[2] hancur

633 89 5
                                    

"Tama," Panggil Hanin, dan Tama pun menoleh kearahnya,

"Malam ini, bisa temenin aku makan Ayam Geprek?" Tanya Hanin, "Malam ini?" Ulang Tama dan Hanin mengangguk.

"Jam berapa?" Tanya Tama, Hanin tersenyum, "Jam 7 malem bisa?" Tanya Hanin,

Tama mengangguk, "Nanti aku jemput kerumah." Jawab Tama lalu kembali menatap layar ponselnya.

Seketika senyum Hanin mengembang, Jarang-jarang ia jalan bareng Tama lagi, Semuanya berubah ketika Rayna datang dihubungan mereka berdua.

💔

"Hanin," Panggil Tama saat dimeja Hanin, Hanin menengok,

"Aku gabisa anter kamu pulang, buat nanti malem aku jemput kamu dirumah." Lanjut Tama yang diangguki oleh Hanin,

Hanin tersenyum tipis, "Rayna?" Tanya Hanin yang diangguki oleh Tama.

Hanin mengangguk, "Iya, gapapa." jawab Hanin lagi. dan setelah nya Tama kembali ke tempat duduknya.

puk

"Pulang, ngga?" Tanya Jilan yang diangguki oleh Hanin, "Btw, Tama kemana?" Tanya Jilan,

Hanin tersenyum kecut, "Biasa," Jawab Hanin sambil menatap lurus lorong sekolah.

Jilan mengangguk, "Udah, jangan galau-galau. Ayok balik!" Saut Jilan mengubah topik pembicaraan lalu menarik tangan Hanin menuju parkiran.

💔

"Makasih, lan." Saut Hanin kepada Jilan yang sudah mengantarkan nya.

Jilan mengangguk, "Istirahat nin, akhir-akhir ini pucet terus." Jawab Jilan yang diangguki oleh Hanin.

"Duluan, Nin." Kata Jilan menjauh dari rumah Hanin.

Hanin berbalik, dan berjalan menuju rumahnya dan sudah terdengar gaduh dari dalam rumah,

Hanin tersenyum tipis, dan membuka pintu rumah yang sudah banyak barang berserakan dimana-mana.

"KENAPA SIH, KALIAN RIBUT TERUS? HANIN CAPEK LIAT KALIAN RIBUT TERUS PAH, MAH!" Teriak Hanin,

"Kamu gausah ikut campur, masuk kamar!" Titah Papah, Namun Hanin masih terdiam di tempat.

"MASUK, PAPAH BILANG MASUK KAMAR HANIN ALISHIA!" Teriak Papah kepada Hanin. Tanpa sadar, Air mata jatuh begitu saja dengan deras.

Hanin berlari menuju kamar, dan menyendiri.

Drrttt

Terpampang jelas nama Jilan dilayar notifikasi handphone Hanin,

Hanin menggeser tombol warna Hijau itu,

"Nin? Hanin?"

"Kenapa, lan?" Saut Jilan dengan suara parau.

"Kamu nangis? Mereka... Lagi?"

"Jilan..." Panggil Hanin dengan nada sesegukan.

"Hanin? tunggu."

"Lan–"

Tut tutt

Suara Telepon terputus, Dan kembali lah Hanin menangis.

Hanya Jilan, yang tahu tentang latar belakang keluarga Hanin. Tama tidak tahu ini.

sret

"Hanin," Suara seseorang dari arah pintu.

Hanin mendongak, dan mendapatkan Jilan disana, Hanin kembali menangis dan menunduk.

Grep

"Nin, jangan gini." Saut Jilan yang merengkuh tubuh Hanin yang masih menangis.

Hanin terdiam, "Lan... Aku capek," Saut Hanin dengan nada gemetar.

"Udah ya, bentar lagi malem. Mau jalan sama Tama kan?" Tanya Jilan, Hanin mengangguk.

"Udah jangan nangis," Saut Jilan menghapus air mata Hanin.

"Jilan," Panggil Hanin.

Jilan menatap Hanin, "Kenapa kamu yang lebih perhatian dibandingkan Tama?" Tanya Hanin,

Jilan tersenyum, "Gausah dipikirin, Gih siap-siap." Jawab Jilan,

Hanin mengangguk, "Aku pulang, Nin." Saut Jilan ancang-ancang bediri,

"Lan, Makasih." Kata Hanin yang dibalas dengan senyuman oleh Jilan.

💔

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, namun Tama belum datang, Bahkan menghubungi Hanin pun belum.

Drrtt

Handphone Hanin bergetar dan menampakkan Nama Tama disana, yang artinya Telepon masuk dari Tama.

"Hanin,"

"Iya?"

"Sorry, aku gabisa pergi."

Hanin menghela Nafas, Apakah ini batal juga?

"Rayna minta temenin dirumah, katanya bunda nya pergi."

"Yaudah, Gapapa."

"Hanin? Makan ayam geprek nya kapan-kapan aja ya?"

Disini, Hanin tersenyum kecut dengan mata yang berkaca-kaca.

"Iya, gapapa. Hati-hati,"

"Maaf—"

Tut tutt

Sambungan telepon dimatikan secara sepihak oleh Hanin.

Hari ini menjadi hari yang paling buruk untuk Hanin.

Karena, kedua orangtuanya yang selalu bertengkar. Ditambah Tama lebih memilih menemani sahabat nya dibandingkan Kekasihnya, Hanin.

💔

sei, 2019

[✓] PRIORITASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang