"Kamu masih kesal?" tanya Hilmi saat mereka sudah di dalam mobil.
"Tentu saja aku kesal dengan Farrel. Bisa-bisanya dia tiba-tiba muncul. Mana rombongan lagi!" ucap Yesha bersungut-sungut.
"Dia 'kan enggak tahu kalau kita nginap di sana. Ya sudah lupakan saja." Hilmi mencoba meredam kekesalan Yesha.
"Dia tahu, tapi ngotot nginep juga. Mas Hilmi enggak tahu sih, gimana malunya aku mendengar ucapan Farrel tadi. Mas juga sepertinya menikmati terciduknya kita, hayo ngaku?" tuduh Yesha kepada Hilmi karena sejak Farrel memojokkan Yesha, reaksinya hanya nyengir saja. Tidak ada ekspresi malu karena kepergok, walau secara tidak langsung.
"Ya ... semua mengalir begitu saja. Kita hanyut dalam suasana yang terjadi, Sayang. Kita juga gak menyangka ada orang lain di sana. Ya sudah biarkan saja. Toh mereka memaklumi kalau kita pengantin baru. Yang penting kita gak ketemu sama teman-temannya Farrel, 'kan? Jadi tidak terlalu malu."
Walau agak menurun tingkat kekesalan Yesha, tapi rasa malunya masih belum berkurang. Bibirnya masih manyun menatap jalanan kota Batu yang masih sepi. "Kita cari hotel saja, ya? Atau mau jalan-jalan lagi?" Tawaran Hilmi agar Yesha kembali senang hatinya.
"Kita pulang saja deh mas. Badanku terasa sakit semua. Pegal!"
"Ya sudah kita pulang. Insya Allah nanti pas libur panjang, kita rencanakan honeymoon ke luar kota, ya. Bali atau Lombok, mungkin."
"Iya, terserah Mas saja."
Mobil pun melaju membelah jalanan menuju rumah. Walau Hilmi juga merasa kecewa dengan kedatangan adik iparnya ke vila, tapi dia tak mau menunjukkan rasa kecewa tersebut. Baginya dimanapun tempatnya, asal bersama dengan Yesha, maka semua akan menyenangkan.
---***---
Dua bulan sudah berlalu. Yesha semakin menikmati peran sebagai seorang istri seutuhnya. Bu Nurya juga sudah kembali bekerja membantu urusan rumah mereka. Saat Hilmi mengajar, Yesha menyibukkan diri dengan membuat desain baju muslimah yang sudah diproduksi oleh El-Ibrahim sejak satu bulan belakangan.
Rencana kembali ke Surabaya diundur sementara waktu. Selain karena masih belum tega berpisah dengan Hilmi, juga karena Yesha masih sibuk dengan produksi baju muslimah tersebut. Semua pekerjaan yang berkaitan dengan butik, sementara waktu dihandle Silfy.
Suatu pagi saat Yesha berkantor di lantai atas ruko Hilmi, sebuah pesan masuk dari Silfy yang menyebutkan bahwa ada klien yang ingin bertemu langsung dengan dia, terkait penawaran kontrak kerja yang menggiurkan. Sebenarnya Yesha berat jika harus kembali ke Surabaya. Sebagai seorang istri, tentu dia ingin melayani suami dengan maksimal. Akan tetapi Silfy ngotot menyuruhnya ke butik. Hal ini membuat Yesha tak enak untuk menolak. Karena selain memang sudah meninggalkannya lama, mungkin klien ini memang benar akan menawarkan kerja sama yang menguntungkan untuk butik mereka.
Pukul satu siang, Yesha pulang untuk salat Zuhur dan menyambut kedatangan suaminya. Setelah selesai salat dan menyiapkan makan siang, suaminya pulang dari madrasah. Suara uluk salam terdengar dari ruang tamu, Yesha bergegas menyambut Hilmi.
"Waalaikumsalam. Mas sudah pulang?" mencium tangan Hilmi lalu mengambil tas kerjanya.
"Iya Sayang. Kamu ngapain?"
"Aku baru menyiapkan makanan buat Mas. Tadi Bu Nurya masak rendang lengkap dengan gulai daun singkong dan sambal hijau. Aku tinggal panasin saja. Makan yuk!"
"Iya, tapi mau bersih diri dan ganti baju dulu, ya. Gerah!"
"Iya."
Keduanya berjalan menuju kamar, sambil Yesha bergelayut manja di lengan Hilmi. Kebiasaan yang hampir tiap hari dilakukan Yesha saat menyambut suaminya pulang dari madrasah.

KAMU SEDANG MEMBACA
IMAM PENGGANTI
Spiritual#2 - kisahcinta 18/04/2019 Ayesha Wijaya, gadis modern, seorang desainer muda, mestinya akan menikah dengan Narendra Atmadja. Namun sayang, pria itu meninggalkannya tanpa alasan yang jelas, sehari sebelum hari pernikahan. Padahal, undangan telah dis...