14. Iris

240 26 0
                                    


***

Bagaimana perasaanmu jika orang yang kau cintai tiba-tiba menghilang?

Hancur. Sedih. Shock. Marah. Kecewa. Kesal. Depresi. Tentu saja.

Kau tahu, aku sering mengalaminya tapi, kali ini berbeda.

Aku tidak tahu apakah ia benar-benar berharga atau tidak tapi... aku mengalami semua hal yang kusebutkan di atas.

Kau pikir ini bodoh? Yes, that is. That really stupid.

***

Waktu kecil, aku sering membaca dongeng

'Ahahaha, cepat tangkap'

Aku bukan anak yang suka berinteraksi dengan teman sebayaku. Aku lebih suka menjadikan buku sebagai temanku.

'Delapan,... sembilan,... sepuluh. Selesai'

Kau pikir itu aneh? Tapi menurutku itu hal yang biasa.

'Huwaaaa. Dia mendorongku'

Lebih tepatnya akan menyenangkan jika semua hal yang ada di buku itu benar-benar nyata. Contohnya salah satu buku kesukaanku. Judulnya, Iris.

***

Petra's POV

"...dan mereka hidup bahagia selamanya" aku menutup buku yang kupegang dan tersenyum pada gadis kecil yang matanya berbinar di sampingku.

"Bagaimana, apa kau menyukainya?" Tanyaku padanya. Ia mengangguk dan tersenyum lebar.

"Iya. Aku menyukainya, Petra-nee-chan" ia tersenyum tanpa henti dan aku menatap ke arah jendela sebentar lalu melihatnya lagi.

"Teman-temanmu sedang bermain. Kau tidak ikut?" Tanyaku padanya. Ia menatap keluar jendela dan bangkit berdiri.

"Terima kasih, Petra-nee-chan. Nanti aku akan ke sini lagi" ucapnya sambil melambaikan tangan. Aku tersenyum dan membalas lambaiannya.

"Sama-sama. Sampai bertemu lagi,... lain kali"

***

Levi's POV

Aku berjalan menyusuri pantai. Pasir putihnya menyelimuti kakiku. Kemudian aku berhenti dan menatap ke arah kejauhan disana. Tampak birunya lautan di sana.

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya seseorang di belakangku. Aku berbalik.

"Tidak ada" aku kembali melangkah. Tak mempedulikan orang itu.

"Ayolah, kau tidak boleh seperti ini terus," ia menyesuaikan langkahnya denganku "...Levi"

"Kau tahu...?" Aku membuka mulutku "...kau tahu apa itu 'Siren'?" Tanyaku dan aku berbalik padanya.

"Siren?" Ia berhenti melangkah "...apa itu?" Tanyanya. Aku berhenti melangkah.

"...aku pernah mendengarnya dari seseorang" aku menatapnya "mereka adalah makhluk hidup. Sejenis 'mermaid'" aku menatap ke arah laut kemudian menatapnya. Ia melongo menatapku.

"Haaah? Kau percaya dengan mitologi seperti itu??" Ucapnya. Kupikir ia hampir tertawa. Tentu saja.

"Hei, Levi..." ia menepuk pundakku "...jarang-jarang kau berbicara seperti itu. Ada-apa?" Ia menatapku "...mengapa kau membicarakan hal seperti itu?"

Aku memalingkan wajahku "tidak ada" aku kembali berjalan "...tidak ada"

***

Aku meletakkan bukuku di atas dada dan memejamkan mataku. Beberapa detik kemudian aku membukanya lagi.

'Selamat malam, Levi-san'

Aku menoleh dan mendapati gadis itu berdiri di dekat jendela. Aku bangkit dari tidurku dan menatapnya.

'Bagaimana kabarmu?' Ia bertanya sambil tersenyum.

"Aku baik-baik saja"

Ia tersenyum 'syukurlah'

Aku tak berhenti menatapnya. Sepertinya ia menyadari itu.

'Ada apa, Levi-san?' Ia berjalan mendekatiku kemudian berhenti sekitar lima meter dariku. Aku ingin menyentuhnya.

'Itu tidak mungkin' senyumnya hilang sesaat kemudian muncul lagi 'aku sudah mati'

DEG

Aku tersentak dan bernafas dengan cepat. Mimpi? Aku mengusap wajahku yang penuh keringat dan menyadari bajuku yang basah oleh keringat. Aku menghela nafas.

Aku menatap ke arah samping dan mengambil segelas air di atas meja dan meminumnya dalam satu tenggakan.

"...sial."

***

"Hei Levi,..." panggil seseorang. Aku menoleh "...tumben sekali kau tidak berangkat ke kantor hari ini. Apa terjadi sesuatu?" Tanyanya dari balik jendela mobilnya yang terbuka sebagian. Aku menatapnya.

"Aku lelah" ucapku sambil melanjutkan kegiatanku menyiram bunga blue bells di hadapanku.

"Kau baik-baik saja?" Tanyanya sambil keluar dari mobilnya. Aku meletakkan gembor yang ku pegang di bawah kakiku.

"Levi?" Ia memanggilku saat aku berbalik masuk ke dalam rumahku. Aku menuju ke dapur dan mengambil air di atas meja.

Glek glek glek

Aku meminum habis air di tanganku dan mengambil teko di hadapanku. Tiba-tiba seseorang menyentuh tanganku.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Hanji sambil menatapku tajam. Aku menghela nafas dan duduk di kursi.

"...aku baik-baik saja,... mungkin" aku menyandarkan kepalaku ke sandaran kursi.

"Mungkin? Apa maksudmu? Kau demam, kau tahu? Lihatlah wajahmu yang pucat!" Ucapnya sambil menyodorkan cermin miliknya. Ia benar.

"Aku tak percaya kau memiliki cermin. Kukira kau hanya suka berkelahi" aku tersenyum dan mengalihkan pandanganku. Kepalaku rasanya mau pecah.

"Ini bukan waktunya untuk bercanda, kau tahu? Cepat ke kamarmu dan berbaringlah" perintahnya. Aku tak sanggup melawannya. Akhirnya ia membantuku berjalan menuju kamarku.

"Dasar" ucapnya sambil mengusap keningnya "aku akan menyiapkam makanan dan obat untukmu. Istirahatlah" ia berbalik dan berjalan menjauh.

***

Hanji's POV

Aku baru saja berjalan ketika sesuatu menghentikan langkahku tiba-tiba. Aku berbalik dan menatap tangan Levi yang menahan lenganku. Aku kebingungan.

"Levi?"

"...tetaplah... di sini,.. Petra..." aku tersentak dan tersenyum sedih. Ia mengigau. Sebenarnya seberapa besar kau mencintai Petra, Levi?

"...kepalaku... sakit sekali..."

Aku menghela nafas dan mendekatinya. Kemudian aku meletakkan tangannya ke atas kasur.

"Kau sangat mencintai Petra, huh?" Aku tersenyum dan menatap tubuhnya yang mengurus. Sudah berapa lama ia terakhir makan dengan teratur?

"Petra,.. kau benar-benar gadis yang luar biasa" aku bergumam "...kumohon maafkan aku"

***

101 Rivetra's Love Stories (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang