Teruntuk para readers yang tidak mengerti bahasa banjar, bisa tanya melalui komentar, ya!
Sengaja author tidak kasih terjemahan. Supaya... Ya supayapaya. LOL.
Happy reading..
Tengah hari pun tiba. Aku, Budi, dan bi Sirah sudah siap menyantap makan siang di meja makan.
Bi Sirah mengautkan nasi ke piring Budi, setelahnya lanjut ke piringku.
"Makasih, Bi."
"Ah, Ifah. Kayak siapa aja," ujar Bibi sembari mengulurkan piring yang sudah dikautkannya nasi ke padaku.
Aku tersenyum kecil, merespon ucapan Bibi.
"Non Ifah itu sudah Bibi anggap kayak anak sendiri. Dari Non kecil Bibi ngerawat Enon," papar Bibi.
Aku terdiam, membayangkan kalimat yang diutarakan bi Sirah barusan.
Detik selanjutnya, aku menyuap nasi beserta lauk menggunakan sendok makan.
"Assalamualaikum," serempak ucapan itu terdengar.
Aku dan Bibi sontak langsung mencari di mana sumber suara itu.
Aku mendapati enam sosok lelaki berdiri berjejer menghadap ke kami. Repleks aku langsung berdiri.
"Waalaikumsalam," respon Bibi duluan.
Sedang Budi, ia hanya melirik sebentar kemudian melanjutkan lagi makannya.
"Waalaikumsalam," ucapku hampir tidak bersuara setelah beberapa detik didahului Bibi.
"Urang makanan," ucap Daniel.
"Hi'ih, umpat jua nyaman, tuh," nimbrung Malik.
"Kada bulih kaitu. Tunggui ampun rumah mbawai makan, hanyar umpat jua," nasihat Tono disertai dengan kekehannya.
Aku mendengarnya, namun tidak mengerti apa yang diucapkan teman-teman Ubai itu.
Aku duduk kembali, kemudian berucap.
"Yuk, sini gabung. Kita makan rame-rame!"
"Alhamdulillah," ucap Ucup dengan mata yang berbinar-binar.
"Bai," panggil Adan.
Ubai menoleh ke arah Adan, kemudian mengernyitkan dahi.
"Apanya?" tanya Ubai.
Pertanyaan Ubai tidak dijawab Adan.
Selang sedetik ubai bertanya, Adan, Malik, Tono, Ucup, dan Daniel mendekatiku.
Bibi mengambilkan beberapa piring, lalu temen-teman Ubai menyambut piring dari Bibi dengan sopan.
"Kursinya kada muat lagi," ujar Ucup setelah menyambut piring.
"Hah?" tanyaku tidak laham.
"Kami makan di bawah aja," ulang Ucup.
Aku langsung melihat Bibi.
"Bi, makan di bawah aja, yuk. Biar... ."
"Iya, ayok!" potong Bibi.
Aku dan Bibi memindahkan beberapa mangkok lauk yang dimasak tadi ke bawah.
Sedang teman-temannya sudah duduk bersila dan memegang piring masing-masing.
"Maaf, Fah. Tadi maksud datangnya kami ke sini bukan begini," ujar Ubai membuka suara.
"Nggak apa-apa, Bai," ucapku tersenyum.
"Siapa namanya, Non?" tanya Bibi.
"Ubai, Bi," jawabku.