"Ifah?" panggil orang itu.
"Non Ifah?" panggilnya lagi. "Ini om Joko." tambahnya.Om Joko adalah bodyguard kepercayaan ayah waktu masih di Jakarta. Dia ditungaskan untuk menjaga, mengawasi sekaligus memastikan keamanan dan kenyamananku ketika berada diluar maupun didalam rumah.
Kubuka selimut yang menutupi tubuh dan langsung duduk diatas kasur sembari menatap heran om Joko.
Dia masih berdiri sambil menjinjing tas, menunggu sapaannya dibalas dan memastikan aku dalam keadaan baik-baik saja.
"Terus?" tanyaku heran.
"Pagi tadi om ditelpon ayahnya non, disuruh kerja lagi seperti biasa, jagain non Ifah. Sebelum kesini, om mampir dulu ke kantornya ayah non. Terus om disuruh nganterin seragam sekolah barunya non Ifah" panjang lebar om Joko. "Besok om yang ngantar jemput non kesekolah." tambahnya lagi.Om Joko menyodorkan tas yang dibawanya dan langsung keluar dari kamar.
"THANKS, OM." ucapku teriak.
"IYA" balas teriak om Joko yang sudah diluar kamar.Sebelum pergi ke kantor pagi tadi, aku memang meminta ingin sekolah lagi kepada ayah. Pasalnya, sudah seminggu aku berada di tempat baru ini, tidak ada kegiatan yang kulakukan selain mengurung diri didalam rumah. Dan ayah mengangguk menyetujui. Dengan syarat: Jangan ulangi kesalahan yang dilakukan di sekolah sebelumnya.
Aku kembali membaringkan diri diatas kasur sambil menatap miring seragam sekolah baru, yang sebelumnya sudah kugantung di knop pintu kamar.
"Terima kasih, ayah." gumamku.
**********
Om Joko sudah berulang kali berteriak memanggilku dari luar rumah. Sedangkan aku masih berada didalam kamar, sibuk mengenakan sepatu dan memasukkan beberapa buku ke dalam tas.
Pagi ini aku sedikit sial. Jam beker yang malam tadi sudah diatur ketika sebelum tidur, tidak bekerja sebagaimana mestinya. Entah jam beker itu rusak atau mungkin aku yang tidak mendengar? Entahlah.
Aku berlari menuju kearah pintu luar. Om Joko sudah berada di dalam mobil. Dia menggelengkan kepala, kemudian memberi kode agar segera masuk ke dalam mobil.
Setelah berada didalam mobil, aku langsung membaringkan diri. Tas yang tadinya dijadikan tempat buku, berubah langsung menjadi bantal.
Selama perjalanan menuju sekolah, om Joko menceritakan banyak hal tentang kota Banjarmasin. Dari adat-istiadat orang banjar, sampai Pasar Apung yang terkenal unik se-Indonesia.
Om Joko juga banyak menanyakan sesuatu. Dan aku hanya menjawabnya acuh tak acuh. Sampai pada satu pertanyaan yang di lontarkannya membuatku langsung duduk menatap kearahnya serius dari belakang.
"Non Ifah sudah paham bahasa banjar?" tanya om Joko.
"Emangnya harus pakai bahasa banjar?" jawabku balik nanya.
"Iya nona Ifah" singkat jelas om Joko.Aku berdecak kesal dan menyandarkan diri di kursi mobil. Beberapa pertanyaan datang menghampiri.
"Bagaimana caraku berkomunikasi nanti di sekolah? "
"Bagaimana kalau nanti teman-temanku tidak mengerti dengan bahasa yang aku gunakan?"
"Kira-kira teman-teman disekolah baruku bisa pakai bahasa anak Jakarta gak ya?"Om Joko tidak bertanya-tanya lagi, dia memilih lebih fokus menyetir mobil.
Aku melihat lalu-lalang kendaraan yang begitu tertib dari dalam mobil. Jauh berbeda dengan Jakarta, di Banjarmasin tidak kujumpai kemacetan lalu lintas. Kendaraan juga tidak terlalu padat seperi di Jakarta.
Setelah menempuh perjalanan selama seperapat jam, om Joko memberhentikan mobil di depan gerbang sekolah. Ya, sebuah gerbang sekolah. Sekolah yang akan menjadi tempatku menimba ilmu.
