Part 13

6.5K 424 3
                                    

Siangnya, Luna kembali pulang walau dengan rasa terpaksa karena ia juga tidak pernah tega meninggalkan ibunya yang kondisinya semakin parah. Namun ayahnya terus saja memaksanya untuk segera pulang, karena tanggung jawab Luna saat ini bukan cuma orang tuanya saja, tapi ada Stuart, suaminya yang juga harus diperioritaskan.

Setelah sampai di rumah, Luna langsung masak untuk Stuart tanpa mau menyapa lelaki itu di kamarnya. Itu karena Luna tahu, bila suaminya itu pasti tengah bekerja dan yang pasti belum makan siang. Setelah semua sudah selesai, dengan perasaan tanpa minat, Luna membawakan makanan untuk Stuart ke kamarnya, sembari berharap di dalam hati agar perasaannya selalu kuat mendengar ucapan kasar Stuart yang terbiasa terlontar untuknya.

Setelah sampai di depan pintu, Luna langsung membukanya dengan sedikit mengintip seseorang yang berada di dalamnya. Seperti pada dugaannya, Stuart saat ini memang sedang bekerja, menggambar setiap tokoh ciptaannya. Melihat itu, Luna langsung masuk begitu saja walau harus dengan langkah pelan agar tak mengganggu konsentrasi suaminya bekerja.

"Stuart," panggilnya lirih yang hanya dilirik sekilas oleh suaminya yang kembali fokus pada layar monitornya.

"Tumben pulang siang, biasanya juga sore dan bahkan sampai malam," jawabnya dingin tanpa mau menatap ke arah Luna yang tengah mengigit bibirnya, merasa lelah walau tidak bisa berbuat apa-apa.

"Kan aku sekarang Istri kamu, jadi aku juga harus menyiapkan makan siang untuk kamu." Luna menjawab seadanya sembari meletakan nampan makanan di meja samping Stuart bekerja.

"Enggak usah sok peduli denganku. Toh, masih ada Mama. Jadi kamu enggak perlu repot-repot pulang dari rumah kekasihmu, hanya untuk menyiapkan aku makan siang." Stuart menjawab kian dingin, yang ditatap lelah sekaligus tak percaya oleh Luna.

"Kekasihku siapa yang kamu maksud? Aku enggak merasa memiliki kekasih di manapun. Dan lagi, Mama dan Papa kan sejak tadi pagi sudah pergi ke luar kota. Jadi enggak akan ada yang menyiapkan kamu makan, kecuali kalau kamu mau keluar kamar dan ke lantai bawah untuk menyuruh Mbak Reni masak buat kamu." Luna menjawab tenang walau rasanya ia juga merasa lelah menghadapi sikap Stuart yang kaku, yang sebenarnya sulit untuk Luna pahami maksudnya. Sedangkan Stuart sendiri justru terdiam, memikirkan maksud orang tuanya yang begitu tiba-tiba pergi ke luar kota tanpa mau memberitahunya.

"Mama dengan Papa pergi ke luar kota? Buat apa?" tanyanya sembari memutar kursi kerjanya ke arah Luna berdiri.

"Ada masalah yang harus diselesaikan." Luna menjawab seadanya dengan nada setenang mungkin, walau tatapan dingin Stuart mampu membuatnya kelimpukkan melihatnya, sangking anehnya rasa yang menyerangnya.

"Oh," jawab Stuart seadanya sembari kembali menghadap ke arah layar monitornya.

"Kamu makan ya?" tawar Luna ragu-ragu.

"Memangnya kamu masak apa?"

"Enggak terlalu ada bahan yang bisa dimasak di kulkas. Jadi aku hanya masak sup dengan perkedel kentang." Luna menjawab jujur, walau ada rasa lelah dari nada suaranya.

"Aku enggak suka sup, masak yang lain sana." Stuart menjawab tak suka sembari melirik ke arah makanan yang Luna hidangkan untuknya.

"Enggak ada bahannya, Stuart. Di kulkas sayurannya cuma itu saja, enggak ada yang lain."

"Ya kamu belanja lah!" Stuart menjawab seenaknya, walau sebenarnya ia juga bingung harus bersikap bagaimana lagi, karena ia juga tidak mungkin makan yang bukan menjadi kesukaannya.

"Uangnya mana?" tanya Luna sembari menjulurkan tangan kanannya ke arah Stuart yang terdiam, menatap heran ke arah tangan berkulit putih itu lalu menatap ke arah empunya dengan sorot mata bersalah. Itu karena Stuart tak terpikirkan untuk memberikan Luna uang belanja, seperti pada istri orang kebanyakan. Dengan berusaha tenang, Stuart mendirikan tubuhnya lalu berjalan ke arah laci untuk mencari dompetnya yang terbiasa tersimpan di sana. Setelah berhasil menemukannya, Stuart kembali berjalan ke arah Luna yang menunggunya.

Introvert Husband (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang