18. Ring of Fortune

189 20 0
                                    



***


Aku menjulurkan tanganku ke atas dan menatapnya, benar-benar kontras dengan langit malam saat ini. Kupikir warna kulitku biasa saja, tapi semua orang selalu merasa aneh ketika bertemu denganku pertama kali. Mereka bilang kulitku sangat pucat.


"Sepertinya mereka benar" gumamku. Kemudian sesuatu bersinar diantara jariku. Tanpa kusadari aku tersenyum.


"Benar. Suatu hari ya..." aku menatap benda kecil di jari manisku. Cincin keberuntungan. Kenapa namanya seperti itu ya?


Benar. Aku masih mengingatnya. Mungkin hanya hal itu yang masih aku ingat. Aku menutup mataku dan bermimpi.


***


"Aku tidak tahu, kalau akan jadi seperti ini" ucap seorang pria. Gadis itu mengangkat wajahnya dan tersenyum pahit.


"aku ingat. Hari itu sama seperti hari ini. 22 agustus saat senja. Saat itu kita sedang berjalan-jalan. Tidak apa. Aku juga tidak yakin apa aku masih mengingatmu nanti" ucap gadis itu. Ia tersenyum.Pria itu menatapnya dan mengepalkan tangannya.


Pria itu membuka mulutnya, seperti hendak mengatakan sesuatu tapi ia berhenti, kemudian membuang wajahnya.


"Kau tidak perlu khawatir" Gadis itu tersenyum dan mendekati pria itu. Kini jarak mereka tinggal beberapa senti.


"Dari awal, kau sudah memahaminya. Bukankah itu perjanjian kita? Sepertinya ini salahku" gadis itu tersenyum pahit dan menundukkan kepalanya.


"Tidak, Petra. Ini bukan salahmu" Pria itu mengangkat wajah gadis itu. Wajahnya terlihat pucat. "Ini salahku..." gadis itu menatap pria itu dan tersenyum.


"Siapa yang akan berpikir jika orang paling berpengaruh di dunia juga bisa menangis?" Petra menyentuh wajah pria itu dan mengusap air mata yang perlahan mengalir keluar dari wajah pria itu. Pria itu hanya menggenggam tangan gadis itu.


"Menangislah, Levi" Petra tersenyum dan menyandarkan dahinya pada wajah pria itu. Ia menutup matanya dan mulai merasakan kehangatan pria itu.


"Jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik, tidak apa-apa..."


***


"Benar. Itu sudah lama. Aku tidak tahu apa bisa bertemu dengannya lagi"


Aku tersenyum dan menatap kembali ke luar jendela. Tiba-tiba aku bangkit dan tubuhku gemetar.


"...tidak... mungkin..." aku menutup mulutku dan terduduk lemas. Air mataku mulai mengalir.


"Dasar pembohong..." aku tersenyum dan berdiri. Kemudian melangkah menuju beranda.


Aku tersenyum dan menatap pria di bawahku. Pria itu menatapku dan tersenyum hangat.


"Aku pulang, Petra" pria itu tersenyum dan menjulurkan tangannya.


"Dasar bodoh" gadis itu tersenyum dan melompati pagar. Kemudian memeluk pria itu.


"Pembohong..." aku menempelkan wajahku dan memeluk pria itu erat.


Aku mendengarnya menghela nafas dan ia perlahan mengusap kepalaku.


"Maafkan aku, Petra. Ini sedikit sulit tapi, aku sudah berjanji" ia memelukku erat dan aku merasakan ia mengecup kepalaku.


"Syukurlah kau sudah datang" aku mengangkat kepalaku dan tersenyum. Ia juga tersenyum "Aku pikir aku takkan mampu menahannya lebih lama lagi" air mataku kembali mengalir. Ia tersenyum. Aku tahu ia tidak bisa menyembunyikannya.


"Kau sudah berjuang, Petra..." Levi menyentuh wajah gadis itu "...maaf karena aku terlambat"


"Tidak apa, Levi. Terima kasih, untuk semuanya..." aku menutup mataku dan merasakan bibirnya menyentuh lembut bibirku. Syukurlah, kami masih bisa bertemu untuk terakhir kalinya.


"Kau benar-benar payah, Kapten"


***


Pria itu duduk dan menatap gadis dipangkuannya. Gadis itu tidur dengan tenang. Pria itu kemudian menyentuh wajahnya.


Berjanjilah, kau tidak akan menangis...


Pria itu tersenyum pahit, air mata mengalir dari pelupuk matanya.


...hingga aku benar-benar pergi.


***


Huweeeeeeeeeeeee........... cerita baper lagiiiiii QwQ

Maafkan author ini, authornya memang suka sad story, apalgi ttg rivetra QwQ :"3


Hope you like it <3

101 Rivetra's Love Stories (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang