Happy reading, guys!
Sesampainya di dalam kamar, aku mengganti pakaian dengan baju tidur. Tidak ada lagi kegiatan yang aku lakukan selain rebahan di atas kasur nan empuk dan membayangkan. Ya, membayangkan kembali kejadian-kejadian yang baru saja aku lakukan. Dari datangnya Ubai dan teman-temannya ke rumahku, ikut ke kedai, sampai si Adansyah yang menghantarkanku pulang kembali ke rumah dengan selamat.
Aku menelungkupkan badan, dan mengecek HP. Aku yakin Adan pasti mendengar teriakanku tadi, maka dari itu aku masih menunggu kabar darinya.
Belum ada kabar dari Adansyah, aku kembali menelentangkan badan. HP aku letakkan di samping kiri tidak jauh dari atas kasur tempatku berbaring.
Aku melihat ke plafon kamar, kemudian aku tersenyum kikuk sendiri.
"Ah, apa, sih?" tanyaku entah ke siapa.
Aku membayangkan betapa gilanya Ubai dan teman-temannya itu. Mereka menceritakan kembali aksinya dalam mencuri lonceng sekolah yang diletakkannya di kedai. Mereka menceritakannya pada saat sebelum Adan menghantarku pulang. Lebih tepatnya setelah mereka makan malam di indekos."Kami, 'kan, waktu itu memang mau cari lonceng, Fah. Emang khusus buat ditaruh di kedai. Waktu itu aku sama Ucup, Daniel, Tono," cerita Malik.
"Terus?"
"Ya, kami masuk ke dalam kantor. Di dalam kantor ada Pak Pery. Ya, aku bilang sama Pak Pery kalo kami mau minta, tuh, lonceng," lanjut malik sembari tertawa.
Aku juga tertawa.
"Tapi nggak dibolehin sama Pak Pery. Dari situlah aku dan kawan-kawan berinisiatif mau rampok, tuh, lonceng sepulang sekolah. Dan dapet dengan mudah."
Aku, disusul teman-teman Ubai tertawa renyah mendengar kembali curhatan mereka sendiri.
"Yeee... 'kan, udah ada bel sekolah yang bunyinya lebih nyaring dari lonceng. Loncengnya juga udah nggak kepake," sambung Malik
Aku tertawa sendiri menginggat cerita Malik dan teman-temannya waktu di kedai itu.
"Iya juga, sih. 'Kan udah nggak kepake lagi. Minta baik-baik nggak dibolehin juga," ucapku dalam hati.
Saat teman-teman Ubai bercerita ke padaku saat itu, mereka terlihat seperti tidak ada yang ditakuti. Mereka tidak ambil resiko jikalau ketahuan mencuri, mereka menganggap itu semua adalah lelucon semata. Padahal mencuri adalah perbuatan yang tidak terpuji.
Tapi, dengan merekalah aku merasa senang, dan diperlakukan sebagimana perempuan semestinya. Aku bangga memiliki teman seperti mereka. Walaupun mereka agak sedikit aneh.
"Huh!" aku menghela napas berat.
Kembali kuambil HP, mengecek jikalau ada kabar dari Adan.
"Ah," rengekku.
Masih belum ada kabar. Aku ragu, apa yang harus aku lakukan sejarang. Menunggu kabar dari Adan, atau meneleponnya sekarang?
"Jangan, mereka sedang sibuk. Adan pasti mendengar teriakanku tadi, nanti pasti Adan meneleponku," felling-ku berkata.
Aku duduk di atas kasur, entah siapa yang menyuruhku, aku pun tidak tahu. Gerakan itu sontak saja aku lakukan.
Lagi-lagi aku menghela napas berat.
"Huh!"
DRRTTT DRTTT DRTT
Lekas aku mencari di mana HP aku ketakkan tadi. Setelah melihatnya, cepat aku mengambilnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/184859476-288-k855762.jpg)