19. Sailing

152 23 0
                                    

***

Benar. Hari itu hujan tidak turun. Langit berwarna dan awan memenuhi langit. Burung terus berkicau dan ia masih tersenyum seperti biasanya dan berbicara seperti biasa.

"Langitnya indah" ucapnya sambil menatap awan. Aku mengangkat kepala dan melihat ia tersenyum. Aku menghela nafasku.

"Kau benar" aku duduk tegak disampingnya dan menatapnya. Ia menoleh dan mengembungkan pipinya.

"Kau tidak perlu menghela nafas seperti itu, Levi..." ucapnya dan ia menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya "...benar-benar tidak cocok"

"Bukankah kau terbiasa melihatku menghela nafas, Petra?" Aku mengusap tengkukku "...bukan sekali dua kali aku seperti ini"

"Tapi, kau tidak bisa menghela nafas dihari yang cerah seperti ini" ia memalingkan wajahnya dan aku tersenyum.

"Aku tidak peduli" aku menggenggam tangannya dan meraih tengkuknya. Bibir kami bertemu.

Aku menciumnya perlahan selama beberapa detik. Setelah itu aku menarik wajahku dan tersenyum "masih marah?" Tanyaku. Ia menutup mulutnya dan menatapku gugup.

"K... Kau bodoh" ia memalingkan wajahnya. Dan aku tersenyum lebih lebar ketika melihat telinganya memerah.

"Sepertinya air minummu sudah habis" aku menatap gelas kosong di atas meja dan mengambilnya "...aku akan mengambilnya lagi--" gerakanku terhenti karena sesuatu dan aku berbalik.

"Petra?" Aku menatapnya yang sedang menahan kausku "...ada apa?"

"..."

"Ya? Apa kau baru saja mengucapkan sesuatu?" Tanyaku. Kemudian ia menatapku sendu.

"...jangan pergi.." ucapnya parau. Aku terdiam. Saat itu pula aku juga memluknya.

"Aku takkan pergi" ucapku lembut. Tubuhnya gemetar dan aku tahu itu. Aku mengusap lembut kepalanya "...tidak apa-apa"

Ia memelukku lebih erat dan aku mengecup kepalanya.

***

"Kau sudah sarapan?" Tanyaku sambil meletakkan sekeranjang roti di atas meja. Ia menatapku lesu dan memalingkan wajahnya.

"Ada apa?" Tanyaku. Sepertinya ada yang tidak beres "...kau baik-baik saja?" Aku mendekatinya dan menggenggam tangannya. Ia menatapku dan tersenyum.

"Semalam dokter datang..." ucapnya. Tubuhku menegang. Kuharap tak ada berita buruk.

"...lalu?" Tubuhku berkeringat. Aku menggenggam tangannya semakin erat "...apa yang ia katakan?" Ia tersenyum hangat.

"..."

Tubuhku lemas. Bagaimana mungkin? Aku menunduk. Apa tidak ada sesuatu yang bisa kulakukan?

"Tidak apa, Levi" ia mengusap kepalaku "...mereka bilang aku harus mencarinya agar bisa sembuh" ia mendekatkan wajahnya padaku "...jangan khawatir"

Aku mengangkat wajahku dan kulihat ia tersenyum.

"Kau mengerti?" Ucapnya sambil tersenyum dan memiringkan kepalanya. Aku tidak ingin menambah beban Petra, jadi aku tersenyum. Meski sangat berat.

"...akan kuusahakan" ucapku. Aku mengelus kepalanya dan ia tersenyum seperti anak anjing.

***

"...Levi... kau disana?..." ucapnya lemah. Aku mengepalkan tanganku dan berbicara.

"Aku disini, Petra. Bertahanlah" ucapku khawatir. Sial.

"Le... vi.." ia memanggilku. Aku tersenyum pahit padanya.

"Ja... ngan... lupa..." ucapnya lemah. kemudian ia menutup matanya.

"Petra?! Petra Ral?!"

***

Benar. Hari itu hujan turun. Tidak seperti hari saat kau tersenyum. Lihat wajahmu sekarang. Sungguh tenang. Hari pemakamanmu diiringi langit yang gelap. Matamu tertutup. Tidak seperti mereka yang terkadang sesenggukan melihatmu. Sesuai janjiku padamu, Petra Ral.

END

***

Astagfirullah berapa bulan???? :')
Maafkan diriku ini, my beloved readerrrr 😭😭😭



















101 Rivetra's Love Stories (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang