XIV

823 85 0
                                    

Sorot cahaya senter milik Emily diarahkan ke tempat lain untuk mencari anak kecil laki-laki yang mengajaknya ke tempat asing tersebut. Emily tampak kebingungan. Anak kecil yang sempat terantai itu juga ikut menghilang entah ke mana. Bau busuk semakin tercium hingga membuat perut Emily merasa mual. Perempuan itu tertegun sejenak. Dia mendengar suara napas berat dari seseorang yang berada di dalam kegelapan. Emily berdiri tegak dengan cahaya senter yang berada di atas tanah untuk kembali mempekakan kedua telinga dengan mata yang memfokuskan diri pada sebuah sudut ruangan paling gelap.

Terdengar suara retakan dari sebuah tulang yang membuat Emily sedikit mengilu. Kedua bola mata Emily membulat manakala dia melihat dua buah cahaya berwarna merah yang disusul dengan jeritan histeris dan mengakibatkan tubuh Emily terpental ke belakang secara tiba-tiba. Punggungnya menghantam tembok bebatuan hingga dia meringis kesakitan. Tidak lama setelah itu, terdengar suara hentakan kaki berlari kencang secepat kilat ke arah Emily.

Dalam satu kedipan mata, sesosok itu menampakkan wajahnya tepat di hadapan Emily. Tangannya sudah berada di leher perempuan itu dan siap untuk mencekiknya. Cengkraman tangan sesosok yang memiliki sorotan mata tajam dengan darah yang mengalir di mulutnya, semakin menguat sehingga bola mata Emily mulai melirik ke atas. Sarafnya melemah. Semua rasa sakit mulai terasa menjalar di seluruh tubuh Emily.

Sesosok itu tidak memberi kesempatan Emily untuk bernapas. Wajah Emily semakin memerah. Kedua bola matanya mulai terpejam dan tidak terlihat pupil mata perempuan tersebut. Emily berusaha untuk mengeluarkan kalung salib yang melingkar di lehernya dan sesosok itu langsung terpental jauh ke belakang. Sesosok tersebut masuk kembali ke dalam kegelapan dengan tatapan bengis yang masih mengarah kepada Emily. Tubuh Emily melemah dan membuatnya tersungkur ke bawah dengan terbatuk-batuk. Dia menarik napas sedalam mungkin dengan kedua bola mata terpejam. Ketika Emily menghembuskan napas dan membuka kedua bola matanya kembali, dia terkejut karena situasi di sekitarnya sudah berubah.

Emily sudah berada di dalam kelas. 

Wajahnya terlihat kebingungan.

Rasa panas di leher dan sesak di dadanya terasa hilang. Namun tidak dengan keringat di dahinya. Emily mengernyitkan dahi dengan tangan yang terus meraba lehernya sendiri. Dia pun bangkit dengan cepat dan berlari keluar kelas. Koridor di sekolahnya tampak terlihat sepi.

Apa aku baru saja bermimpi?

Emily melihat Felix berjalan menunduk di koridor dengan kedua tangan yang sibuk mengibas-ibaskan cairan kental berwarna merah di baju yang dikenakan oleh lelaki tersebut hingga dia berhenti di depan Emily.

Perempuan itu masih terdiam tidak berkutik.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Felix heran.

"Déjà vu," balas Emily perlahan dengan tatapan kosong.

"Déjà vu?" Felix mengernyit. "Apa maksudmu?"

Lelaki itu tersadar bahwa kedua bola mata Emily sesekali menatap ke arah bajunya yang basah. Pikiran Emily terbagi menjadi dua. Pertama, dia ingin sekali langsung menyeret Felix ke ruang kepala sekolah karena dia adalah dalang dibalik tewasnya murid-murid di sekolah secara mengenaskan. Namun apa daya, dia masih belum mempunyai bukti kuat terhadap hal itu. Dan yang kedua, apakah kejadian barusan hanyalah sekedar mimpi bagi Emily atau memang nyata.

Baik Emily maupun Felix saling menatap satu sama lain seperti sedang berbicara lewat pikiran masing-masing.

Tidak lama kemudian, suara Angela yang menggema langsung memecahkan keheningan di antara mereka berdua. Felix menoleh ke belakang, dilihatnya Angela berjalan mendekat dengan melambaikan tangannya tinggi-tinggi. Lelaki itu memutuskan untuk pergi meninggalkan Emily dengan wajah menahan amarah. Emily menoleh ke belakang dan terus melihat Felix yang berjalan semakin menjauh. Angela berhenti di hadapan Emily dengan raut wajah yang kebingungan.

[Completed] TSS [3]: Emily Dawson and Her Secret FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang