Tebakan Silfy sama persis dengan tebakannya di awal tadi.
"Dia yatim piatu dari kecil, dan juga anak tunggal." Jawaban yang sama dengan Hilmi juga diberikan kepada Silfy.
Yesha masih menatap layar laptop dan menjawab sekenanya. Baginya tidak ada yang menarik dari obrolan Silfy.
"Lhah, terus buat siapa dong? Pasti buat kamulah, Cantik ... Ciieee ... Yang mau pakai hijab ...." Silfy menggoda sahabatnya tersebut dengan nada manja.
"Kenapa tanya ke aku, sih? Tanya orangnya 'kan ada. Sana, ah, jangan ganggu! Aku lagi sibuk ini!" Entah kenapa tiba-tiba Yesha uring-uringan meladeni obrolan Silfy.
"Yee ... gitu aja marah. Aku samperin doi ya. Boleh 'kan diajak kenalan?" Silfy cekikikan menggoda Yesha.
"Serah kamu!" jawab Yesha sewot.
Silfy keluar menuju Hilmi yang duduk di sofa tunggu. Sofa tersebut memang diperuntukkan bagi para suami yang sedang menunggui istrinya belanja baju. Kebanyakan para suami malas kalau harus ikut istrinya mondar mandir memilah baju berjam-jam. Tahu sendiri 'kan?
"Hai, saya sahabatnya Yesha, Silfy." Silfy mengulurkan tangan di depan Hilmi untuk berkenalan.
"Oh, iya. Saya Hilmi." Lelaki itu menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan tersenyum ramah.
Melihat tangan terulurnya tidak dijabat Hilmi, akhirnya ditarik kembali dengan kikuk. 'Suami saleh,' batin Silfy.
"Kamu kesini mau menemui Yesha, 'kan? Dia di ruangannya. Silakan masuk saja."
"Oh, tadi sudah ketemu. Tapi sepertinya kehadiran saya membuatnya tak nyaman. Saya diusir. Hehee ...." Hilmi terkekeh pelan membayangkan kejadian di ruangan Yesha pagi tadi.
Silfy terkejut mendengar penuturan Hilmi. "Kamu diusir Yesha? Geblek tuh orang! Suami sendiri kok diusir." Silfy menatap sewot pintu ruangan Yesha yang tertutup.
"Gak apa-apa kok, saya bisa mengerti. Tadi dia sudah temani saya memilih baju-baju ini. Yaa ... niatnya sih hanya berkunjung. Tapi tak apalah sekalian belanja buat dia." Hilmi menunjukkan empat paper bag berisikan baju-baju yang sudah dicoba Yesha sebelumnya.
Silfy tersenyum melihat paper bag tersebut. 'Betul 'kan dugaanku, baju itu buat kamu, Yesha ....'
"Eemm ... iya saya juga bisa mengerti kenapa Yesha bersikap seperti itu. Mungkin ini berat baginya. Harus ditinggal seseorang yang sangat dicintainya di saat pernikahan sudah di depan mata. Dan kehadiranmu menggantikan calon suaminya, tentu membuat Yesha binggung harus bersikap bagaimana kepadamu. Sebenarnya Yesha orang yang baik. Kami bersahabat sejak awal kuliah. Aku kenal betul sifatnya. Yesha hanya butuh waktu untuk bisa menerima kenyataan ini. Kamu harus sabar." Silfy mengungkapkan pendapatnya panjang lebar. Sebagai sahabat, Silfy bisa merasakan apa yang sedang dirasakan Yesha. Tapi dia juga berharap, Yesha bisa move on dan kembali ceria menjalani hidupnya ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAM PENGGANTI
Духовные#2 - kisahcinta 18/04/2019 Ayesha Wijaya, gadis modern, seorang desainer muda, mestinya akan menikah dengan Narendra Atmadja. Namun sayang, pria itu meninggalkannya tanpa alasan yang jelas, sehari sebelum hari pernikahan. Padahal, undangan telah dis...