GALAU

148 20 1
                                    


Aaahaaa...
Kembali lagi bersama peulun di wattpad terkece, terhits, terlebay, terterlah pokoknya.

Ooyaaa, jan lupa vote sebelum geser ke bawah.

Happy reading..

Aku kembali mengikat rambut dengan karet gelang yang sudah di sambung Ubai.

"Bungasnya Ya Allah, " puji Ubai menggunakan bahasa banjar.

Gerakan mengikat rambutku terhenti, tanganku masih memegang karet gelang yang hampir selesai di ikat.

Aku mengingat kembali apa yang dikatakan tukang ojek yang mengantarku pulang sekolah tadi.

"Cantik, iya cantik. Aku ingat!" kataku dalam hati.

Aku menyeselaikan ikatan rambutku, kemudian bertanya kepada Ubai.

"Aku cantik, ya?" tanyaku malu-malu.
"Astagfirullah hal adzim," ngucap Ubai. "Bukan ikam," tambahnya.

Pada saat itu memang ada seorang perempuan bule lewat di depan kami, mungkin perempuan itu yang dimaksudkan Ubai.

"Orang itu?" tanyaku.
"Kamu juga," ujar Ubai sambil menaiki motornya.

Aku tertawa sendiri, kemudian ikut menaiki motornya Ubai.

Ubai melajukan motornya dengan kecepatan santai.

Selama di perjalanan menuju kostan Ubai, aku tidak banyak bunyi. Diam dibelakang, memperhatikan setiap jalan yang kami lalui.

Tepat di persimpangan jalan menuju kostan Ubai, lampu merah yang ada di pinggir jalan menyala. Ubai memberhentikan motornya, menunggu lampu itu berganti warna menjadi hijau.

Ubai berdiri dan turun dari motor, mengeluarkan pistol mainan yang ia gunakan menembak Budi tadi dari kantong celananya. Mengarahkan pistol itu ke arahku, dan kemudian ia berkata.

"Kamu mau aku tembak?" tanya Ubai.

Pengendara sepeda motor yang lain banyak yang terheran-hetan melihat kelakuan Ubai.

"Bai, gila jangan di sini!" ucapku menasehati Ubai.

Ubai tidak menggubris perkataanku, ia mengalihkan arah pistol mainannya kepada seorang ibu yang membawa anaknya di atas motor yang ada di samping kananku.

"Ibu, saya gila di sini boleh, 'kan?" tanya Ubai kepada pengendara sepeda motor itu,
"Tidak boleh!" jelas ibu itu penuh penekanan.

Aku tertawa, Ubai tertunduk malu.

"Adek, siapa namanya?" tanya Ubai kepada anak kecil yang dibawa ibu itu.

Anak kecil itu duduk di bagian depan.

"Seh-hun!" jawab anak kecil itu.
"Mau picol?" tanya Ubai berbicara layaknya anak kecil, menawarkan pistol yang ada di genggamannya.
"Auuuu!" kata anak kecil itu.

Aku diam saja di atas motor, menyimak kelakuan Ubai.

Ubai menyodorkan pistol mainannya kepada anak kecil itu, dan berkata lagi.

"Bilang apa?" tanya Ubai lagi.
"Macih!"
"Macama," balas Ubai.

Aku tersenyum, Ubai tersenyum.

Lampu sudah menjadi hijau, Ubai melajukan mototnya lagi dengan kecepatan sedang.

"Dapat pistol darimana, Bai?" tanyaku ketika kami sudah meninggalkan tempat kejadian tadi.
"Di toko di tepi jalan," ujar Ubai santai.
"Beli atau apa?" tanyaku lagi.

Calon Laki Anti Mainstream [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang