Bulan berbeda, kamar berbeda. Pegas kasur kembali jadi korban. Bukan kasur kemarin, melainkan kasur dengan lebar dua kalinya. Besi penyusun pegas berderit, menjerit, sesekali melilit busa kasur, sedikit demi sedikit. Kalau kasat mata telanjang, bisa diperhatikan kutu-kutu kasur ikut terbang. Semua ulah siapa lagi kalau bukan kaki kecil yang melompat dengan ganas. Lagi dan lagi. Ditegur tidak mempan. Peringatan rusak pun, tak dihiraukan. Andaikata bisa mendengar seruan protes kutu yang terganggu, pasti ya diabaikan juga. Tidak pengaruh. Tertawa saja balasannya.
Sebab, hari ini ayahnya pulang lagi.
Ayah tidak pulang sendiri. Ia ditemani mainan baru, hadiah untuk Ganesha. Mainan itu lebih keren dari semua mainan yang pernah ia lihat. Bentuknya pesawat. Besar sekali. Ada dua; yang pertama hijau tua polos, mirip warna seragam ayahnya, yang kedua berwarna putih dengan garis-garis biru tua. Yang putih lebih besar, namun Ganesha lebih suka yang satunya. Bukan karena warnanya hijau, tapi karena Ayah bilang, pesawat hijaunya mirip dengan yang ia terbangkan.
"Yang ini pesawat Fokker, Nes. Bisa terbang akrobatik di atas langit."
Mata Ganesha menyipit. Dia belum pernah dengar kata akrobatik sebelumnya.
"Kalau ini pesawat Garuda Indonesia. Penumpangnya banyak. Bisa bawa semua orang jalan-jalan, dari satu kota ke kota lain, bisa juga ke negara lain. Kamu belum pernah naik pesawat, kan?"
Ganesha menggeleng. Tapi ia pernah mimpi naik pesawat. Memangnya berbeda?
"Kapan-kapan kita naik Garuda Indonesia, Nes. Kamu pasti seneng."
Bocah itu ganti mengangguk cepat. Dia senang mimpi naik pesawat. Terutama pesawat yang ada tembak-tembakannya. Kalau naik pesawat sungguhan, dia mau duduk di depan sambil memegang tembakan.
"Kamu tau ndak, pesawat Fokker ini dulu dipakai buat perang?"
"Perang itu apa?"
"Perang itu kalau ada negara yang bertengkar."
"Tengkar itu apa? Kenapa tengkar?"
"Kadang-kadang manusia bertengkar. Kamu juga suka bertengkar sama Bunda, kan? Bunda mau nonton berita, kamu mau nonton kartun. Kalau Bunda tetap nonton berita, kamu marah. Kalau kamu ndak mau tidur, malah nonton kartun, Bunda marah. Itu namanya bertengkar."
Ganesha memandangi ayahnya. Bunda bilang, kalau Ganesha nangis mau menonton kartun, itu namanya misuh. Kadang dibilang ngambek. Dia baru tahu ada yang namanya tengkar. Dia juga baru tahu, ternyata negara suka menonton kartun. Padahal Bunda bilang kartun itu tontonan anak kecil.
"Kamu tau ndak, orang yang menerbangkan pesawat namanya apa?"
"Pilot!"
"Pinter. Namanya pilot. Pilot itu laki-laki atau perempuan?"
"Laki-laki!"
"Pilot ada yang laki-laki, ada yang perempuan. Sebelum kamu lahir, sudah ada dua pilot perempuan di TNI AU, namanya Lulu Lugiyati dan Herdini Suryanto."
"Perempuan bisa merbakan pe-"
"Menerbangkan, Nes," potong ayahnya, membetulkan.
"Merbakan?"
"Menerbangkan. Coba, mener."
"Mener ...," contoh Ganesha ragu-ragu.
"Bangkan."
"Bakan?"
"Bang."
"Bang ...."
"Kan. Bang-kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kalau Sudah Besar, Ganesha Mau Jadi Apa?
General Fiction"Ganesha, kalau sudah besar, kamu mau jadi apa?" Ganesha bingung, kemarin gurunya juga menanyakan hal yang sama. Apa memang orang dewasa suka menanyakan hal itu? Kemarin Ganesha menjawab ingin jadi presiden, karena presiden fotonya selalu dipajang d...