"Tidak semua patah hati harus di akhiri dengan membenci. Menerima kenyataan membuat rasa sakitnya menjadi lebih mudah untuk diterima."
-Giana Siviani Permana-
✴✴✴
Giana harus ekstra bersabar hari ini. Pasalnya, sejak pagi tadi ia menginjakkan kakinya di kelas hingga saat ini mereka baru saja memasuki kelas setelah istirahat kedua, Dilla dan Ester terus-terusan bertanya tentang kejadian semalam padanya.
"Jadi gimana, Gi? Mereka beneran udah pacaran?" tanya Dilla.
"Ya jelaslah. Gue sama Giana tuh liat pake mata kita sendiri, Reno-nya aja romantis banget." Timpal Olin menjawab pertanyaan Dilla.
"Tapi kok gue ngerasa aneh ya?" ucap Ester dengan wajah penuh keseriusan.
"Aneh kenapa lagi sih, Te?" Olin pun angkat bicara. "Kan udah pernah diceritain sama Giana, kalo mereka juga udah sering chatan bahkan sebelum Clara pindah ke sini. Lo kan juga satu sekolah sama mereka semua, Te."
Dilla mengelus-elus gelang di tangan kirinya seraya berkata. "Gak heran juga sih gue. Tapi yang gue permasalahin itu, kenapa Clara nggak pernah cerita ke Giana kalau dia suka sama Reno. Dan di sini Reno juga salah, kenapa dia suka kasih perhatian-perhatian lebih sama Giana padahal dia nggak punya perasaan apa-apa."
Entah mengapa, perbincangan sahabatnya itu mulai membuat Giana jengah. Ia tak ingin dikasihani hanya karena patah hati.
"Guys, udahan ya bahas masalah ini. Gue jadi males denger kalian permasalahin kejadian ini."
Serentak mereka bertiga diam dan tersadar kalau mereka sudah berlebihan dan lupa meneliti perasaan Giana. Sudahkah ia merasa baikkan atau belum.
"Yaudah, balik sana lo berdua ke kursi masing-masing." Ester mengusir Olin dan Dilla dengan segera.
"Maaf ya, Gi." Ucap Ester saat ia sudah duduk di kursinya yang ada di samping Giana.
Giana memegang pundak Ester. "Iya. Nggak apa-apa."
☆☆☆
Saat bel pulang sekolah berbunyi, Giana segera membereskan buku-bukunya yang berserakan di atas meja dan tiba-tiba Clara menghampiri mejanya membuat Giana mendongak dan lantas berdiri.
"Gi, pulang nanti ke rumah gue ya?"
"Mau ngapain?"
"Main aja ke rumah. Kan lo belum pernah main ke rumah semenjak gue balik ke sini, ya?"
Tanpa berkata lagi Giana langsung mengangguk meyetujui permintaan Clara. Di sampingnya Ester tampak tak tenang memperhatikan gerak-gerik dan ekspresi Giana.
"Oke. Bye." Clara melambaikan tangannya dan keluar dari pintu kelas.
Setelah Clara pergi, Ester pun segera menyenggol lengan Giana.
"Kok lo mau sih?"
"Mau apaan sih, Te?"
"Yah, mau diajak Claralah kerumahnya. Lo beneran udah rela?"
Ester berucap dengan tatapan tak percaya dan raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang amat sangat kepada Giana tetapi, Giana tak ambil pusing. Nyatanya, sekarang ia merasa sedikit kesal dengan sahabat-sahabatnya yang masih belum yakin dengan keadaannya yang baru saja patah hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Giana
Teen FictionGiana adalah gadis yang belum pernah berpengalaman memiliki pacar dan terjebak dengan perasaan suka yang telah lama ia pendam untuk sahabat sejak kecilnya, yaitu Reno. Perhatian yang sering diberi oleh Reno menjadi pemicu utama ia terus berharap pad...