Di dalam hati, Stuart menggerutui kebodohannya sendiri karena sudah menawarkan Luna persinggahan di kamarnya yang tenang dan nyaman. Jujur saja, Stuart itu paling anti kalau sudah ada orang lain yang masuk ke kamarnya, kecuali Mama dan papanya yang memang sudah terbiasa keluar masuk di kamarnya tanpa kata permisi. Tapi kali ini Luna, gadis yang bahkan ingin Stuart jauhi karena debaran jantungnya itu begitu menyiksanya acap kali menatap wajah lugunya. Namun Stuart sendiri tidak bisa memungkiri, bila hatinya masih memiliki rasa peduli akan kenyamanan Luna. Berbeda dengan yang lainnya, di mana Stuart tidak akan mau repot-repot memikirkan nasib orang lain.
"Sekamar sama kamu?" Kini Luna bertanya dengan nada ragu, membuat Stuart ingin menenggelamkan tubuhnya sendiri di laut, sangking malunya ia kali ini.
"Kalau enggak mau juga enggak apa-apa kok. Tidur aja sana dengan tikus di rumah ini," jawab Stuart tak acuh lalu melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Luna dalam kebimbangannya.
"Kalau begitu, aku tidur di sofa ruang tamu saja ya," ujar Luna yang kali ini membuat langkah Stuart terhenti lalu menoleh ke arah belakangnya.
"Berapa kali sih aku harus bilang sama kamu, kalau tidur di sofa itu enggak nyaman?!" sentak Stuart geram membuat Luna sempat tersentak lalu tertunduk takut.
"Terus aku harus tidur di mana? Kalau tidur di kamar kan banyak tikusnya, aku takut," jawab Luna dengan terisak, merasa takut dan pasrah di waktu yang sama.
"Kan aku sudah bilang sama kamu, supaya kamu tidur di kamarku saja, nanti aku yang akan tidur di lantai. Kamu malah enggak mau," sungut Stuart kesal.
"Aku belum menjawabnya, tapi kamu bilang kalau enggak mau ya enggak apa-apa." Mendengar jawaban Luna yang terdengar pasrah itu membuat Stuart terdiam, mengingat sikapnya tadi yang memang berujar seperti apa yang Luna katakan. Di saat seperti ini, Stuart merasa sangat canggung di hadapan Luna, terlebih lagi berlama-lama di dekatnya.
"Ya sudah, kalau begitu kamu mau apa enggak tidur di kamarku?" jawab Stuart kaku, merasa sangat gugup walau ia sangat berusaha untuk bersikap sewajarnya.
"Tapi kan kita belum menikah? Apa boleh sekamar?" tanya Luna lirih, seolah sedang takut menjawab Stuart dengan kalimat itu.
"Astaga, apa kamu berpikir bila aku ini lelaki mesum, hm? Kamu salah besar bila berpikir seperti itu, karena aku enggak akan mau dekat-dekat denganmu terlebih lagi menyentuhmu, paham kamu?" ujar Stuart tegas, membuat Luna kembali merasa direndahkan meski ia sendiri tidak memungkiri bila hatinya merasa tenang dan lega akan ucapan Stuart yang tidak akan menyentuhnya.
"Iya," jawabnya singkat dengan nada sangat lirih, yang lagi-lagi tanpa mau menatap ke arah Stuart di depannya.
"Ya sudah, kalau begitu kamu ikut aku ke kamar!" ujar Stuart acuh dengan melangkah pergi, membiarkan Luna melangkah seorang diri di belakangnya. Keduanya kembali terdiam satu sama lain dengan pemikiran masing-masing, sampai saat kaki mereka menapaki lantai kamar Stuart, Luna justru menghentikan langkahnya di samping pintu, membuat Stuart yang menyadari hal itu seketika menoleh ke arahnya dengan sorot mata bertanya.
"Ngapain kamu di situ?" tanyanya angkuh, sedangkan Luna yang terlihat begitu lelah dengan sikap Stuart itu hanya bisa menjawab seadanya.
"Kan kamu belum mempersilahkan aku masuk, atau menawarkan aku tempat tidur," jawabnya yang nyatanya berhasil membuat Stuart ingin menepuk keningnya keras-keras sangking polosnya tingkah laku Luna.
"Kamu kalau mau tidur tinggal tidur saja, kenapa harus aku juga yang repot?" ujar Stuart terdengar kesal lalu berjalan ke arah lemarinya. Sedangkan Luna hanya bisa menghembuskan nafasnya, lalu berjalan ke arah ranjang, sembari menatap ke arah Stuart yang entah sedang melakukan apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Introvert Husband (TAMAT)
Romance"Tolong menjauh! Aku benar-benar frustrasi di dekatmu, Luna." Stuart Abraham. Luna adalah gadis cantik dari keluarga sederhana, yang harus membantu ayahnya bekerja sebagai guru TK demi kesembuhan ibunya yang sakit-sakitan. Sampai suatu hari, Luna ke...