Hentakan demi hentakan kaki menggema dilorong Rumah Sakit Harapan Keluarga NTB. Salah seorang diantara mereka, lantas mendobrak pintu kamar bernomor 1289. Semua yang ada di dalam ruangan berdiri, kemudian mengangkat tangan di udara. Kecuali Reno, yang sedari tadi mengulas senyuman tipis penuh kemenangan. "Diam di tempat, atau kami tembak?!" Itu adalah Satya, sang Brigadir Polisi utusan dari Christofel, kepala Kepolisian Resor Manado. Satya ke sini ditemani tiga orang Ajun Brigadir Polisi. Tak hanya Satya dan Ajunnya, masih ada anggota kepolisian yang datang untuk menangkap para pelaku. Tetapi, agar tugas segera selesai, mereka membagi tempat. Satya dan ketiga temannya di Rumah Sakit tempat Alena dirawat, sementara tujuh belas orang lainnya di kediaman.
"Apa yang ..." Belum sempat si pelaku berbicara, tangannya sudah diborgol, serta penjagaan ketat di kiri dan kanan si pelaku supaya tak melarikan diri.
Dirasa sudah aman, Satya mendekati Reno yang sedang menjaga Alena yang terbujur kaku di ranjang Rumah Sakit. "Terima kasih atas kerja sama. Saya juga tidak menyangka, tugas Alena telah selesai hingga bisa membuka kedok para pelaku. Saya berharap, Alena bisa bangun dari komanya," ujar, Satya. Dia benar-benar sangat berterima kasih juga, berkat mereka, Satya kembali berkunjung dikampung halaman menengok keluarga, terutama anak dan istrinya.
Franky memberontak. Ia tak terima. Pengakuan Reno adalah kesalahan besar, apalagi buat dirinya. "Jadi lu yang nelpon mereka?" tanya, Franky.
Reno tersenyum sembari mengangguk mantap. "Iya. Saya gak suka kalau kamu terlalu lama bermain-main sama pacar saya," ujar, Reno, seraya mengelus pelan rambut Alena. Dia memang over-protektif kepada orang-orang di sekitarnya. Termasuk Alena, belahan jiwa yang menemaninya bertahun-tahun.
Franky menatap nyalang, lalu beralih sendu. "Gue gak nakutin, tapi, baiknya lu ngasih Alena ke gue. Gue bakalan jagain dia, karena cepet atau lambat Alena udah gak butuhin tuh alat-alat bantu."
"Pak Satya, tolong bawa pergi dia dari sini saja," pinta, Reno. Ia sudah malas beradu argumen dengan Franky, sebab tak ada gunanya. Malah membawa bencana bagi Alena yang sedang koma.
Setelah Satya membawa Franky pergi dari sana, Renata dan Ananta yang awalnya duduk di sofa, serentak tampak mendekati Reno.
Keduanya mulai bercerita. Dari Renata yang mengatakan bagaimana takutnya ia melihat para polisi datang menggebrak pintu, sambil menenteng sebuah pistol bermerek HS-9 dimasing-masing tangan mereka. Hingga, Ananta yang tak menyangka Reno bisa menelpon polisi-polisi itu datang jauh-jauh dari Manado kemari, di Nusa Tenggara Barat. Tidak apalah, Franky memang pantas mendapatkan itu. Apalagi dia pernah dikabarkan sedang mendekati Alena, dan hampir membunuhnya karena pekerjaan keduanya tersebut, si pembunuh, padahal Alena kan sudah memiliki kekasih. Ya, walaupun Franky yang membawa Alena ke Rumah Sakit Harapan Keluarga, tetapi tetap saja itu kesalahan besar.
"Terus, gimana hasil pemeriksaan soal muka Alena yang warnanya kek gini?" tanya, Ananta pada Reno. Reno yang merasa ditanya lantas menggeleng pelan, seperti orang tidak mempunyai semangat hidup.
"Ya, gapapalah. Setidaknya Alena bisa selamat dari rumah terkutuk itu." Renata berujar sembari menepuk-nepuk punggung Reno, memberi dorongan positif. "Eh iya tadi gue buka timeline Line, temen-temen kita di kantor otw ke yayasan." Ia sangat antusias melihat kabar jika kerabatnya yang lain mendapat bahan untuk dijadikan berita. Pasti, pendapatannya akan naik dua kali lipat dari sebelumnya.
"Gak akan naik, kalo lu dateng ke sini gak minta izin dulu," tutur Ananta, yang tahu apa dibalik perkataan Renata tadi.
***
Dia meringis. Makhluk tersebut tidak tahu berterima kasih. Sedangkan, ia sudah membantu anaknya untuk balas dendam. Biarpun belum terwujud sepenuhnya, namun, ada sebagian besar dari mereka yang sudah mati mengenaskan.
"Pulangkan anakku sekarang!" Ia benar-benar sangat marah, sampai membuat pohon-pohon bergoyang-goyang menjatuhkan daunnya. Batu-batu nisan di sana juga tertancap ke bawah akibat pergeseran tanah yang terjadi.
"Sandra tidak akan pulang, jika tugasnya belum selesai. Sudahlah! Terima saja pekerjaan anakmu!"
Sekali lagi, kemarahannya kembali memuncak. Pria bermantel itu terhempas di batang pohon. Kepalanya seketika mengeluarkan darah segar, tapi kenyataannya tak membuat ia lemah. Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, ia bangkit untuk melawan. "Lilo loa mai iaʻu i mua o ka diabolo!!!!" Tidak ada tanda-tanda. Malahan, si pria yang terpental ulang. Sepertinya kekuatan makhluk itu lebih kuat dari perkiraannya. Tiba-tiba, ranting pohon seukuran lengan menusuk ganas kedua bola mata pria bermantel. Ditusuk-tusuk berulang kali.
"AAAAARGGGH!!! TOLOOOOONG!!!" Si pria memekik menahan sakit. Bola matanya kini hancur lebur.
"Kuburan ini jauh dengan perumahan warga, jadi tak ada yang bisa menolongmu!" ucapnya, sesekali tertawa terbahak-bahak, melihat tubuh korbannya yang sebentar lagi membusuk dan si roh akan mengikutinya di Neraka.
***
"Berita selanjutnya pembunuhan yang terjadi di yayasan Adyiwinata, saat bulan lalu. Selvie, selaku kepala yayasan Adyiwinata berterima kasih kepada pihak kepolisian Manado karena telah membantu menemukan pelaku sebenarnya. Dan ya, di belakang saya terdapat puluhan siswa-siswi yang terlibat dalam pembunuhan. Mereka adalah siswa-siswi kelas sebelas Bahasa satu. Yang ternyata membantu pelaku agar segera diberi beasiswa tanpa harus membayar uang yayasan yang bisa merogoh ko--"
"Nata! Kok matiin TV-nya?!" Renata memukul sofa, kemudian melirik Ananta tak suka. Pasalnya, ini merupakan berita terakhir dari TKP yayasan Adyiwinata. Renata yang antusiasme, tidak mau meninggalkan kesempatan menggiurkan. Lagipula, mereka kan tidak berada di TKP, jadi apa salahnya melihat dan mendengar beritanya lewat siaran stasiun televisi swasta, Viva News.
"Apaan sih! Jangan fitnah deh! Gue gak pegang remot sama sekali! Reno kali sana!"
Reno yang sedari tadi duduk di lantai dekat pintu masuk, langsung menoleh. "Apa?" tanya, Reno.
"Kakak! Kakak yang pe--"
Ya Tuhan, ya Tuhan, ya Tuhan. Renata benar-benar hampir hilang kesadaran setelah melihat apa yang sebenarnya tak mungkin terjadi. Iya, tidak mungkin, dan sangat-sangat tidak mungkin bakalan terjadi. Bagaimana bisa, Alena memegang remot televisi? Bagaimana? Padahal, kata dokter Alena sekarang sementara koma. Tetapi, jika dokter tersebut berbohong juga tidak mungkin. Karena Renata tak melihat Alena sedang berjalan. Apalagi menari ballet dihadapannya.
TAMAT
YEY, SELESAI JUGAAAA!1!1!
TENANG GENGS, MASIH ADA SEASON 2 NYA KOK!!!!! SERI/SEASON 2 SATU PAKET SAMA CERITAKU YANG PERTAMA KALI DI PUBLISH, YAKNI (((BISAKAH AKU MEMILIH?)))Q: TERUS, KAPAN UPDATE SERI/SEASON 2?
A: NANTI. PAS PERTENGAHAN TAHUN HEHE.SEEE YOU!!!
A/N: GOSAH TEROR AKU YA, AKU MO FOKUS UJIAN DULU HUHUHUHU. DOAIN AKU LULUS DI PTN DAN FAKULTAS FAVORIT AKU YA, AMIIIIN YA TUHAN.MAKASIH DOANYA❤😗
SEHAT-SEHAT TERUS KALIAN, BIAR KITA BISA BERTEMU PAS PERTENGAHAN TAHUN NANTI❤❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Siapakah Orang Selanjutnya? [SELESAI]
Mystery / ThrillerDILARANG KERAS UNTUK MEMPLAGIASI CERITA INI, BAIK MENGGANTI NAMA, DAN SEBAGAINYA. KETAHUAN PLAGIAT!? AKAN DITINDAK LANJUTI! °°° [Seri pertama, dalam Horror/Mystery story] Seluruh penduduk SMA Adyiwinata sama sekali tak menyangka, ada kasus pembunuh...