Cinta tak butuh logika, itu benar adanya. Aku sudah sangat paham perbedaan status bukanlah hal yang bisa dianggap sepele dalam kelanjutan sebuah hubungan. Tapi tetap saja membiarkan hati ini terperangkap semakin dalam.Akibatnya kejadian kembali berulang. Sama seperti yang aku alami bersama Rio, orang tua Math pun menentang habis-habisan. Bahkan sampai sang ayah harus terbaring tak berdaya. Jujur aku merasa menjadi sangat buruk karenanya.
Namun Math tak berhenti memberi semangat dan kekuatan. Pasti ada jalan. Ya semoga memang ada jalan tanpa harus ada pihak yang tersakiti. Dan aku memutuskan untuk mempercayai pria itu. Apalagi alasannya kalau bukan hati yang terlanjur tak bisa berpaling.
Hari ini ulang tahun Vivian. Si pipi cabi itu genap berusia 4 tahun. Aku ingin memanjakannya seharian di hari bahagia ini. Bahkan jauh-jauh hari aku telah mengajukan cuti agar kebersamaan kami tidak terganggu apa pun.
Salah satu mall terbesar menjadi tujuanku dan Vivian kali ini. Zona main anak, tentu saja selalu menjadi favorit Vi setiap kali aku mengajaknya main.
"Vi mau mandi bola ya, Mi?" ujarnya dengan bola mata berpendar ceria.
"Assyiap ... Nona kecil."
Vivian tertawa melihat caraku menirukan gaya salah satu presenter tajir melintir yang lagi naik daun itu. Acara yang dibawakan pria yang kerap berganti warna rambut itu juga merupakan salah satu acara favorit Vivian. Katanya rambut sang pembawa acara itu lucu, kek bulu anak ayam yang suka dijual di sekolah Ai. Ada-ada saja.
Apa yang paling menyenangkan bagi seorang ibu? Adalah melihat senyum ceria di wajah anaknya. Itu lebih berharga dari segepok rupiah, mungkin.
Aku mencubit pipinya gemes. Lalu setengah berlari mengikuti langkah anak itu yang sudah tidak sabaran.
Setelah mengisi ulang kartu member aku langsung membawa Vivian menuju lokasi mandi bola yang ia mau. Menunggunya di luar pada tempat duduk yang telah disediakan.
Untuk mengurangi rasa jenuh aku berselancar di dunia maya. Buka FB, walau hanya sekedar baca status teman lalu tinggalkan jempol tanpa niat update. Karena memang aku tidak begitu suka update status sendiri.
Menit berikutnya beralih ke WA. Ternyata ada beberapa pesan yang masuk dari berbagai grup. Aku tak peduli semua itu, karena tau isinya kebanyakan cuma ngegaje.
Aku scroll tanpa membaca lalu bersihkan chat agar android kesayangan tidak lemot.
Saat akan kembali keluar dari aplikasi, sebuah pesan masuk dari 'Boss Songong'. Aku tersenyum sendiri. Baru sadar kalau ternyata aku belum mengganti nama Math di ponselku.
Di layar terlihat ia tengah mengetik. Aku sengaja menunggu. Beberapa saat kemudian pesannya muncul di layar.
[Rania ... kangen.]
Aku berbinar. Tapi bukan Rania namanya kalau langsung memperlihatkan suasana hati.
[Masa?] Lantas menambahkan emot mulut yang ditutup.
Dia membalas dengan emot mendelik. Kubalas lagi dengan emot melet.
[Jangan cuma berani meletnya di chat. Coba di depan gue, biar digigit sekalian.]
Aku terkikik geli. Pasti wajah menyebalkan itu sudah ditekuk, gemes.
[Paan sih? Dasar mesum.]
[Makanya jangan dipancing.]
[Siapa yang mancing?]
[Tuh anak tetangga, ganjen emang.]
[Dih.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Rania (Mendadak Romantis)
General FictionSiapa pun di dunia ini tak ada yang ingin menjadi orang tua tunggal. Tapi takdir selalu berkehendak lain. Suka atau tidak apa yang telah digariskan memang harus dijalani. Bagaimana lika liku kehidupan dan kisah cinta seorang Rania?