Cicitan burung yang bertengger pada ranting pepohonan di halaman belakang rumah Kongpob itu terdengar sampai ke dalam sebuah ruangan. Dimana ada seorang pria manis yang masih nyaman dalam di dalam tidurnya. Arthit membuka matanya ketika cahaya matahari yang menyilaukan itu menggangu tidur nyenyaknya begitu menelusup masuk ke dalam kamar Arthit.
Arthit menggosok-gosok kelopak matanya yang masih terpejam perlahan, sembari memposisikan diri untuk duduk. Mencoba mengumpulkan memorinya yang tertinggal ketika dirinya menutup mata tadi malam.
Kenapa Arthit bisa ada di tempat ini?
Beberapa saat kemudian pria manis tadi ingat, jika Kongpob yang tidak tahu malu itu terus saja mengganggu hidupnya, sampai akhirnya Arthit terpaksa menyetujui apa yang Kongpob katakan. Sungguh Arthit merasa frustasi menghadapi tingkah Kongpob yang selalu mengganggunya.
Di langkahkan kakinya menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri. Sebelum nanti menemui pria itu lagi.
*
Di ruang makan Kongpob tengah sibuk menyiapkan sarapan untuk sang adik. Pria berkulit Tan itu mengulum senyumnya, seraya meletakkan peralatan makanan pada meja makan, menunggu Arthit untuk datang.
Meskipun tidak beberapa lama kemudian waktu Kongpob menengokan kepalanya ke arah ambang pintu, ada Arthit yang bersandar pada dinding sembari memasang wajah datar pada sang kakak.
Dan entah mengapa ketika Arthit melangkahkan kakinya untuk mendekatinya, yang terlihat dalam bayangan Kongpob justru Krist kecil yang tengah memasang wajah cemberutnya karena sang kakak tidak membangunkan Krist. Wajah si kecil itu terlihat sangat kesal, bahkan melipat kedua tangannya di dada, seolah mengisyaratkan tidak mau berbicara pada Kongpob. Pria berkulit Tan itu menggelengkan kepalanya, mencoba mengenyahkan bayangan itu.
"Kau pasti laparkan? Ayo, kita sarapan."
"Tidak, saya tidak lapar."
"Benarkah?"
Anggukan kepala Arthit mengatung di udara, membuat Kongpob lagi-lagi harus bersabar dan membujuk sang adik sedikit demi sedikit, agar pria manis itu tidak bersikap seperti ini padanya.
"Tapi aku lapar, dan tidak suka makan sendirian. Jadi temani aku."
"Memang apa urusannya dengan saya?"
"Kaukan bekerja untukku, jika aku sakit karena tidak makan, kau mau bekerja untuk siapa? Tidak adakan jadi temani aku."
Kongpob berjalan menghampiri Arthit yang berdecak kesal karena alasan tidak masuk akal Kongpob itu, sejak kapan memangnya Kongpob mau di temani orang lain? Seumur-umur baru kali ini Arthit mendengar kata yang sangat bodoh keluar dari mulut Kongpob. Begitu tangan sang kakak menyentuh pergelangan tangannya, Arthit langsung menepisnya. Tidak membiarkan Kongpob menyentuhnya.
"Berhentilah, menyentuh orang lain tanpa ijin."
Arthit melenggangkan kakinya menuju meja makan, dan Kongpob dengan sigap menarik kursi untuk Arthit, tetapi bukannya duduk di tempat yang Kongpob siapkan Arthit justru mendudukkan dirinya di tempat lain, sembari melirik sinis Kongpob.
Helaan nafas berat keluar dari mulut Kongpob, tidak mengerti pada kelakuan sang adik yang sangat susah sekali di dekati. Di lihatnya lagi Arthit yang tengah duduk di kursi sembari lebih dulu menyantap sarapan yang Kongpob siapkan. Pria berkulit Tan itu menggelengkan kepalanya melihat tingkah adiknya itu.
Pandangan Kongpob menerawang jauh ke masa-masa lampau yang pernah keduanya lalui. Mengingat ketika mereka berdua makan Krist pasti akan berdiri diam di depan kursinya menunggu Kongpob untuk datang membantunya duduk, karena kursinya terlalu tinggi untuk tubuh adiknya, dan Krist selalu takut jatuh. Hingga tidak pernah melakukan apapun tanpa Kongpob di sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[27]. ETHEREAL : Unforgettable
Fanfiction[ completed ] Ketika kedua kakak beradik yang sudah terpisah sangat lama bertemu kembali ketika mereka dewasa. apakah sang kakak masih bisa mengenali sang adik yang masih mengharapkannya? Warning ! Cerita ini mengandung unsur Yaoi / Boyslove / Boyx...