23. Big Frame

79 8 0
                                    

Jangan lupa Vote dan Komentar :)

✴✴✴

Giana, Olin, Ester dan Dilla sudah menuju ke tempat pameran seni. Jaraknya bisa dibilang cukup jauh dan memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit.

"Olin... masih jauh ya?" Ester bertanya. Kepalanya ia sandarkan pada kaca jendela dan wajahnya putus asa.

Giana meliriknya. "Kenapa? Lo udah lapar?"

Ester sedikit melotot mendengar tuduhan Giana itu. "Ihh... Capek tahu duduk mulu dari tadi," Rengek Ester sambil menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil.

"Yang capek juga gue yang nyetir, Ester." Balas Olin.

"Yaelah, tapi kan kram juga kelamaan duduk, Olin."

Giana tersenyum kecil. Ia meraih ponselnya mengecek pesan masuk tetapi, ternyata tidak ada. Ia pun memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

Sedetik kemudian mobil mereka mengerem mendadak dan akibatnya mereka berempat sedikit terlempar ke depan. Beruntung mereka menggunakan seat belt sehingga tidak sampai terbentur.

"Kenapa, Lin? Kita nabrak sesuatu?" Giana bertanya pelan pada Olin, menjaga nada suaranya agar tidak membuat Olin semakin terkejut.

Olin memukul stirnya. Ia tampak kesal sambil terus memandang ke depan mengikuti sebuah motor hitam yang melaju di antara kendaraan-kendaraan lain. Giana pun mengikuti arah pandangnya.

"Nggak, kita nggak nabrak tapi barusan ada orang yang hampir nyenggol mobil."

Sementara Olin berusaha meredakan emosi di sampingnya Dilla malah menutup matanya rapat-rapat sambil menggenggam kedua tangannya. Ia tampak sangat terkejut.

Beda halnya dengan Ester. Ia sama-sama menyadari kejadian yang baru saja terjadi karena Ia dan Olin sibuk berceloteh sehingga Ia tidak merasa terkejut melainkan emosi sama seperti Olin.

"Dasar gila tuh orang. Main nyalip-nyalip sembarangan, untung gak kesenggol tadi." Gerutu Ester.

Olin akhirnya kembali melajukan mobilnya.

"Udah-udah biarin aja orangnya pergi yang penting kita baik-baik aja." Ucap Giana untuk meredakan ketegangan di dalam mobil berwarna biru itu.

Tak lama kemudian mereka akhirnya sampai di tempat yang dituju. Tampak keramaian memenuhi gedung pameran seni berlantai empat tersebut.

Di antara tamu-tamu yang hadir mereka tampak sangat mencolok karena masih mengenakan seragam SMA.

"Tuh kan Olin... Kenapa tadi kita nggak ganti seragam dulu sih? Malu tahu diliatin orang-orang." Kata Dilla. Mereka berempat baru saja turun dari mobil dan berdiri berdempetan di sebelah Olin.

Olin tak menghiraukan ucapan Dilla. Ia sedang sibuk menggetikkan pesan yang ditujukan untuk papanya.

"Bentar," ponsel Olin berdering dan ia pun segera mengangkatnya. "Halo Pa-" dan seterusnya. Mereka bertiga menunggu Olin berbicara di ponsel.

Giana mengedarkan pandangannya memperhatikan tamu-tamu yang datang dan sesekali tersenyum sopan pada beberapa tamu yang tak sengaja bertatapan dengannya.

Dan tak disangka-sangka Giana menemukan motor yang tadi hampir saja menyenggol mobil Olin. Giana mengamati motor itu lebih seksama dan dia terkejut karena ia mengenali motor tersebut, motor yang sama yang pernah ia senggol dan goresannya pun masih tampak jelas terukir di motor itu.

"Olin-"

"Yuk kita masuk, papa gue udah nunggu di dalam."

Giana hendak memberitahu Olin, tetapi Olin sudah lebih dulu mengajak mereka masuk ke dalam sehingga ia memilih mengurungkan niatnya.

GianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang