12.

1.9K 79 3
                                    

Sekarang Revano semenjak tak menjalin hubungan apapun dengan Vania. Ia diam, tak banyak bicara, dengan seribu sikap cuek dan sikap dinginnya, membuat siapapun yang bergaul dengannya merasa tidak betah.

Revan tak tersentuh, hatinya kembali beku, Ia membutuhkan sang penghangat. Kemana dia ?

Bahkan dengan keluarganya sendiripun Ia hanya berbicara seperlunya tak lebih, bisa dibilang kurang.

Jawabanya tak jauh dari : oh. ya. hm. iya,ga. gapapa. tau. ga ngurusin. terserah. ok. dah. yaya. ga peduli. ga nanya.

Seperti saat ini Justin tengah berbicara panjang lebar, bahkan Kentpun menanggapi sesuai dengan cerita Justin, tapi tidak dengan Revan.

"Revan, Respon kek dikit. Gue lagi ngecurhat nih. Hargain napa" kesal Justin

"udah seminggu lebih lo ga pernah cerewet kaya dulu, kenapa lagi sih ?" geram Justin, Revan ini sangat misterius

"gapapa" jawabnya cepat

"lo ga papa, tapi kenapa napa, jangan suka kaya Vania deh, lo berdua memang sama ya" celetuk Justin

"lo kenapa Rev ?" tanya Kent lembut

"gue bilang gue gapapa" tegasnya

"udah deh ya ga jaman yang namanya drama "GAPAPA". Udah jaman milinial nih, kalo ditanya kenapa itu jawabnya karena." kesal Kent

"ya udah stop peduli tentang hidup gue. Gue bisa urus sendiri. Ga usah sok peduli juga" tegas Revan, nah kan ga jelas tadi si Kent nanya baik baik, si Repan ngegas

"ada masalah apa sama Vania ?" tanya Kent to the point

"gue bilang----" Revan ingin sekali membentak kedua orang pemuda di depannya ini

"kenapa lo sama Vania ? Ga usah bilang gapapa. Temenan sama lo bukan sehari dua hari ye, gue tau gimana munafiknya elo !" caci Kent kesal

"pasti gara gara Vania kan ? Gue tau nih kalo lo udah begini pasti ada apa apa sama si Vania." celetuk Justin

"ga usah so tau, gue gapapa" ucapnya dingin

"serah lo lah babi !" kesal Kent

"gue putus sama dia !" jawab Revan tiba tiba

"HAH ?!"  "KO BISA ?!"

sedetik kemudian Kent dan Justin memandang lekat lekat dengan tatapan serius ke arah  Revan

"gua ketauan bonceng Fiana ada kelas yang lu bilang suka jadi PHO di hubungan orang, gua juga ketauan boong sama dia"

"gua bilang gua berangkat sekolah sendiri padahal gua sama Fiana, dan ya terakhir---"sulit untuk Revan melanjutkan kata katanya

"huftt..."Revan menghela napasnya kasar ingin menangis rasanya

Kent dan juga Justin mengusap punggung Revan mencoba memberi dukungan untuk tetap kuat dan tegar.

"dan dia tau kalo dulu, gua jadiin dia bahan taruhan, dan kemaren dia minta supaya kita masing masing dulu" lirih Revan Ia enggan untuk bercerita tentang ini pada siapapun tapi Ia tak kuasa menahanya sendirian

"dan pada akhirnya dia bilang putus" Revan tak bisa bernafas entah namun ini sulit baginya

"lo udah tau punya pacar. Dari awal gue juga udah bilang ade kelas kita itu gimana. Gue tau lo cuma mau tanggung jawab cuma --- fans lo disekolah ini ga sedikit, Van" nasihat Kent masih terus mengusap pundak Revan

"Iya gue tau gue salah. Gue bego untuk jadiin dia bahan taruhan gue dulu. Gue bego udah nyainyain hati dia yang tulus sama gue. Gue sadar gue butuh dia dihidup gue" suara Revan bergetar, hanya ingin kedua pemuda ini tau, seminggu ini dia sedang mencoba membiasakan diri tanpa kehadiran Vania

"Lo juga taukan kalo pacaran itu tentang kepercayaan. Ini akibatnya kalo lo juga terlalu ngekang dia. Memang gue liat lo dulu sedikitpun ga pernah nyakitin dia --- tapi sekarang beda keadaan, Revan" Justin menatap Revan lekat lekat

"Van, Tuhan tau harus nempatin yang tebaik dimana dan kapan Rev, Tuhan tau yang lebih baik buat lu, Tuhan tau yang terbaik dan berkualitas untuk umatnya" ucap Justin sebobrok, setolol, dan sebego apapun dia, Justin masih nelihat situasi dan kondisi

"Tuhan ga bakal ngerebut kebahagian umatny Rev, mungkin Tuhan cuma kasih waktu buat kalian untuk sama sama perbaikin diri kalian masing-masing" ucap Justin disertai anggukan Kent

"udah ga ada gunanya lo galau gini. Sekarang waktunya bangkit ga ada kata galau ya dikamus lo. Waktunya perbaikin diri, belajar dari kesalahan lo itu lebih penting, oke" ucap Kent sedikit memukul lengan Revan ala Cowo

"dia suruh gua buat lupain dia, lupain semua kenangan kita" lirih Revan

Gua baru tau seorang revano, bakal sehancur dan sesedih ini ditinggalin Vania, ga pernah gua sangka, Vania berharga banget buat hidup Revan-batin Kent

susah balik sama gue kaya dulu, Vania ? Maafin gue udah nyia nyiain hati lo. Maafin gue udah manfaatin hati baik lo. Maafin gue udah nyakitin lo. Gue hancur sekarang VANIA ! tolong gue gatau harus kemana dan gimana. Gue butuh lo. Lo berharga. Maafin gue sekali lagi. Tolong kembali...- batin Revan

Lo berharga buat dia Vania, dan Revan lo baru sadar sama yang namanya kehilangan, hanya akan berharap kalian dipertemukan kembali-batin Justin

Revan kena karmanya, saat Ia berpikir Ia tak akan pernah jatuh hati dengan sang gadis dingin seperti Vania. Revan tau sekarang arti hancur, Revan merasakan di tinggalkan

Hukum alam akan selalu benar, pada akhirnya yang menyakiti akan kembali di sakiti, tak peduli dengan perasaanmu, ketika kamu benar benar mencintainya atau membencinya sekalipun

Revan benar, melepas apa yang sudah tergenggam erat memang sulit, melupakan tak semudah mendapatakan juga benar

Revan sadar Ia egois, ingin selalu dimengerti tapi tak pernah mengerti, Revan selalu ingin dihargai tapi tak pernah menghargai

Harusnya Revan sadar sepandai dan sejago apapun Ia menyembunyikan kebohongan, pada akhirnya akan terbongkar juga entah dari mulutnya atau dari orang lain, yang pasti jika itu sudah terbongkar, kebohongan akan selalu berujung dengan rasa kecewa juga patahnya rasa percaya

sekarang gua sadar, kenapa tuhan ngelakuin ini sama gua, Tuhan mau kasih gua pelajaran karna udah mau mainin hati salah satu umatnya, Tuhan mau ngasih gua pelajaran yang setimpal, menyakiti lalu di sakiti.

Tuhan juga ngajarin gua untuk merelakan, mengiklaskan, juga melupakan, cuma ini berat, jujur gua ga bakalan kuat, gua sayang sama dia. -batin Revan-

Ia sadar sejauh apapun dia melangkah, sekuat apapun dia berlari, semampu apapun dia bertahan, sekuat apapun dia menggenggam, tak akan bisa, sesuatu yang dipaksa tak berujung baik, Ia hanya perlu merelakan, Vania bukan miliknya, saatnya pergi cari apa yang harus Ia cari, gapai apa yang ingin dia raih.

Posesif Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang