Part 1

38.9K 1.1K 12
                                    

"Narendra kabur ke Singapura!"

Bagai petir di siang bolong. Kalimat itu memporak-porandakan hati dan pikiran Ayesha. Tubuhnya menegang, badan tak bisa digerakkan, mata memanas dan jantung serasa berhenti berdetak.

Narendra Atmadja, lelaki rupawan yang sudah menjadi kekasihnya setahun ini. Lelaki yang sangat dicintai. Lelaki yang selalu ada di saat Ayesha membutuhkan sandaran. Bercerita tentang keluh kesah dan apa saja yang membuat nyaman berada di sampingnya. Lelaki yang bisa memahami dirinya melebihi orang tua.

"Narendra kabur?"

"Besok kita akan menikah!"

"Kita sudah menyiapkan semuanya bersama-sama. Menunggu hari paling membahagiakan bagi kita. Besok!"

"Tapi mengapa kamu pergi?"

"Kenapa kamu meninggalkanku?"

"Apa kamu tidak mencintaiku?"

"Kenapa kamu menyakitiku?"

"Bagaimana hidupku tanpamu?"

Batin Yesha bertanya-tanya. Kalut. Bulir bening meluncur di pipi.

"Kami minta maaf atas tindakan bodoh anak kami," ucap Tante Lusiana, calon mertuanya yang juga terisak.

"Apa-apaan ini? Kenapa Narendra kabur? Besok akan digelar pernikahannya dengan Ayesha. Lalu bagaimana dengan nama baik keluargaku?"

Papa Ayesha, Handoko Wijaya, pria berumur 55 tahun itu marah besar kepada calon besan, orang tua Narendra yang juga rekan bisnisnya.

"Kami juga tidak menyangka akan terjadi seperti ini. Kemarin malam dia pergi tanpa pamit, lalu pagi tadi dia kirim pesan kalau dia tidak bisa menikah dengan Ayesha." Kali ini papanya Rendra, Haris Atmadja yang bicara dengan nada penuh penyesalan.

"Tidak bisa ...!"

"Undangan sudah disebar. Gedung, catering dan persiapan lain sudah siap semuanya. Bahkan tamu dari jauh, sebagian sudah menginap di hotel. Tinggal besok hari H pernikahan putriku. Bagaimana aku bisa menampakkan wajah di depan orang-orang, hah!"

Handoko sangat emosi menghadapi masalah ini. Matanya memerah, menatap tajam ke arah Haris. Dadanya naik turun menahan emosi yang membuncah.

"Aku mau tanggungjawabmu sebagai orang tua anak lelaki brengsek itu!" Handoko menuntut calon besannya dengan menunjuk jari ke muka Haris. Haris terlihat kebingungan atas tuntutan Handoko.

"Apa yang bisa kami lakukan? Rendra mematikan ponselnya dan kami kehilangan jejak. Kami tak mungkin bisa membawanya kemari besok!" Haris juga kalut. Semua orang di ruangan ini tegang. Tidak ada yang bisa memberi solusi terbaik.

"Carikan pengganti anak brengsekmu itu. Dan pernikahan besok tetap berjalan!"

Suara Handoko melengking memenuhi ruang tamu besar rumah. Semua mata terbelalak menatapnya. Istrinya, Haris, juga Lusi menatap Handoko seolah tak yakin dengan keputusannya.

"APA?!!"

"Apa maksud Papa?" Kali ini Yesha tak bisa diam.

Menurut Yesha, seenaknya saja papanya memutuskan mengganti calon suami. Seperti membeli gorengan saja, tinggal comot. Tentu dia tidak setuju. Lebih baik tidak ada pernikahan dari pada harus menikah dengan orang yang tidak dcintai. 'Ah, Rendra ... apa yang terjadi padamu? Kenapa kau buat kekacauan ini?' batin Ayesha merana.

"Itu jalan terbaik, Sayang. Kau akan tetap menikah. Dengan orang yang menggantikan tunangan pecundangmu itu. Nanti setelah kalian menikah, kamu bisa bercerai! Ini hanya untuk menyelamatkan nama baikmu dan keluarga kita!"

'Jawaban yang sangat bagus Papa!' gerutu Yesha dalam hati.

'Hah?! Menyelamatkan nama baikku dan keluarga kita katanya? Dia menyuruhku menikahi lelaki yang tak kukenal, lalu menyuruhku bercerai. Aku akan menjadi janda di usia semuda ini? Big No!' Batin Yesha protes terhadap usulan Handoko.

"Tidak, Pa! Lebih baik, Yesha tidak menikah daripada menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Aku tidak mau menjadi janda. Bagi Yesha, menikah hanya sekali. Dan itu dengan orang yang kucintai!" protes Yesha pada papanya yang mengambil keputusan sepihak. Dari segi mana pun, Yesha yang dirugikan atas keputusan bodoh itu.

"Ini hanya untuk menyelamatkan nama baik keluarga kita, Ayesha. Papa mohon terima keputusan Papa!" Masih dengan mata tajamnya, Handoko memohon untuk menerima keputusan konyol itu.

"TIDAK! Besok tidak akan ada pernikahan! Om Haris cukup tanggungjawab dengan mengadakan konferensi pers. Bersihkan nama keluarga kami! Dan ganti rugi biaya yang sudah dikeluarkan. Itu saja! Tentang Rendra, aku tak mau mengenalnya lagi. Bagiku, dia sudah mati!"

Dengan tatapan tajam, Yesha sampaikan isi hatiku. Bohong, jika dia mengatakan Rendra sudah mati baginya, karena sebenarnya gadis itu masih sangat mencintainya. Walau tidak tahu alasan lelaki itu meninggalkannya. Tapi bagaimanapun, Yesha tak akan menerima keputusan papanya..

"Tidak bisa Ayesha! Besok akan tetap ada pernikahanmu. Papa tidak mau tercoreng nama baiknya karena harus membatalkan pernikahanmu! Dan kau, Haris! Pastikan kau mempunyai pengganti anakmu untuk menikahi putriku!" perinta Handoko tak terbantahkan.

Sesak. Hati Ayesha terasa sesak. Ingin mati saja sekarang. Seolah ribuan pedang menusuk jantungnya! 'Papa egois!' Hatinya meringis.

"Handoko, sebenarnya aku punya anak angkat seusia Rendra, beda 2 tahun. Dia akan kesini hari ini karena besok mau hadir di pernikahan Rendra. Dia tinggal di Malang selama ini. Aku akan membujuknya untuk menikah dengan Ayesha. Dia anak yang baik. Jauh lebih baik dari Rendra, mungkin. Aku yakin dia mau menerima tawaran ini. Dan pernikahan ini akan tetap bisa dilaksanakan sesuai jadwal."

Ayesha terbelalak. Apa-apaan ini? Kenapa kedua orang tua ini bersikukuh untuk melanjutkan pernikahan yang bahkan calon mempelai prianya sudah pergi entah ke mana. Apa mereka tidak memikirkan perasan Yesha? Apa mereka tidak tahu bagaimana hati remuk redam tak berbentuk karena kepergian calon suami yang tiba-tiba?

'Oh, ayolah. Ini pernikahan! PERNIKAHAN ...!'

Walau pemahaman agama Yesha minim, tapi dia tak mau main-main dengan pernikahan. Ikatan suci dan janji pada Tuhan. Dan sekarang, seolah-olah mereka mempermainkan nasib gadis itu. Menikahkannya dengan lelaki yang tak pernah dilihat wajahnya. Lalu menyuruh bercerai setelahnya. 'Oh Tuhan ... apa yang harus aku lakukan?'

"Baiklah! Aku pegang janjimu. Besok, aku tak mau ada masalah lagi. Cukup kepergian anak lelaki brengsekmu itu saja. Jangan ada lagi masalah yang bisa mencoreng nama baik keluargaku!" Handoko meninggalkan ruang tamu dalam ketegangan.

Nama baik. Yah! Hanya itu yang ada di pikiran Handoko. Dia hanya mementingkan diri sendiri, sama seperti yang sudah-sudah. Dan Yesha hanya bisa menerima dengan hati perih. Sebagai anak, dia tak pernah diberi kesempatan untuk mengambil keputusan dalam hidupnya.

Oh ya pernah sekali, waktu dia minta bertunangan dengan Narendra. Handoko langsung setuju karena kebetulan dia anak tunggal rekan bisnisnya. Tetapi lelaki brengsek itu pergi di saat hari pernikahan menghitung jam. 'Aku benci kau, Narendra Atmadja! AKU BENCI ...!' jerit hati Ayesha.

---***---

IMAM PENGGANTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang