Suara

789 54 0
                                    

Dua puluh tujuh tahun rasa enam belas tahun. Itulah yang ada di pikiran Alena. Ia kini memasuki pekarangan yayasan Adyiwinata yang luasnya, satu hektar. Berbagai gedung-gedung tinggi bertengger rapi, ditambah pohon rindang serta bangku taman yang menghias pekarangan yayasan pendidikan tersebut.

Menarik.

Tidak seperti ekspektasi yang ada dalam benaknya. Suasana horor dan mencekam lainnya seketika hilang sebab suasananya berganti ala yayasan pendidikan masa modern.

Tubuhnya yang mungil, dan wajah awet muda, membuat anak-anak di sana mengira, ia adalah murid baru SMP Adyiwinata.

Alena mempercepat langkahnya, menuju ruangan kepala yayasan.

Ia menekan bel, menunggu pemilik membukakan pintu.

"Selamat pagi, Bu, Selvie" Sapa Alena, seraya mengambil tangan kanan Selvie untuk dicium punggung tangan nya.

"Eh, Len. Ayo, sini masuk dulu" Selvie mempersilahkan Alena masuk, menikmati dinginnya Air Conditioner yang menyala, dan empuknya sofa ruangan kepala yayasan.

Alena mendaratkan bokongnya dengan mulus, sambil mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan kepala yayasan Adyiwinata. Terlihat, beberapa sertifikat, serta foto dari tahun ke tahun, kelulusan anak-anak yayasan pendidikan Adyiwinata terpampang nyata di dalam bingkai foto. Begitu juga dengan piala yang berada dalam tiga buah lemari kaca besar.

Murid-murid Adyiwinata ternyata, berprestasi semua.

"Ada perlu apa nih, kemari?"

"Begini, Bu. Saya mendapatkan pekerjaan baru. Dimana mau mendaftarkan diri sebagai murid SMA sini, karena ingin mencari informasi tentang pembunuhan yang terjadi secara terus-menerus"

"Sekolah ini, memang terkenal akan murid-muridnya yang berprestasi di segala bidang, juga kecantikan dan ketampanan mereka. Nah, maka dari itu, kita, dari Kapolres Manado, ingin mencari tahu kejadiannya. Sekaligus menghapus nama buruk tentang yayasan ini, dan menghidupkan kembali nama baik tersebut"

Alena menjelaskan secara detail, mulai dari yayasan ini dibentuk hingga kenapa ia ingin berpura-pura menjadi murid SMA Adyiwinata.

Kepala yayasan mengangguk setuju. Mereka harus membangkitkan lagi nama baik yayasan ini.

Selvie menyerahkan secara cuma-cuma pada Alena, seragam SMA Adyiwinata. "Nama baik yayasan, ada ditangan kamu, Len"

Alena mengambil alih seragam sekolah tersebut. "Terimakasih, buk" Ujar, Alena, tersenyum sumringah. Masa-masa SMA-nya akan diulangi kembali. Entah harus bahagia atau sedih, perasaannya campur aduk.

***

"Bagaimana Alena, hari ini?" Christofel selaku kapolres Manado bertanya pada Alena.
Sehabis dari sana, Alena datang ke kantor, melaporkan keadaan sekolah, serta penerimaan seragam sekolahnya. Lagipula, Alena harus masuk, besok. Bukan sekarang.

Alena menghormat. "Baik, pak. Saya lihat keadaan sekolah juga, tidak sesuai dengan ekspektasi. Mungkin, besok." Ujar Alena, tersenyum kikuk.

"Alena. Kita ini, bekerja sama dengan Viva News, yang artinya, Alena harus menampilkan fakta berita yang belum terkuak menjadi terkuak. Viva News dan Polres Manado ada di tangan, Lena" Christofel berharap lebih pada Alena. Si wanita menjelang kepala tiga. Hanya Alena lah, wajah usia remaja, yang lainnya tidak usah ditanya.

Alena menghormatinya kembali. "Siap, pak."

Christofel tertawa. Kalau saja dia belum menikah, dan belum mempunyai dua anak. Ia akan segera menikahi wanita di depannya. Tetapi, dia masih punya pikiran, hati istrinya pasti akan tercabik-cabik jika menjadikan Alena istri keduanya. "Selamat bersenang-senang di sekolah baru" Ujar, Christofel, yang dibalas senyuman manis oleh Alena.

Siapakah Orang Selanjutnya? [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang