Setelah keluar dari kamar putranya, wanita itu seketika berjalan ke arah meja makan, di mana suaminya sudah menunggunya di sana. Seperti biasa, ekspresi wajahnya terlihat kesal akan penolakan putranya. Membuat suaminya yang tengah membaca koran pagi itu seketika menghembuskan nafas beratnya, lalu menurunkan koran itu dan melipatnya.
"Stuart enggak mau sarapan di meja makan lagi?" tebaknya yang hanya diangguki pelan oleh istrinya.
"Kan Papa juga sudah sering bilang sama Mama, kalau Stuart itu enggak usah dipaksa ke luar kamar, karena hasilnya juga bakal sama, dia enggak akan mau." Lelaki itu melanjutkan ucapannya, yang hanya bisa direspons kediaman oleh istrinya.
"Sudahlah, lebih baik kita sarapan ya?" ujarnya lagi, yang sebenarnya tak membuat istrinya merasa tenang, karena memikirkan putranya yang sering bersikap menyebalkan.
"Pa," panggilnya ragu.
"Kenapa lagi?"
"Stuart bilang sama Mama, kalau dia mau menikah, asalkan ada wanita yang mau menerima dunianya, kepribadiannya, sikap dan sifatnya." Wanita itu berujar ragu, membuat suaminya terdiam menghentikan aktivitasnya.
"Mama bercanda ya? Mana ada wanita yang mau sama Stuart yang kaku dan acuh itu. Selain itu, Stuart juga anak introvert yang enggak suka bergaul dengan dunia luar. Sangat kecil kemungkinan ada wanita yang mau menerima dia. Kalaupun ada yang mau, Papa enggak jamin bakal bisa bertahan lama." Suaminya itu menyahut malas, seolah sudah paham dengan sifat dan kepribadian putranya yang memang paling anti sosial. Sedangkan istrinya itu hanya bisa terdiam, seolah ingin mengiyakan ucapan suaminya yang memang ada benarnya.
"Mama ingat kan sama Violah? Dia kurang kalem apa anaknya? Tapi Stuart malah buat dia nangis, sampai dia enggak mau ke sini lagi," lanjutnya yang lagi-lagi hanya ditanggapi kediaman oleh istrinya.
"Terus Mama harus bagaimana lagi untuk menyuruh Stuart menikah? Dia anak kita satu-satunya, kalau dia enggak mau menikah, akan seperti apa keluarga kita nanti? Tidak punya keturunan, tidak ada yang meneruskan usaha kita, sedangkan Stuart sendiri tidak mau melanjutkannya," ujar wanita itu terdengar frustrasi, merasa lelah dengan kehidupannya terlebih lagi dengan putranya yang begitu tak tersentuh.
"Mama enggak usah melakukan apa-apa! Lebih baik sekarang Mama makan aja ya, enggak usah memikirkan Stuart yang enggak mau menikah. Ada kalanya nanti dia akan mikir sendiri untuk menikah, jadi Mama enggak perlu khawatir. Oke?" ujar suaminya yang entah kenapa tak membuatnya lega untuk menerima semuanya begitu saja.
"Mama tetap akan berusaha mencarikan Stuart calon istri, sampai dia mau menikah," tekadnya bersemangat yang hanya digelengi maklum oleh suaminya yang saat ini tengah menyantap sarapannya.
***
Di sisi lain, tepatnya di jalanan komplek perumahan, seorang wanita cantik tengah berjalan santai bersama dengan belasan muridnya. Yang mana hari ini ada pelajaran olah raga untuk murid-muridnya, itu lah kenapa wanita itu mengajak mereka berjalan santai, walau tadi keberangkatannya sempat terlambat dikarenakan ibunya yang masih membutuhkannya.
Mengingat keadaan ibunya yang sakit-sakitan itu, wanita itu hanya bisa terdiam kala memikirkannya, merasa tak tega meninggalkannya sendiri, walau ia sendiri tidak bisa cuti, terlebih lagi sampai berhenti. Karena hanya pekerjaan itu yang bisa menambah penghasilannya, selain itu memiliki waktu kerja yang tidak terlalu lama, karena dirinya juga harus menjaga ibunya.
"Luna," panggil salah satu temannya yang ikut menjaga berjalannya anak-anak didiknya, membuat Luna yang mendengarnya seketika menoleh ke arahnya.
"Tadi kok kamu telat? Ibumu baik-baik saja kan?" Lelaki itu bertanya khawatir, sedangkan gadis yang bernama Luna itu seketika mengangguk pelan diiringi senyum tipis dari bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Husband (TAMAT)
Romance"Tolong menjauh! Aku benar-benar frustrasi di dekatmu, Luna." Stuart Abraham. Luna adalah gadis cantik dari keluarga sederhana, yang harus membantu ayahnya bekerja sebagai guru TK demi kesembuhan ibunya yang sakit-sakitan. Sampai suatu hari, Luna ke...