Siapkan tissue sebelum geser ke bawah!
Sudah? Cepat jan lama!
Awokwokwok.. Happy reading!
"Aneh," gumamku dalam hati.
Aku kembali berjalan menuju masuk ke dalam rumah. Nampak mobil sudah terparkir di depan rumah, suara percakapan banyak orang juga terdengar dari dalam rumah.
Pintu depan rumah tidak terkatup, aku penasaran siapa yang datang bertamu.
"Bibi!" sapaku kaget.
Aku tidak menyangka kalau ayah sungguhan mendatangkan bi Sirah ke rumah ini.
Bi Sirah tersenyum sumringah ke arahku, aku ikut duduk di atas sofa.
"Dia siapa, bi?" tanyaku ke bi Sirah.
"Anaknya bibi, dia mau ikut katanya," ungkap bi Sirah. "Budi namanya," tambahnya.Aku tersenyum senang, rumah yang sebelumnya sepi, kini menjadi ramai.
"Sini, dekat kakak," pintaku menyuruh Budi mendekat.
Dia memalingkan pandangannya diriku. Aku maklumi, wajar saja Budi seperti itu, kami memang belum saling mengenal.
Ayah dan om Joko hanya menyimak dari tadi, mereka juga duduk di atas sofa.
Aku berjalan ke dekat Budi. Secepat mungkin Budi mendekap di badan bi Sirah.
"Ojo takut, kak Ifah baik," tutur bi Sirah kepada Budi.
Aku duduk di samping bi Sirah, sembari mengelus-elus puncak kepala Budi.
"Umurnya berapa, bi?" tanyaku.
"Empat tahun setengah, setengah tahun lagi umurnya jadi lima tahun," terang bi Sirah datar.Ayah berdiri dari tempat duduknya.
"Ayah ngantuk, ayah tidur dulu, ya," ungkap ayah.
Aku menoleh ke arah ayah.
"Iya, yah," balasku.
"Om Joko juga ngantuk," ungkap om joko cengiran.
"Iya-iya, tidur sana," selaku.Ayah dan om Joko sudah pergi, hengkang dari tempatnya tadi. Sekarang hanya ada aku, bi Sirah, dan Budi di sofa yang ada di ruang tamu.
"Bibi nggak ngantuk?" tanyaku.
Bi Sirah melihat ke arah Budi, yang ada di pelukannya.
"Udah tidur dia, Fah," bisik bi Sirah kepadaku.
"Yaudah bi, kasian Budi," balasku juga berbisik.
"Bibi ke kamar dulu, ya!"Bi Sirah menggendong Budi menuju kamar, aku tersenyum senang.
Aku teringat kepada ibu, mungkin itu juga yang di lakukan ibu kepadaku waktu kecil dulu.
"Ibu, terima kasih," kataku dalam hati.
Aku berdiri, berjalan menuju pintu depan, menutup pintu, menguncinya, dan berjalan lagi menuju kamarku.
*******
Aku meletakkan kertas pemberian Ubai di atas meja, dan mengganti pakaian.
Membaringkan diri diatas kasur, dan melihat langit-langit kamar.
Kemudian aku mengingat kembali kejadian apa saja yang aku lakukan hari ini. Aku tertawa sendiri mengingatnya.
Tika, Ucup, Udin, dan Ubai. Baru empat orang kawan yang kukenal, dan semuanya aneh.
Aku tertawa sendiri lagi mengingat empat orang itu.