Pertemuan kita apakah ini semua ulah takdir?
Jika ya, mengapa?Apakah takdir bermaksud ingin kamu menjadi si pengobat luka atau kamu adalah si pemberi luka selanjutnya?
-Giana-
✴✴✴
Jangan lupa Vote dan Komen😊
Malam harinya, Giana sedang duduk bersama mamanya di ruang TV dan sedang asyik menikmati tayangan drama korea bersama mamanya. Papa Giana belum pulang dari kantor dan Aldi juga belum pulang sejak sore tadi ia pamit untuk pergi latihan basket.Tiba-tiba, ponsel Giana berdering menampilkan panggilan dari sebuah nomor yang tak dikenal.
Dengan cepat, Giana meraih ponselnya yang ia taruh di atas meja dan langsung menerima panggilan tersebut.
"Halo,"
"Halo? Gi? Giana ini gue Devita."
Giana sedikit kesulitan mendengar suara Devita karena terdengar suara musik yang terdengar sangat menganggu di ujung telepon, Giana sampai harus menjauh dari mamanya dan menggunakan mode speaker.
"Iya, iya. Ada perlu ada Dev? Suara lo agak gak kedengaran nih, musiknya terlalu berisik."
"Bentar, Gi," ucap Devita.
Setelah itu, barulah suara Devita menjadi lebih jelas. Sepertinya, ia telah menjauhi sumber musik tadi dan pergi ke tempat yang lebih tenang. Giana pun kembali menonaktifkan mode speakernya.
"Gue mau minta tolong sama lo. Boleh gak?"
Giana mengangguk meski Devita tak bisa melihatnya saat ini. "Boleh, ada perlu apa?"
Sejenak Devita terdengar kurang yakin. "Aduh, gue jadi ngerasa gak enak minta tolong sama lo malam-malam gini,"
"Ngomong aja gak apa-apa. Kalau bisa gue bantu gak mungkin gue nolak."
"Lo bisa temuin gue di dekat sekolah sini nggak? Gue lagi di rumah temen gue. Sekarang gue udah mau pulang tapi, gak ada yang mau nganterin gue. Gue bisa minta tolong jemput nggak?"
Giana melirik jam dinding yang berada di atas TV dan waktu baru menunjukkan pukul setengah sembilan malam.
"Oke. Lo tunggu aja di situ, gue langsung cabut." Ucap Giana.
Terdengar helaan nafas lega dari Devita. "Ya ampun, makasih Gi, makasih banget, kalo gitu gue langsung kirimin alamatnya lewat whatsapp yah."
"Iya, sip sip." Setelah itu, panggilan pun dimatikan.
Giana langsung berlari menuju kamarnya dan langsung menyambar jaket hitam dan helmnya.
"Kamu mau kemana sayang?" tanya Aline begitu Giana menuruni undakan tangga dan hendak menghampiri dirinya.
"Giana mau jemput Devita dulu, Ma. Itu temen sekelas Giana yang dulu sering kerja kelompok bareng yang suka warnain rambutnya di bagian dalam itu loh, Ma."
"Tapi kamu nanti pulangnya jam berapa?" tanya Aline memastikan.
Giana memasukkan tangannya ke dalam lengan jaket lalu menjawab, "Nggak lama kok, Ma. Cuman jemput dia bentar doang."
"Hati-hati ya bawa motornya, udah malam dan ingat jangan ngebut-ngebut." Ucap Aline.
"Iya mamaku sayang," Giana mencium tangan Aline, lalu berlari kecil menuju pintu. "Dadah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Giana
Teen FictionGiana adalah gadis yang belum pernah berpengalaman memiliki pacar dan terjebak dengan perasaan suka yang telah lama ia pendam untuk sahabat sejak kecilnya, yaitu Reno. Perhatian yang sering diberi oleh Reno menjadi pemicu utama ia terus berharap pad...