Semuanya menjadi terlalu kacau, bahkan Jimin harus rela perang dingin dengan Yoongi karena ketika Sabtu, ia pulang terlambat yang benar-benar terlambat saat wanita itu sudah tenggelam dalam lelap, kemudian esok harinya Jimin sudah tidak ada ketika wanita itu bangun. Pria itu harus pergi ke kantor lalu ke area proyek yang pembangunannya terpaksa berhenti karena investor yang tiba-tiba menarik modal.
"Maaf Kook, aku jadi membuatmu lembur," siang itu pukul 2, Jimin berada di salah satu restoran dekat lokasi proyek bersama Jungkook, melaksanakan makan siang mereka yang terlambat.
"Tidak masalah Oppa, aku bisa mengerti, lagipula ini juga tugasku."
Bagaimana Jungkook bisa menyerukan keluhan ketika ia enggan? Ketika ia terlalu tahu bagaimana sulitnya posisi Jimin semenjak menjabat sebagai Direktur Utama Sementara. Pihak yang menentang dan menghalangi jalan pria itu benar-benar banyak, mereka mencoba keras menjatuhkan Yoongi lewat Jimin. Lalu, alasan bagaimana Park Jimin begitu keras kepala untuk mempertahankan juga membuang rasa enggan, jelas sekali yang paling besar adalah karena apa yang dia genggam sekarang, adalah milik sang istri. Jimin tidak ingin kehilangan apa yang sudah susah payah Yoongi perjuangkan sejauh ini, Jimin bertahan dengan pemikiran itu di kepalanya agar dirinya tidak berbalik apalagi lari ketika merasa lelah.
"Kau selalu saja bilang begitu padahal aku sudah mengacaukan janji kencanmu dengan Taehyung." datar Jimin dan Jungkook tersedak minuman yang tengah ia minum dengan pandangan tak percaya . Dengan enteng, pria itu mengatakan bahwa Taehyung mengiriminya pesan spam sejak pagi tadi karena ulahnya yang meminjam Jungkook sejak kemarin, membuat si Kim itu kesal karena lagi-lagi kencannya harus batal padahal sudah susah payah Taehyung membuat Jungkook menyetujui.
Taehyung bahkan mendadak memberikan julukan baru pada Jimin sebagai 'perusak kebahagiaan orang'.
"Bagaimana dengan Yoongi Eoni?"
"Dia tidak menjawab telepon."
Ah, mana ada perusak kebahagiaan orang itu semenyedihkan Park Jimin di hadapannya? Boleh saja pria itu terlihat datar dan biasa-biasa saja, tapi jelas dia tidak mungkin tidak pikirkan istrinya yang ia tinggal di rumah dengan kurang mengenakkan bagi wanita itu meskipun bagi Jimin biasa-biasa saja.
"Apakah Tuan Jang sudah setuju untuk bertemu?" Tanya Jimin dan Jungkook pun mengangguk, berujar bahwa jadwal selanjutnya adalah menemui investor yang menarik modalnya itu pukul 3 sore nanti.
"Setelah ini kau boleh pulang Kook, istirahatlah lalu malamnya kencan dengan Taehyung,"
"Lalu Oppa?"
"Aku akan mengatasi ini sendiri," ujar Jimin dengan matanya yang tiba-tiba berubah kesan. Jungkook sampai merasa merinding karenanya.
"O-oppa,"
"Hnn,"
"Kau menyeramkan."
.
.
.
Wajah Yoongi benar-benar lesu sekali, bahkan ketika diajak bibi Yoon untuk pergi ke mansion Min untuk menemui Min Seunghyun, wanita itu masih saja begitu. Pemikirannya hanya tentang suaminya yang rasanya, sudah lama sekali tidak ia lihat padahal nyatanya itu baru satu hari. Meskipun kalau dihitung-hitung sudah nyaris 48 jam.
"Astaga, Park keparat itu benar-benar sialan sudah membuat cucuku seperti ini" Min Seunghyun yang memerhatikan dari kejauhan nampak tersungut tak menerima kenyataan. Rasanya ingin marah namun tidak punya alasan sebab dia tahu betul Jimin sibuk karena apa.
"Nona Yoongi benar-benar mencintai Tuan Jimin" bibi Yoon yang berdiri di samping Seunghyun menyahut dengan nada lembut sekali. Merasa sesuatu yang disebut kelegaan hati karena nyatanya, Nona muda Min yang sangat keras kepala dan terlalu dominan itu akhirnya bisa tunduk pada seseorang yang untungnya, sudah menjadi suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parallel Lines 2 [Completed]
FanficMereka berdua masih sama saja. Yang satu kurang ajar dan satu lagi arogan. Tapi sekarang keduanya sudah terikat dalam pernikahan. Lalu, apakah kata 'sama' itu benar-benar tidak akan berubah? Tapi bagaimanapun keduanya, mereka tetaplah Park Jimin dan...