Part 16

547 70 0
                                    

Hoseok menghentikan langkahnya, membuat Jennie juga ikut menghentikan langkahnya dan menatap pada pria itu.

"Ada apa?"

"Jen, bisakah kau tunggu di sini sebentar? Sepertinya, aku melupakan ponselku di kamar."

Jennie hanya menghela napasnya. Kemudian mengangguk setelahnya. "Baiklah. Tapi cepat sedikit. Karena aku harus pergi untuk kuliah pagi ini."

Hoseok hanya memasang senyumnya. Menyempatkan dirinya untuk mencium pelipis gadis itu sebelum benar-benar berlalu setelahnya.

Jennie menatap pada sang kekasih di sana, menggelengkan kepalanya dengan senyumnya. Sebelum akhirnya memilih untuk duduk pada sofa yang ada di lobby hotel itu.

Gadis itu memilih untuk mengambil ponselnya. Setidaknya untuk menghilangkan kebosanan selama ia menunggu Hoseok.

Waktu berlalu dengan cepatnya. Sudah hampir tiga-puluh menit Jennie menunggu di sana dan kini gadis itu dirundungi rasa kesal. Kenapa Hoseok lama sekali hanya untuk mengambil ponselnya?

"Jennie..."

Jennie mengalihkan pandangannya, ketika suara itu memanggil namanya. Menemukan seorang pria yang begitu asing baginya. Namun pandangan berbinar tampak pada raut wajah pria paruh baya itu.

"Maaf, paman. Tapi, aku tak mengenal paman. Bagaimana bisa paman tahu namaku?"

Pria itu tak menjawab apapun. Hanya berjalan mendekat padanya. Dan Jennie yang melihat itu tentu saja sedikit memundurkan langkahnya. Bagaimana jika pria itu berbuat yang tidak baik padanya?

Melihat itu, membuat pria itu juga menghentikan langkahnya. Tak ingin membuat Jennie takut padanya. Namun tatapan kerinduan itu masih ia tampak di wajahnya.

"Kau benar-benar tumbuh dengan baik, Jennie."

Jennie semakin tak mengerti di sana. Kenapa pula pria itu harus mengatakan hal itu padanya? Seperti seseorang yang sudah lama tak bertemu, padahal Jennie sendiri tak pernah bertemu dengannya.

"Ayah begitu senang melihatmu sudah tumbuh dengan baik."

Dan perkataan itu nyatanya membuat Jennie terdiam. Ia bahkan tak menyadari, jika seseorang yang menyebut dirinya adalah Ayahnya kini sudah berada dekat dengannya.

Jennie tak menolak, ketika satu tangan pria itu menyentuh wajahnya. Dan Jennie bisa merasakan bagaimana sentuhan itu begitu lembut. Seolah menyalurkan rindunya pada sentuhan itu.

"Kau benar-benar mirip dengan ibumu. Bahkan kau terlihat lebih cantik jika dilihat secara langsung ketimbang foto yang selalu ibumu kirimkan pada ayah."

"Foto? Ayah? Ibu?"

Jennie tak bisa berkata apapun bahkan untuk saat ini. Karena dirinya bahkan masih tak mempercayai pendengarannya dan penglihatannya. Jika seseorang yang tengah menampakkan senyumnya saat ini adalah sosok Ayah yang selalu Jennie ingin temui.

"Kau benar-benar menggemaskan. Ibumu ternyata benar."

"K-Kau benar-benar ayahku?"

Senyuman itu belum hilang dari wajah pria itu. Mengangguk setelahnya sebagai jawabannya. Sementara Jennie bahkan tak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Tak mempercayai pendengaran dan juga penglihatannya. Jika seseorang yang berada di hadapannya saat ini adalah Ayahnya.

"Ini...tidak mungkin. E-Eomma mengatakan jika ayah pergi jauh."

Helaan napas itu tampak sang pria keluarkan. "Ibumu memang benar. Maaf karena baru kembali sekarang, sayang. Tapi aku benar-benar ayahmu. Maaf karena ayahmu ini tak pernah berada di sisimu dan ikut membesarkanmu bersama dengan ibumu. Maafkan ayah, Jennie."

2002 ❌ jenhopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang