Sudah hampir dua minggu Hilmi dan Yesha tinggal terpisah. Ada perasaan tak biasa yang menyergap hati keduanya. Biarpun sering jadi korban uring-uringan atau mendapat sikap dingin dari Yesha, Hilmi menikmati waktu kebersamaan mereka. Setidaknya dia bisa melihat sosok istrinya dalam jangkauan pandang. Kini rasa rindu itu mendera hati kembali. Seharusnya besok dia bisa bertemu Ayesha, tetapi Hilmi harus menggantikan kepala madrasah sekaligus kepala yayasan yang sedang sakit, untuk menghadiri raker Kamad MA se Malang Raya di Kota Batu.
"Maafkan aku, Yesha. Aku belum bisa ke Surabaya lagi. Aku harus menghadiri acara Raker Kamad di Batu sampai hari minggu." Suara Hilmi di ujung telepon membuat Yesha kecewa kembali.
Setelahh Jumat kemarin juga tidak bisa ke Surabaya karena ada acara di kampung. Jumat ini kembali tidak bisa bertemu. Yesha kecewa, pasalnya dia sudah belajar membuat kue brownies dengan Bik Minah untuk menyambut suaminya pulang.
"Oh gitu ... yaudah gak pa-pa." Hanya kata itu yang bisa diucapkan. Tak mungkin mengatakan bahwa dia berharap suaminya pulang. Yesha terlalu naif mengakui pada diri sendiri, terlebih kepada orangnya langsung.
"Terima kasih pengertiannya. Ya sudah aku lanjut ngajar, ya. Kamu jaga diri baik-baik. Assalamualaikum."
Yesha menjawab salam lalu menutup sambungan telepon tersebut dengan murung.
Silfy masuk ke ruangan Yesha membawa desain gaun permintaan klien untuk didiskusikan. Melihat sahabatnya itu termenung dengan tangan menggengam ponsel, membuat bertanya-tanya apa yang terjadi pada sahabatnya itu.
"Sha, kamu ngelamun?" Sementara nama yang disebut tak merespon apa pun. Pandangan masih terpaku pada ponsel yang digenggam. Akhirnya dicolek lengan kiri Yesha, dia terkesiap saat menyadari keberadaan Silfy yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya.
"Kamu ngelamunin apa sih? Jumat-jumat ngelamun. Awas kesambet lho!" Mata Silfy menyipit dramatis.
"Apaan sih? Siapa juga yang melamun?" elak Yesha tak mau dituduh melamun.
"Yaelah ni anak. Dari tadi aku panggil-panggil nama kamu. Diem aja kayak patung Pancoran. Lalu apa namanya kalau gak ngelamun? Meditasi, gitu? Ck!" Silfy protes atas sanggahan Yesha.
"Siapa yang barusan telepon? Rendra? Apa ortu kamu mau keluar negeri lagi?" Silfy penasaran dengan si penelepon yang sudah membuat sahabatnya termenung dalam lamunan.
"Dia ...," ucap Yesha tanpa memandang Silfy.
"Dia? Dia siapa?" kejar Silfy penasaran dengan dahi berkerut.
"Suamiku," jawab Yesha enteng.
"Kenapa dengan suamimu?"
"Dia nggak jadi pulang hari ini. Ada acara sampai minggu." Nada kecewa dalam ucapan Yesha, tertangkap jelas oleh Silfy.
"Oohh ... ehem ... jadi ada yang kangen, nih ceritanya?"
Memanfaatkan perasaan Yesha yang sedang muram, Silfy justru menggoda. Sudah lama Silfy tidak meledek orang di depannya ini. Karena biasanya dia murung dan uring-uringan terus beberapa hari ini. Entah karena ditinggal suami ke luar kota atau karena merindukan Rendra. Entah alasan mana yang membuat Yesha kerap bersikap uring-uringan dan melamun. Karyawan yang tak tahu apa-apa saja bisa jadi korban. Untung mereka berdua sahabatan, kalau tidak, sudah ditoyor kepala Yesha.
"Siapa juga yang kangen? Aku hanya kecewa dia tidak menempati janji. Dulu 'kan bilangnya Jumat sore pulang." Yesha manyun mengingat janji Hilmi waktu dia berangkat. 'Kenapa janji kalau gak bisa tepati?' batin Yesha dongkol.
"Sama saja, Cantik. Kamu kecewa dia gak datang karena kamu sudah kangen pingin ketemu sama dia, iya 'kan?" Silfy menaik turunkan alisnya.
"No way! Aku hanya kecewa karena usahaku membuat brownies untuknya percuma." Yesha keceplosan membuka rahasia. 'Duuhh ... ini mulut kenapa langsung nyerocos? Pasti bentar lagi aku jadi bahan ledekan Silfy.'
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAM PENGGANTI
Tâm linh#2 - kisahcinta 18/04/2019 Ayesha Wijaya, gadis modern, seorang desainer muda, mestinya akan menikah dengan Narendra Atmadja. Namun sayang, pria itu meninggalkannya tanpa alasan yang jelas, sehari sebelum hari pernikahan. Padahal, undangan telah dis...