Pernikahanku dengan Danish

4.6K 292 5
                                    

"Ya Allah, kamu tahan sebentar, Nika." Dia mengeratkan lingkaran tangannya di tubuhku. "Pak, tolong, sebelum kita membawanya ke rumah sakit."

Aku menyembunyikan wajah di jaketnya, wewangian maskulin yang dia pakai terhirup. Sekali lagi, isakan tangis semakin menjadi saat merasakan tanganku di urut oleh seseorang.

Aku menjerit seraya menggigit jaket laki-laki yang tak ku kenal ini.

Semakin menangis dan mengeluarkan seluruh rasa sakit.

Ini sakit.

Sangat sakit.

Tapi ini jauh jika dibandingkan perih yang kurasakan di hati.

Ibu ... apakah berdosa jika aku membencinya?

Kata itu terngiang di telinga. Tak bisa lagi membedakan kasih sayang seorang Ibu, sekarang yang kurasakan adalah kebencian.

Benci, kenapa semua ini harus terjadi padaku.

Membencinya, karena dia terus saja mengejar dunia di luar sana.

Ibu mengabaikan dan menggantikan posisiku dengan dunianya. Melupakan kewajiban dan menganggap kebahagiaanku cukup dengan uang.

Sedangkan yang kuharapkan adalah kasih sayangnya, senyumnya setiap hari serta pelukan hangatnya.

Hanya itu, tak lebih dari itu.

"Jahat ...." Aku meremas jaket laki-laki itu dan terus menangis, sekarang tangisanku bukan lagi berasal dari fisik, melainkan batin yang terasa tertusuk seribu pisau bila diibaratkan.

"Nika, apa kamu bisa berjalan? Ayo kuantar kamu ke rumah sakit." Laki-laki itu bicara setelah ia melilitkan sapu tangan berlapis di pergelangan tanganku.

Kulepaskan pegangan pada jaketnya dengan masih terisak. Tulang pergelangan tanganku yang bergeser tadi sudah lembali normal setelah diurut. Dan laki-laki itulah yang melilitkan sapu tangannya.

Ini masih terasa sakit, bahkan setelah melihat, ternyata banyak luka di sekujur tubuh. Jeans dan baju lengan panjang yang kupakai pun robek hingga menimbulkan luka di kulit.

Orang-orang juga sudah membubarkan diri, karena laki-laki itu berkata akan bertanggung jawab terhadapku.

Yang ingin kutabrak tadi juga sudah kabur entah kemana, kecelakaan tunggal yang kualami ini. Benar-benar menyempurnakan kesedihan yang kurasa.

"Nika?"

Aku menoleh lagi ke arahnya, mengusap jejak air mata di pipi untuk lebih jelas melihat siapa yang sejak tadi menolongku.

"K-kamu?" tanyaku heran.

Kulihat sosok laki-laki berjaket yang tadi memeluk erat tubuhku. Seseorang yang tadi berteriak meminta bantuan. Dan seseorang yang juga tak kusadari telah memeluknya.

Dia adalah Danish.

"Pak, apa bisa saya meminta bantuan Bapak sekali lagi?" tanya Danish pada seseorang berseragam hitam yang tengah berdiri di dekat kami.

"Boleh, Den."

"Tolong Bapak bawa motor Anika ke bengkel, saya akan antar Anika ke rumah sakit dulu. Sesudah itu Bapak kabari saya lagi."

"Tapi, Den ... Ibu." Laki-laki berseragam itu tampak ragu.

"Nanti saya nelpon Umi. Kalau Umi bertanya, ceritakan saja yang sejujurnya. Saya bersama Anika," jelas Danish.

Laki-laki berseragam itu hanya mengangguk. Mengucap salam setelah itu pergi.

Danish pun kembali menatapku yang masih terdiam karena heran dengan sikapnya ini.

Pernikahan Kedua AnikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang