32. All Around

103 5 0
                                    

Jangan lupa vote & komen😄

✴✴✴

Motor hitam milik Asta berhenti di depan sebuah rumah bercat hijau. Alih-alih mengambil ponsel dari dalam saku celananya untuk menelepon Renata untuk keluar menemuninya, ia memilih turun dan berjalan kaki memasuki halaman rumah yang dipenuhi banyak pepohonan yang tampak semakin besar dan dipenuhi banyak dedaunan sejak pertama kali dilihatnya tiga tahun lalu. Diperkirakan pohon-pohon tersebut sudah tertanam di halaman itu untuk waktu yang sangat lama.

Semakin mendekati pintu rumah, terdengar suara anak-anak yang sedang berdebat tentang sebuah hal yang ia tidak tahu pasti, karena sulit untuk ia dengarkan dengan jelas. Dan begitu Asta mengetuk pintu rumah, suara-suara tadi pun langsung berhenti.

Tak butuh waktu lama sampai akhirnya pintu di depannya itu dibukakan oleh seorang perempuan yang usianya sudah empat puluh tahunan. Senyum manis pun langsung terukir di bibir Asta begitu melihat sosok perempuan yang juga pernah membimbingnya saat ia masih duduk di bangku SMP dulu.

"Selamat sore, Bu Naya." Ucap Asta sopan dengan senyuman.

"Selamat sore, Asta. Mau jemput Renata kan?" Ibu Naya tersenyum ketika Asta meraih tangan kanannya lalu mencium punggung tangannya sama seperti saat Asta masih menjadi muridnya. Ibu Naya lalu menoleh ke arah kanan, di mana anak-anak yang ia beri bimbingan les matematika sedang duduk dan masih sibuk dengan perdebatan mereka.

Melihat hal tersebut membuat Asta teringat dengan memori beberapa tahun lalu saat ia juga mengikuti les dari Ibu Naya saat duduk di kelas tiga SMP. Sama sepertinya adiknya, Renata saat ini.

"Iya, Bu. Masa saya ke sini buat jemput Ibu? Nanti saya bisa dimarahin sama pak Hendra." Canda Asta. Tak pelak ucapannya itu memancing tawa wanita berambut sebahu di hadapannya itu.

"Hahaha... bisa aja kamu."

Dan akhirnya Renata pun muncul dari balik punggung Ibu Naya. Sambil memperbaiki posisi tas punggung berwarna cokelat miliknya, ia menyalimi tangan Ibu Naya.

"Rena pulang sekarang ya, bu."

Asta pun melakukan hal yang sama, yaitu menyalimi tangan Ibu Naya untuk kedua kalinya. "Kita berdua pamit dulu ya, bu."

"Iya. Hati-hati ya di jalan." Balas Ibu Naya.

Saat motor mereka hendak melaju pun, Ibu Naya masih memperhatikan mereka dari pintu rumahnya sambil melambaikan tangannya dan segera di balas dengan lambaian tangan dari Renata dan Asta yang membunyikan klakson motornya.

✴✴✴

Di tengah perjalanan, Asta beberapa kali mengajak Renata untuk berbicara. Ia bertanya tentang hal apa yang sedang diperdebatkan oleh Renata dan teman-temannya saat ia tiba tadi.

"Tadi kalian pada ributin apa sih?"

Renata berpikir sejenak lalu menjawab, "oh, itu. Nanda sama Gilbert ngeributin soal prisma sama limas. Soalnya rumus yang ditulis di buku ketuker gitu. Jadi, anak-anak yang lain ikutan rusuh."

"Gilbert?"

Renata menggumam, "he-em,"

"Yang waktu kamu kelas delapan dulu sering kirimin chat tengah malam tiap kamu bedagang buat ngerjain pr kan?"

"Idih, nggak usah diingat-ingat lagi. Nggak penting," ucap Renata dengan nada bosan.

Asta ingat betul setahun yang lalu, adiknya itu sangat kesal dengan kelakuan teman sekelasnya bernama Gilbert itu. Bagaimana tidak, setiap pagi begitu Asta mengantar Renata ke sekolahnya, pastilah adiknya ini akan memggerutu perihal chat yang ia terima setiap malam dari Gilbert terlebih dahulu sebelum naik ke atas motornya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang