16. Sadness on Aurora

223 17 0
                                    


***

'Sekaijuu no kodoku wo

Tsunagi awase

Kanashimi tsutsumu OORORA

Inori wa hateshinaku

Dore kurai no negai wo

Kanaeru darou

Dore kurai no omoi ga

Mada minai ashita e to

Todoku--'

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya seseorang dari balik pintu. Aku menoleh dan tersenyum. Kemudian melepaskan earphone yang sedang kupakai.

"Tidak ada. Aku hanya ingin sendirian" ucapku sambil memperbaiki poniku yang menutupi wajahku. Akukembali memasang earphone-ku, namun tiba-tiba sesuatu menyelimuti tubuhku.

"Kau bisa masuk angin" ucapnya sambil menyelimutkan jaketnya ditubuhku. Aku tersenyum.

"Aku baik-baik saja" ucapku. Aku memutar musik yang tadi sempat terhenti tadi, kemudian aku memejamkan mataku.

"lagu apa yang sedang kau dengar?" tanyanya. Aku menoleh dan melepaskan salah satu earphone yang terpasang di telingaku dan memberikan padanya. Ia menatapku sejenak kemudian mengambil earphone itu.

'Tomerarenai

Fuan ga kasoku suru hodo

Mienaku naru

Asu no yukue sagashite '

Aku terus bernyanyi dan ia mendengarkanku dan lagu itu. Sampai pada bait terakhir ia hanya diam dan duduk disampingku. Saat lagu itu selesai, aku menatapnya.

"Kalau Kau kedinginan Kau bisa masuk ke dalam" ucapku sambil menyodorkan jaketnya. Ia menatapku.

"Apa lagu ini sangat berarti bagimu?" tanyanya tanpa mengambil jaketnya. Aku tersenyum dan menatap langit malam tanpa bintang di atas kami.

"Aku menyukainya" jawabku "...ada apa?" tanya balik. Ia menatapku lagi kemudian ia menatap ke halaman di bawah kami.

"Tidak ada" jawabnya "kemarilah" ucapnya sambil merentangkan tangan kirinya padaku. Aku tertawa kemudian menyandarkan kepalaku didadanya.

"Padahal suhu tubuhmu seperti ini tapi kau bilang baik-baik saja" ucapnya sambil menyentuh lenganku. Aku tersenyum kecil dan semakin merapatkan tubuhku padanya.

"Sayang sekali di sini tidak ada aurora" ucapku. Kemudian aku merasa ia menatapku. Selanjutnya ia menyentuh dan mengusap kepalaku.

"Bagaimana jika tahun depan kita pergi ke Alaska?" ucapnya. Aku terdiam dan tersenyum.

"bolehkah?" tanyaku sambil melihat langit. Satu persatu bintang mulai bermunculan di sana.

Ia mendekatkan bibirnya dan mengecup kepalaku "tentu saja. Sekarang ayo masuk ke dalam agar kau tidak masuk angin"

***

'Tsunagi me kakusu youni

Watashi wa uso wo tsuita

Kono sekai de anata ga

Ichiban itooshii kara'

Aku menatap langit di atasku. Sepertinya malam ini tidak akan ada yang terlihat. Sejak tadi siang awan menutupi langit di atas sana. Aku merapatkan topiku dan memasukkan tanganku ke dalam mantelku. Aku berjalan sendirian disini. Sepertinya tak ada pengunjung yang mau keluar di cuaca dingin yang tak biasa seperti ini. Aku menatap langit dan melihat pancaran cahaya di langit. Aku menatap cahaya itu nanar.

'Kesedihan terselimuti aurora yang menghubungkan kelengangan seluruh dunia

Harapan itu tak pernah ada batasnya

Berapa banyak harapan yang akan ia kabulkan?

Berapa banyak perasaan yang akan ia sampaikan

pada hari esok yang belum terlihat?'

Kemudian aku kembali berjalan. Mengabaikan orang-orang yang entah sejak kapan muncul di jalan. Aku lelah.

"Lihatlah aurora itu untukku, Levi..."

Aku mengusap wajahku dan berhenti. Kemudian berbalik dan menatap pancaran sinar di atas langit.

"Kau benar, Petra. Ini memang indah. Tapi itu tak ada artinya jika aku tak bisa melihatnya bersamamu" Aku tersenyum pahit dan menatap cahaya itu dari ujung ke ujung.

"Aku sudah menepati janjiku. Kita akan segera bertemu" ucapku. Aku berbalik dan kembali melangkah menuju villa. Tempat terakhirku melawan kanker otakku.

'Kuredam suaraku di tempat persembunyian hutan ini

DI luar jendela, kutatap angkasa sembari menunggu pagi tiba'

"...pagi yang takkan pernah tiba"

***

Dari lagunya Aimer, ehehehehehe UwU <3 <3

101 Rivetra's Love Stories (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang